Harap-harap Cemas Tunggu The Fed, Rupiah Termehek-mehek

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 July 2019 09:06
Harap-harap Cemas Tunggu The Fed, Rupiah Termehek-mehek
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menguat kala pembukaan perdagangan pasar spot hari ini. Namun penguatan tersebut ternyata fana belaka. 

Pada Rabu (31/7/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.010 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Akan tetapi, rupiah tidak kuat berlama-lama di zona hijau. Pada pukul 08:36 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.023 di mana rupiah berbalik melemah 0,06%. 


Wajar saja rupiah melemah, sebab para tetangganya juga demikian. Di Asia, hanya yen Jepang dan rupee India yang masih mampu menguat terhadap dolar AS. 

Juga senasib dengan rupiah, depresiasi mata uang utama Benua Kuning pun tipis-tipis saja. Oleh karena itu, pelemahan 0,07% sudah cukup untuk membuat rupiah menjadi mata uang terlemah kedua di Asia, hanya lebih baik dari ringgit Malaysia. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:37 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya faktor utama penyebab kegalauan mata uang Asia adalah jelang rapat komite pengambil kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserves/The Fed, yaitu Federal Open Market Committee (FOMC). Dini hari nanti waktu Indonesia, FOMC akan menggelar rapat untuk menentukan suku bunga acuan. 

Pasar dibuat deg-degan menanti hasil rapat ini. Pasalnya, kemungkinan besar Ketua Jerome 'Jay' Powelldan sejawat baka menurunkan suku bunga acuan. Jika terjadi, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Desember 2008 atau hampir 11 tahun. 

 

Saat ini, arah angin berpihak kepada penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan Federal Funds Rate 25 bps adalah 78,1%, dan peluang pemangkasan 50 bps adalah 21,9%. 

Semakin dekat ke pengumuman hasil rapat, yang tinggal hitungan jam, investor semakin tegang. Ketegangan ini dituangkan dalam bentuk bermain aman, ogah mengambil risiko di instrumen negara-negara berkembang. Akibatnya jelas, mata uang Asia kompak melemah di hadapan greenback

Selain itu, investor juga sepertinya agak mencemaskan perkembangan hubungan AS-China. Saat ini, kedua negara tengah melangsungkan perundingan di Shanghai. Meski sedang bernegosiasi, tetapi tidak menghentikan Presiden AS Donald Trump untuk melancarkan 'serangan'. Melalui serangkaian cuitan di Twitter, Trump kembali menuliskan ancaman terhadap Beijing. 

"Masalahnya ada pada mereka kalau terus menunggu. Kalau saya menang (dalam pemilihan presiden AS 2020), mereka butuh negosiasi lebih keras dibandingkan yang sekarang. Atau bahkan tidak akan ada kesepakatan.

China semestinya mulai membeli produk pertanian AS, belum ada tanda mereka melakukan itu. Jadi masalah ada di China, mereka tidak datang," demikian cuit Trump. 

Pernyataan ini tentu berpotensi membuat meja perundingan di Shanghai memanas. Bahkan bukan tidak mungkin perundingan akan kembali menemui jalan buntu seperti Mei lalu. 

Aura damai dagang AS-China yang sempat terasa usai pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Osaka akhir Juni kini kembali samar-samar. Sesuatu yang tentu sangat membuat dunia ketar-ketir. 

Perkembangan ini juga sedikit banyak mempengaruhi pasar. Didorong oleh prospek damai dagang yang bisa saja pudar, investor tambah bermain aman. Jadi tidak heran rupiah dkk di Asia tertekan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular