
Yield SUN Turun Drastis, tapi Masih Bisa Turun Lagi!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 July 2019 18:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah diprediksi masih dapat menguat lagi, setelah penguatan yang nyaris beruntun sejak 31 Mei mulai menembus target yang dipatok pelaku pasar.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, memprediksi kenaikan harga surat berharga negara (SBN) masih dapat terjadi hingga akhir tahun, mengingat ada potensi penurunan suku bunga baik di tingkat global maupun domestik.
"Worst case, kalaupun suku bunga tidak naik, pasar obligasi masih bisa menguat lagi karena supply sedikit di pasar," ujarnya sore ini (3/7/19).
Dia mengatakan saat ini penguatan harga telah membuat tingkat imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun tertekan hingga level 7,3%, dan sudah mencapai prediksi awal yang sudah dia cabangkan sejak sentimen potensi penurunan suku bunga global mulai mengemuka.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Hari ini, Refinitiv mencatat yield SUN 10 tahun turun 4,2 basis poin (bps) hingga 7,3%, diikuti oleh tiga seri acuan lain yaitu seri FR0077 bertenor 5 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
"Lokal juga tidak banyak menjual ketika harga sudah naik seperti sekarang. Alasannya dua, pertama takut tidak bisa beli lagi, kedua karena ada aturan minimal persentase bagi institusi."
Sumber: Refinitiv
Secara khusus, Ramdhan juga mengkritisi porsi asing yang sudah hampir menyentuh 40% di pasar SBN, yang menunjukkan arus modal asing masuk ke pasar obligasi rupiah dengan berbarengan dengan penguatan harga.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 989,92 triliun SBN, atau 39,11% dari total beredar Rp 2.531 triliun berdasarkan data per 1 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 96,67 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Porsi asing itu juga kembali menembus rekor nominal SUN yang dimiliki investor asing, setelah sebelumnya hampir setiap hari arus dana asing masih tetap masuk ke pasar obligasi rupiah domestik.
Menurut Ramdhan, investor lokal seharusnya diberi insentif pajak untuk investasi di pasar obligasi sehingga pendalaman pasar khususnya untuk mencari investor baru benar-benar terealisasi dan mencegah fluktuasi pasar ketika sentimen global sedang buruk dan mengkhawatirkan investor asing.
Selain itu, nilai penerbitan obligasi pemerintah yang relatif naik setiap tahun pun tidak dibarengi dengan kenaikan PDB Indonesia, sehingga rasio utang terhadap PDB berpotensi naik setiap tahunnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, memprediksi kenaikan harga surat berharga negara (SBN) masih dapat terjadi hingga akhir tahun, mengingat ada potensi penurunan suku bunga baik di tingkat global maupun domestik.
"Worst case, kalaupun suku bunga tidak naik, pasar obligasi masih bisa menguat lagi karena supply sedikit di pasar," ujarnya sore ini (3/7/19).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Hari ini, Refinitiv mencatat yield SUN 10 tahun turun 4,2 basis poin (bps) hingga 7,3%, diikuti oleh tiga seri acuan lain yaitu seri FR0077 bertenor 5 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
"Lokal juga tidak banyak menjual ketika harga sudah naik seperti sekarang. Alasannya dua, pertama takut tidak bisa beli lagi, kedua karena ada aturan minimal persentase bagi institusi."
Yield Obligasi Negara Acuan 3 Jul'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 2 Jul'19 (%) | Yield 3 Jul'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 3 Jul'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.868 | 6.794 | -7.40 | 6.7853 |
FR0078 | 10 tahun | 7.344 | 7.302 | -4.20 | 7.3351 |
FR0068 | 15 tahun | 7.684 | 7.646 | -3.80 | 7.6025 |
FR0079 | 20 tahun | 7.944 | 7.872 | -7.20 | 7.8901 |
Avg movement | -5.65 |
Secara khusus, Ramdhan juga mengkritisi porsi asing yang sudah hampir menyentuh 40% di pasar SBN, yang menunjukkan arus modal asing masuk ke pasar obligasi rupiah dengan berbarengan dengan penguatan harga.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 989,92 triliun SBN, atau 39,11% dari total beredar Rp 2.531 triliun berdasarkan data per 1 Juli.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 96,67 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Porsi asing itu juga kembali menembus rekor nominal SUN yang dimiliki investor asing, setelah sebelumnya hampir setiap hari arus dana asing masih tetap masuk ke pasar obligasi rupiah domestik.
Menurut Ramdhan, investor lokal seharusnya diberi insentif pajak untuk investasi di pasar obligasi sehingga pendalaman pasar khususnya untuk mencari investor baru benar-benar terealisasi dan mencegah fluktuasi pasar ketika sentimen global sedang buruk dan mengkhawatirkan investor asing.
Selain itu, nilai penerbitan obligasi pemerintah yang relatif naik setiap tahun pun tidak dibarengi dengan kenaikan PDB Indonesia, sehingga rasio utang terhadap PDB berpotensi naik setiap tahunnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular