
Lagi, Asa Damai Dagang Kerek Naik Bursa Asia
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 August 2019 09:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia kembali melaju di zona hijau pada perdagangan Jumat ini (9/8/2019). Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei menguat 0,53%, indeks Shanghai naik 0,35%, indeks Hang Seng terapresiasi 0,43%, dan indeks Kospi melejit 1,03%.
Pada perdagangan Kamis kemarin (8/8/2019), mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri hari di teritori positif: indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Shanghai melejit 0,93%, indeks Hang Seng terkerek 0,48%, dan indeks Kospi menguat 0,57%.
Asa damai dagang AS-China yang ternyata masih ada kembali sukses dalam memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump masih terbuka untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan China.
"Beliau (Presiden Trump) ingin membuat kesepakatan dan melanjutkan negosiasi. Harus ada dua orang untuk menari tango," kata Kudlow.
Bahkan, Kudlow mengungkapkan AS siap untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog dagang dengan China membuahkan hasil yang memuaskan.
"Situasi bisa berubah mengenai kebijakan bea masuk. Bapak Presiden terbuka terhadap perubahan jika pembicaraan dengan China berlangsung positif," paparnya.
Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.
Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari nilai tukar yuan yang terus saja dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China.
Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0136/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 7,0039/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".
Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.
Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Investor Tunggu Inflasi AS & Risalah The Fed, Bursa Saham Asia Lesu
Pada perdagangan Kamis kemarin (8/8/2019), mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengakhiri hari di teritori positif: indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Shanghai melejit 0,93%, indeks Hang Seng terkerek 0,48%, dan indeks Kospi menguat 0,57%.
Asa damai dagang AS-China yang ternyata masih ada kembali sukses dalam memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump masih terbuka untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan China.
![]() |
"Beliau (Presiden Trump) ingin membuat kesepakatan dan melanjutkan negosiasi. Harus ada dua orang untuk menari tango," kata Kudlow.
Bahkan, Kudlow mengungkapkan AS siap untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog dagang dengan China membuahkan hasil yang memuaskan.
"Situasi bisa berubah mengenai kebijakan bea masuk. Bapak Presiden terbuka terhadap perubahan jika pembicaraan dengan China berlangsung positif," paparnya.
Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.
"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.
Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari nilai tukar yuan yang terus saja dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China.
Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0136/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 7,0039/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".
Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.
Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Investor Tunggu Inflasi AS & Risalah The Fed, Bursa Saham Asia Lesu
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular