Sepi Sentimen, IHSG Sesi I Terdampar di Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 July 2019 12:49
Sepi Sentimen, IHSG Sesi I Terdampar di Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 0,12% ke level 6.392,39, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum pernah merasakan pahitnya zona merah hingga tengah hari. Per akhir sesi satu, IHSG menguat 0,24% ke level 6.400,58. IHSG semakin mantap untuk memutus rentetan koreksi selama tiga hari beruntun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG menguat di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+0,95%), PT Metropolitan Kentjana Tbk/MKPI (+19,8%), PT Astra International Tbk/ASII (+0,7%), PT Indosat Tbk/ISAT (+12,09%), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+2,36%).

IHSG berhasil mengekor kinerja dari mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,36%, indeks Shanghai bertambah 0,29%, indeks Hang Seng menguat 0,28%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,29%.

Kembali hadirnya optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan bertindak lebih dovish dalam pertemuannya bulan ini menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.

Optimisme tersebut kembali hadir pasca rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin (24/7/2019), pembacaan awal atas data Manufacturing PMI periode Juli 2019 diumumkan di level 50 oleh Markit, di bawah konsensus yang sebesar 50,9, dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, nilai sebesar 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di AS tak membukukan ekspansi pada bulan Juli jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, walaupun di sisi lain juga tak membukukan kontraksi. Dilansir dari Trading Economics, Manufacturing PMI senilai 50 tersebut merupakan yang terendah yang pernah dibukukan AS sejak September 2009.

Dengan lesunya laju perekonomian AS, praktis The Fed menjadi memiliki alasan yang lebih kuat untuk memangkas tingkat suku bunga acuan secara lebih agresif.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 24 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps pada pertemuan bulan ini naik menjadi 25,6%, dari 20,9% sehari sebelumnya.

Sebelumnya, optimisme bahwa The Fed akan bertindak lebih dovish sempat memudar lantaran pernyataan dari John Williams selaku New York Federal Reserve President 'didinginkan' oleh Federal Reserve Bank of New York.

Pada pekan lalu, Williams mengatakan bahwa The Fed perlu untuk "bertindak cepat" di tengah pelemahan ekonomi yang saat ini tengah terjadi, dilansir dari CNBC International.

"Lebih baik untuk mengambil langkah pencegahan ketimbang menunggu datangnya bencana," kata Williams.

Namun kemudian, Federal Reserve Bank of New York mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa pernyataan dari Williams bersifat akademis dan tidak mencerminkan arah kebijakan moneter dari bank sentral paling berpengaruh di dunia tersebut.

Diharapkan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang lebih agresif bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing. Ketika tingkat suku bunga acuan dipangkas, apalagi secara agresif, tingkat suku bunga kredit bisa diturunkan sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan perekonomian AS tumbuh sebesar 2,5% pada tahun 2019, sebelum kemudian turun drastis menjadi 1,7% pada tahun 2020. Pada tahun 2018, perekonomian AS tumbuh hingga 2,9%, menandai laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015 silam.

Kala perekonomian AS melaju di level yang relatif tinggi, laju perekonomian dari negara-negara lain juga akan terkerek naik. Maklum, AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi.
Selain itu, kabar gembira bagi bursa saham regional datang dari AS dan China yang akan segera menggelar negosiasi dagang secara langsung. Dalam wawancara dengan CNBC International kemarin waktu setempat, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer akan bertandang ke China pada hari Senin (29/7/2019) untuk kemudian menggelar negosiasi dagang selama dua hari yang dimulai sehari setelahnya (Selasa, 30/7/2019).

Memang, Mnuchin mengungkapkan bahwa saat ini ada banyak masalah yang belum bisa dipecahkan oleh kedua belah pihak.

“Saya akan mengatakan bahwa ada banyak permasalahan (yang belum bisa dipecahkan),” kata Mnuchin, dilansir dari CNBC International.

Namun di sisi lain, Mnuchin optimistis bahwa kedua belah pihak akan menciptakan kemajuan dengan melakukan perundingan.

“Ekspektasi saya adalah ini (negosiasi dagang di China) akan dilanjutkan dengan negosiasi di Washington dan mudah-mudahan, kami akan terus menghasilkan kemajuan.”

Memang, kesepakatan dagang kedua negara tetap tampak sulit untuk diteken dalam waktu dekat. Pasalnya sebelumnya, pejabat Gedung Putih memberi sinyal bahwa kesepakatan dagang kedua negara membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diteken atau sekitar enam bulan. Ada kemungkinan yang besar bahwa perang dagang AS-China akan berlanjut hingga ke tahun 2020.

Namun, dengan digelarnya negosiasi dagang, apalagi secara tatap muka, diharapkan bahwa setidaknya kedua negara bisa terus mempertahankan gencatan senjata di bidang perdagangan yang saat ini tengah berlaku.

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular