
Ada Potensi Currency War? Futures Wall Street Babak Belur
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
05 August 2019 18:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham kontrak futures Wall Street diperdagangkan terperosok seiring semakin memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang meluas dari sebatas pengenaan tarif impor menjadi perang mata uang.
Pada pukul 18:35 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 anjlok masing-masing 368,01 poin dan 45,65 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq terperosok 153,3 poin.
Pada pekan lalu, bursa saham global, tidak terkecuali Wall Street, dipenuhi kecemasan setelah ketegangan antara Washington dan Beijing meningkat.
Hal ini dikarenakan, Presiden AS Donald Trump secara tak terduga mengumumkan pada hari Kamis (1/8/2019) bahwa Negeri Paman Sam akan mengenakan bea masuk 10% atas produk impor asal Negeri Tiongkok senilai US$ 300 miliar mulai 1 September 2019.
Lebih lanjut, keputusan tersebut diketahui merupakan keputusan sepihak dari Trump, padahal perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, serta Penasihat Ekonomi AS Larry Kudlow mencoba untuk menolak keputusan Trump, dilansir CNBC International.
Beijing menegaskan siap menghadapi AS jika perang dagang memang tidak terhindarkan. "Posisi China sangat jelas. Kalau AS ingin berdialog, mari kita berdialog. Namun kalau AS ingin perang, mari kita berperang," tegas Zhang Jun, Duta Besar China untuk PBB, dikutip dari Reuters.
Selain itu, ketidakpastian perang dagang mengakibatkan yuan China anjlok pada perdagangan hari ini (5/8/2019) menembus level CNY 7/US$. Tingkat tersebut terkahir dicatatkan saat krisis keuangan global pada tahun 2008, melansir Reuters.
"Bank Sentral China (People's Bank of China) telah memungkinkan renminbi jatuh ke level terlemah dalam satu dekade sebagai respon dari ketegangan perdagangan," ujar Ekonom Senior China di Capital Economics, dikutip dari CNBC Indonesia.
Dari perkataan tersebut, secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa pelemahan Yuan tidak sepenuhnya dikarenakan mekanisme pasar, ada peran Bank Sentral China.
Besar kemungkinan tindakan tersebut dilakukan untuk memperkuat ekspor China, karena ini berarti barang asal China menjadi lebih murah. Hal ini tentu mengakibatkan dolar AS menjadi lebih mahal, dan Trump tentunya kurang suku jika hal itu terjadi.
Ketegangan yang membuncah di antara kedua negara, langsung menekan risk appetite investor.
Pada hari ini investor akan mencermati rilis data final PMI sektor jasa versi Markit pada pukul 20:45 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Pada pukul 18:35 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 anjlok masing-masing 368,01 poin dan 45,65 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq terperosok 153,3 poin.
Pada pekan lalu, bursa saham global, tidak terkecuali Wall Street, dipenuhi kecemasan setelah ketegangan antara Washington dan Beijing meningkat.
Lebih lanjut, keputusan tersebut diketahui merupakan keputusan sepihak dari Trump, padahal perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, serta Penasihat Ekonomi AS Larry Kudlow mencoba untuk menolak keputusan Trump, dilansir CNBC International.
Beijing menegaskan siap menghadapi AS jika perang dagang memang tidak terhindarkan. "Posisi China sangat jelas. Kalau AS ingin berdialog, mari kita berdialog. Namun kalau AS ingin perang, mari kita berperang," tegas Zhang Jun, Duta Besar China untuk PBB, dikutip dari Reuters.
Selain itu, ketidakpastian perang dagang mengakibatkan yuan China anjlok pada perdagangan hari ini (5/8/2019) menembus level CNY 7/US$. Tingkat tersebut terkahir dicatatkan saat krisis keuangan global pada tahun 2008, melansir Reuters.
"Bank Sentral China (People's Bank of China) telah memungkinkan renminbi jatuh ke level terlemah dalam satu dekade sebagai respon dari ketegangan perdagangan," ujar Ekonom Senior China di Capital Economics, dikutip dari CNBC Indonesia.
Dari perkataan tersebut, secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa pelemahan Yuan tidak sepenuhnya dikarenakan mekanisme pasar, ada peran Bank Sentral China.
Besar kemungkinan tindakan tersebut dilakukan untuk memperkuat ekspor China, karena ini berarti barang asal China menjadi lebih murah. Hal ini tentu mengakibatkan dolar AS menjadi lebih mahal, dan Trump tentunya kurang suku jika hal itu terjadi.
Ketegangan yang membuncah di antara kedua negara, langsung menekan risk appetite investor.
Pada hari ini investor akan mencermati rilis data final PMI sektor jasa versi Markit pada pukul 20:45 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular