
Trump Kembali Berulah, Wall Street Ambruk ke Zona Merah
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
02 August 2019 20:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Jumat (2/8/2019), setelah Presiden AS Donald Trump menciutkan nyali pasar dengan memperpanas kembali suhu perang dagang melawan China.
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,3% atau 70 poin pada pembukaan pasar pukul 08:30 waktu setenpat (20:30 WIB) sebelum kemudian kian terpuruk selang 20 menit kemudian menjadi sebesar 0,6% (149 poin) ke 26.433,88. Sementara itu, indeks S&P 500 tertekan 0,7% (20 poin) ke 2.933,7 dan indeks Nasdaq tertekan 0,9% atau 75 poin ke 8.036.
Dalam cuitannya pada Kamis, Trump mengatakan pihaknya akan mengenakan 10% tarif terhadap produk China senilai US$300 miliar. Tarif baru tersebut akan berlaku pada 1 September. Trump juga akan mengumumkan sikapnya terhadap Uni Eropa pada Jumat.
Merespon itu, Beijing menilai Trump seharusnya menghentikan ilusi yang dibangunnya dan kembali bersikap bertanggung jawab, serta mengembalikan negosiasi perang dagang ke jalan yang tepat.
Sebagaimana diberitakan Reuters, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan mengambil tindakan balasan jika tarif tersebut benar-benar diberlakukan.
Akibatnya, prospek perdamaian perdagangan antara kedua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut kembali ke titik nol. Jika situasi ini berlarut-larut, pelaku pasar khawatir jaringan suplai global terganggu dan ekonomi dunia tertekan.
Di tengah kondisi tersebut, data lapangan kerja AS agak memenuhi ekspektasi, dengan kenaikan gaji yang melampaui ekspektasi. Sebanyak 164.000 lapangan kerja baru telah dibuka di AS pada Juli, sedikit di bawah estimasi Dow Jones sebanyak 165,000.
Gaji tercatat naik 3,2% secara year-on-year (YoY), melampaui proyeksi Dow Jones sebesar 0,1 persen poin. Kenaikan gaji ini ditafsirkan sebagai tanda kenaikan inflasi yang bisa mendorong tambahan pemangkasan suku bunga acuan AS akhir tahun ini.
"Data lapangan lerja Julo yang sesuai dengan ekspektasi tidak banyak mengubah prospek ekonomi makro. Namun bursa saham melihat problem lain," ujar Managing Director FTSE Russell Alec Young, sebagaimana dikutip CNBC International.
Tatkala The Fed menunjukkan sikap yang kurang dovish, lanjutnya, sikap Trump pun memperburuk keadaan dan membuat outlook perekonomiann global agak suram.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 0,3% atau 70 poin pada pembukaan pasar pukul 08:30 waktu setenpat (20:30 WIB) sebelum kemudian kian terpuruk selang 20 menit kemudian menjadi sebesar 0,6% (149 poin) ke 26.433,88. Sementara itu, indeks S&P 500 tertekan 0,7% (20 poin) ke 2.933,7 dan indeks Nasdaq tertekan 0,9% atau 75 poin ke 8.036.
Dalam cuitannya pada Kamis, Trump mengatakan pihaknya akan mengenakan 10% tarif terhadap produk China senilai US$300 miliar. Tarif baru tersebut akan berlaku pada 1 September. Trump juga akan mengumumkan sikapnya terhadap Uni Eropa pada Jumat.
Sebagaimana diberitakan Reuters, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan mengambil tindakan balasan jika tarif tersebut benar-benar diberlakukan.
Akibatnya, prospek perdamaian perdagangan antara kedua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut kembali ke titik nol. Jika situasi ini berlarut-larut, pelaku pasar khawatir jaringan suplai global terganggu dan ekonomi dunia tertekan.
Di tengah kondisi tersebut, data lapangan kerja AS agak memenuhi ekspektasi, dengan kenaikan gaji yang melampaui ekspektasi. Sebanyak 164.000 lapangan kerja baru telah dibuka di AS pada Juli, sedikit di bawah estimasi Dow Jones sebanyak 165,000.
Gaji tercatat naik 3,2% secara year-on-year (YoY), melampaui proyeksi Dow Jones sebesar 0,1 persen poin. Kenaikan gaji ini ditafsirkan sebagai tanda kenaikan inflasi yang bisa mendorong tambahan pemangkasan suku bunga acuan AS akhir tahun ini.
"Data lapangan lerja Julo yang sesuai dengan ekspektasi tidak banyak mengubah prospek ekonomi makro. Namun bursa saham melihat problem lain," ujar Managing Director FTSE Russell Alec Young, sebagaimana dikutip CNBC International.
Tatkala The Fed menunjukkan sikap yang kurang dovish, lanjutnya, sikap Trump pun memperburuk keadaan dan membuat outlook perekonomiann global agak suram.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular