
Rupiah KO di Kurs Tengah BI, Terlemah Ketiga Asia di Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 July 2019 10:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga tidak berdaya menghadapi dolar AS di pasar spot.
Pada Selasa (2/7/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.140. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah juga terjebak di zona merah. Pada pukul 10:23 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.142 di mana rupiah melemah 0,23%.
Kala pembukaan pasar spot, depresiasi rupiah tipis saja di 0,04%. Namun seiring perjalanan, pelemahan rupiah semakin dalam.
Tidak cuma rupiah, warna merah juga menghiasi mata uang lain di Asia. Yuan China, rupee India, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Singapura, baht Thailand, sampai dolar Taiwan menemani rupiah di area depresiasi.
Won menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Sementara di atas won ada baht dan rupiah menempati posisi ketiga dari bawah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:27 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, mayoritas mata uang Asia menguat karena terpaan sentimen positif prospek damai dagang AS-China. Di sela-sela KTT G20 akhir pekan lalu, Presiden AS dan Presiden China Xi Jinping menyepakati 'gencatan senjata'.
Washington dan Beijing akan kembali ke meja perundingan yang ditinggalkan sejak Mei. Selagi perundingan berlangsung, masing-masing negara berjanji untuk tidak menyentuh tarif bea masuk.
Namun kabar gembira ini ternyata tidak bisa lama-lama mendorong risk appetite pasar. Praktis sentimen ini hanya laku satu hari, dan saat ini pelaku pasar sudah kembali ke bumi.
Apalagi kemudian investor menyadari bahwa proses menuju damai dagang yang sebenarnya masih panjang. Sebelumnya, kesepakatan yang disebut-sebut sudah mencapai 90% pun bisa gagal di tengah jalan.
"Walau Washington sepakat untuk menunda kenaikan tarif bea masuk untuk produk China sepanjang negosiasi, dan bahkan Trump menyebutkan akan memutuskan sesuatu tentang Huawei, masih banyak hal yang belum bisa dipegang. Terbukti kesepakatan yang sudah 90% saja tidak cukup, dan dengan sisa 10% ternyata berisi hal-hal fundamental, tidak akan mudah mencapai kesepakatan 100%," tulis tajuk di China Daily, seperti diberitakan Reuters.
Pasar yang sempat terbang ke awan kini kembali kembali menginjak bumi. Kehati-hatian kembali terpasang, minat terhadap instrumen berisiko berkurang.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Kemudian, rilis data-data ekonomi di Asia juga kurang memuaskan. Di Jepang, Indeks Tankan untuk kuartal II-2019 tercatat di angka 7. Turun dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 12, dan menjadi angka terendah nyaris dalam tiga tahun terakhir.
Kemudian angka Purchasing Manager's Index (PMI) versi Jibun Bank periode Juni ada di 49,3. Angka di bawah 50 menandakan dunia usaha di Negeri Matahari Terbit sedang pesimistis, sehingga tidak melakukan ekspansi.
Teranyar, Indeks Keyakinan Konsumen di Jepang untuk periode Juni ada di 38,7. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 39,4 dan menjadi yang terendah sejak November 2014.
Lalu di China, PMI manufaktur versi National Bureau of Statistics periode Juni berada di 49,4. Lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 49,5.
Sedangkan PMI manufaktur versi Caixin untuk periode Juni ada di angka 49,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Ini menjadi kontraksi (angka di bawah 50) pertama sejak Februari.
Data-data ini menggambarkan bahwa perlambatan ekonomi di Asia adalah sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun kenyataan ini begitu pahit sehingga investor cenderung menghindar dari Asia. Akibatnya mata uang Asia ramai-ramai melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Selasa (2/7/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.140. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah juga terjebak di zona merah. Pada pukul 10:23 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.142 di mana rupiah melemah 0,23%.
Tidak cuma rupiah, warna merah juga menghiasi mata uang lain di Asia. Yuan China, rupee India, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Singapura, baht Thailand, sampai dolar Taiwan menemani rupiah di area depresiasi.
Won menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Sementara di atas won ada baht dan rupiah menempati posisi ketiga dari bawah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:27 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, mayoritas mata uang Asia menguat karena terpaan sentimen positif prospek damai dagang AS-China. Di sela-sela KTT G20 akhir pekan lalu, Presiden AS dan Presiden China Xi Jinping menyepakati 'gencatan senjata'.
Washington dan Beijing akan kembali ke meja perundingan yang ditinggalkan sejak Mei. Selagi perundingan berlangsung, masing-masing negara berjanji untuk tidak menyentuh tarif bea masuk.
Namun kabar gembira ini ternyata tidak bisa lama-lama mendorong risk appetite pasar. Praktis sentimen ini hanya laku satu hari, dan saat ini pelaku pasar sudah kembali ke bumi.
Apalagi kemudian investor menyadari bahwa proses menuju damai dagang yang sebenarnya masih panjang. Sebelumnya, kesepakatan yang disebut-sebut sudah mencapai 90% pun bisa gagal di tengah jalan.
"Walau Washington sepakat untuk menunda kenaikan tarif bea masuk untuk produk China sepanjang negosiasi, dan bahkan Trump menyebutkan akan memutuskan sesuatu tentang Huawei, masih banyak hal yang belum bisa dipegang. Terbukti kesepakatan yang sudah 90% saja tidak cukup, dan dengan sisa 10% ternyata berisi hal-hal fundamental, tidak akan mudah mencapai kesepakatan 100%," tulis tajuk di China Daily, seperti diberitakan Reuters.
Pasar yang sempat terbang ke awan kini kembali kembali menginjak bumi. Kehati-hatian kembali terpasang, minat terhadap instrumen berisiko berkurang.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Kemudian, rilis data-data ekonomi di Asia juga kurang memuaskan. Di Jepang, Indeks Tankan untuk kuartal II-2019 tercatat di angka 7. Turun dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 12, dan menjadi angka terendah nyaris dalam tiga tahun terakhir.
Kemudian angka Purchasing Manager's Index (PMI) versi Jibun Bank periode Juni ada di 49,3. Angka di bawah 50 menandakan dunia usaha di Negeri Matahari Terbit sedang pesimistis, sehingga tidak melakukan ekspansi.
Teranyar, Indeks Keyakinan Konsumen di Jepang untuk periode Juni ada di 38,7. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 39,4 dan menjadi yang terendah sejak November 2014.
Lalu di China, PMI manufaktur versi National Bureau of Statistics periode Juni berada di 49,4. Lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 49,5.
Sedangkan PMI manufaktur versi Caixin untuk periode Juni ada di angka 49,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Ini menjadi kontraksi (angka di bawah 50) pertama sejak Februari.
Data-data ini menggambarkan bahwa perlambatan ekonomi di Asia adalah sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun kenyataan ini begitu pahit sehingga investor cenderung menghindar dari Asia. Akibatnya mata uang Asia ramai-ramai melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular