Awal Agustus IHSG Anjlok 3,4%, Ini Waktu Borong Saham Murah?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 August 2019 08:27
Awal Agustus IHSG Anjlok 3,4%, Ini Waktu Borong Saham Murah?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat ambruk 2,59% ke level 6.175,7 pada perdagangan kemarin (5/8/2019), menandai koreksi harian terdalam sejak September 2018. Jika dihitung sejak awal bulan Agustus, indeks saham acuan di Indonesia tersebut sudah ambruk hingga 3,36% dan dari awal tahun membukukan kinerja negatif turun 0,3% dibanding penutupan akhir 2018.

Performa IHSG yang sudah begitu mengecewakan dalam beberapa hari terakhir tentu memantik sebuah pertanyaan: apakah sekarang merupakan saat yang tepat untuk berburu saham?

Guna menjawab pertanyaan ini, kita bisa melihat valuasi IHSG dan membandingkannya dengan valuasi dari indeks saham lain di kawasan Asia. Di pasar saham, indikator yang sering digunakan oleh pelaku pasar untuk melihat valuasi dari sebuah saham ataupun indeks saham adalah price-to-earnings ratio (P/E ratio).

Untuk saham, P/E ratio dihitung dengan membagi harga saham dengan laba per saham. Sementara untuk indeks saham, P/E ratio dihitung dengan membagi nilai indeks saham dengan laba per saham.

Memang, ada berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya P/E ratio sehingga tak bisa serta-merta dikatakan bahwa saham atau indeks saham dengan P/E ratio yang lebih tinggi adalah lebih mahal ketimbang yang memiliki P/E ratio lebih rendah, ataupun sebaliknya. Namun tetap saja, P/E ratio merupakan indikator yang sangat lazim digunakan di pasar saham.

Dari 10 indeks saham utama di kawasan Asia yang kami kompilasi, terlihat bahwa valuasi (P/E ratio) dari IHSG berada di tengah-tengah. Namun jika diamati lebih jauh, valuasi IHSG hanya cenderung lebih mahal ketimbang indeks saham dari negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Jika dibandingkan dengan indeks saham dari negara-negara berkembang seperti India, Filipina, dan Malaysia, valuasi IHSG adalah lebih murah.



Jadi kalau dibandingkan dengan indeks saham negara-negara berkembang lainnya di Asia, sejatinya IHSG bisa dibilang berada dalam posisi yang cukup murah sehingga membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli pada hari ini. Apalagi, kali terakhir IHSG jatuh hingga 2% lebih yakni pada 11 Oktober 2018 (-2,02%), keesokan harinya IHSG mencetak apresiasi sebesar 0,94%.

Namun, pelaku pasar hendaknya jangan senang dulu. Walau secara valuasi sudah relatif murah, perdagangan di bursa saham tanah air pada hari ini dipastikan tak akan berlangsung mudah. Pasalnya, Wall Street 'kebakaran' pada perdagangan kemarin.

Pada perdagangan kemarin (berakhir dini hari ini waktu Indonesia), indeks Dow Jones ambruk 2,9%, indeks S&P 500 anjlok 2,98%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 3,47%.

Walau ada harapan bahwa IHSG akan bisa mencetak apresiasi pada perdagangan hari ini, seiring dengan valuasinya yang sudah relatif murah dan berkaca kepada kali terakhir IHSG ambruk hingga lebih dari 2%, apresiasi yang bisa dibukukan oleh IHSG tampaknya sangat terbatas. Kemungkinan terbesar, IHSG akan kembali jatuh jika melihat 'kebakaran' yang melanda Wall Street. Panasnya bara perang dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi jual dengan intensitas yang besar di bursa saham AS pada perdagangan kemarin. Pada hari Kamis (1/8/2019), Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang.

Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump. Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.

China pun dibuat panas dan angkat bicara terkait dengan serangan terbaru dari Trump. Beijing menyebut bahwa pihaknya tak akan tinggal diam menghadapi "pemerasan" yang dilakukan AS, serta memperingatkan akan adanya serangan balasan.

"Jika AS benar mengeksekusi bea masuk tersebut maka China harus meluncurkan kebijakan balasan yang diperlukan guna melindungi kepentingan-kepentingan kami yang mendasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari Reuters.

Belakangan, terungkap bahwa Trump kini sudah ‘membabi-buta’ jika berbicara mengenai China. Melansir CNBC International yang mengutip pemberitaan Wall Street Journal, ternyata keputusan dari Trump tersebut ditentang oleh para pejabat Gedung Putih lainnya.

Keputusan Trump yang sekaligus mengakhiri gencatan senjata yang disepakati dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir Juni pada awalnya tak disetujui oleh nyaris seluruh penasihatnya, termasuk oleh Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow.

Namun, Trump dikabarkan tetap kekeh untuk kembali meluncurkan serangan terhadap China. Para penasihatnya pun pada akhirnya ikut membantu Trump untuk menulis cuitan yang berisi pengumuman bahwa gencatan senjata antara AS dan China akan diakhiri.

Perkembangan terbaru, China telah mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang. Pada pagi hari ini, pemerintahan China mengonfirmasi laporan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus.

Bara perang dagang AS-China yang semakin panas sangat mungkin untuk membuat IHSG terus saja melemah di sepanjang pekan ini. Dari dalam negeri, ada rilis data defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD). Pada hari Jumat (9/8/2019) Bank Indonesia (BI) akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal II-2019, beserta dengan data transaksi berjalan (yang merupakan bagian dari NPI).

Ketika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Sebagai informasi, pada tiga bulan pertama tahun 2019 BI mencatat bahwa CAD adalah senilai US$ 7 miliar atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih dalam dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Kalau CAD pada tiga bulan kedua kembali lebih dalam dibandingkan periode yang sama tahun lalu, besar kemungkinan bahwa CAD untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih dalam ketimbang 2018. Implikasinya, rupiah yang sudah babak belur dalam beberapa hari terakhir bisa terus dilego pelaku pasar.

Kala rupiah terus saja melemah, investor asing akan terdorong untuk keluar dari pasar saham tanah air dan membuat IHSG melemah. Untuk diketahui, ketika rupiah melemah investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga aksi jual menjadi opsi yang sangat mungkin untuk mereka ambil.

Jadi sekali lagi, walaupun secara valuasi IHSG bisa dibilang relatif murah, perdagangan di bursa saham tanah air pada hari ini dipastikan tak akan berlangsung mudah, pun begitu perdagangan hingga menjelang akhir pekan nanti.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wall Street Berdarah-darah, Semoga IHSG Kuat Hadapi Tekanan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular