Harus Senang atau Sedih? Harga Minyak di Bawah US$ 60/barel

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
07 August 2019 10:01
Setelah anjlok lebih dari 1%, harga minyak mentah dunia mulai stabil.
Foto: Infografis/10 Kkks Utama Produksi Minyak/Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah anjlok lebih dari 1%, harga minyak mentah dunia mulai stabil. Pada perdagangan hari Rabu (7/8/2019) pukul 10:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,17% ke level US$ 59,05/barel.

Sedangkan harga light sweet (West Texas Intermediate/WTI) stagnan di posisi US$ 53,63/barel.

Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI anjlok masing-masing sebesar 1,45% dan 1,94%. Adapun harga Brent telah meninggalkan level psikologis US$ 60/barel sejak penutupan perdagangan Senin (5/8/2019).



Gejolak perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China masih menjadi faktor utama yang menekan harga si emas hitam.

Sebagaimana yang telah diketahui, pekan lalu Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana pengenaan tarif 10% terhadap produk impor asal China senilai US$ 300 miliar per 1 September 2019. Produk-produk tersebut sebelumnya tidak terdampak perang dagang.

Sebagai balasan, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China pada hari Selasa (6/8/2019) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk-produk asal AS. Bahkan untuk produk-produk yang telah dibeli selepas tanggal 3 Agustus 2019 kemungkinan akan dikenakan tarif.

Eskalasi perang dagang akan membuat perekonomian global semakin lambat. Bahkan Bank Morgan Stanley telah memperingatkan terjadinya resesi ekonomi global pada pertengahan tahun 2020 apabila dua negara terus saling lempar tarif baru.

Kala perekonomian global melambat, permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak bumi pun akan mengekor. Pelemahan permintaan inilah yang menekan harga minyak kemarin.

China merupakan salah satu pembeli terbanyak produk pertanian asal AS, seperti kedelai. Kala China berhenti membeli, maka akan ada banyak produk-produk pertanian AS yang tak laku di pasaran. Harga akan tertekan dan petani sengsara.

Celakanya, para petani merupakan salah satu konstituen penting bagi Trump untuk dapat memenangkan pemilu presiden 2020 mendatang. Tanpa adanya dukungan petani (karena dibuat sengsara), Trump akan kesulitan untuk melawan Partai Demokrat.

Karena merasa terpukul dengan balasan China, akhirnya pihak AS agak sedikit melunak.

Dalam sebuah wawancara dengan CNBC Internasional, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan bahwa Presiden AS, Donald Trump, masih ingin melanjutkan dialog dagang dan membuka kemungkinan untuk memberi ruang pada pelonggaran bea impor produk China.

"Kenyataannya adalah kami masih mau untuk melakukan negosiasi. Kami merencanakan untuk mengundang tim negosiator China untuk datang ke mari [Washington] pada bulan September. Segala sesuatu dapat berubah terkait dengan tarif," ujar Kudlow dalam wawancara yang disiarkan dalam program "Squawk on the Street" di CNBC TV.

Pernyataan Kudlow memberi sinyal bahwa dialog dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia masih belum usai dan bisa jadi hasilnya positif.

Setidaknya dengan adanya sentimen positif terkait perang dagang, pelemahan harga minyak bisa tertahan.

Sementara itu, harga minyak juga mendapat sentimen positif dari ekspektasi penurunan stok minyak mentah di AS.

Data ramalan American Petroleum Institute (API), stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Agustus 2019 akan turun sebesar 3,4 juta barel, lebih dalam ketimbang prediksi konsensus analis yang sebesar 2,8 juta barel, dikutip dari Reuters.

Bila benar terjadi, maka stok minyak mentah AS tercatat turun selama delapan minggu beruntun.

Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada hari Rabu (7/8/2019) waktu setempat oleh Energy Information Administration (EIA).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular