
Koreksi Obligasi Angkat Yield SUN 20 Tahun Balik Lagi ke 8%
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 June 2019 18:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah yang ditutup terkoreksi hari ini membuat yield seri 20 tahun naik kembali ke atas level psikologis 8%, setelah sempat berada di level rendah itu sehari. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain.
Koreksi yang menghentikan reli panjang yang terjadi sejak akhir Mei hari ini dipicu oleh memanasnya tensi Iran-AS dan pembalikan arah teknis setelah reli panjang.
Pelemahan masih terjadi dan tidak sejalan dengan kondisi pasar obligasi global meskipun hari ini data neraca perdagangan dicatatkan surplus US$ 210 juta, berbalik dari prediksi pasar.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling melemah adalah FR00 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 7,8 basis poin (bps) menjadi 8,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,29 poin (0,12%) menjadi 253,65 dari posisi kemarin 253,95.
Melemahnya SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 545 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 538 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,03% dari posisi pekan lalu 2,02%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Sumber: Refinitiv
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan US Treasury.
Hal tersebut mencerminkan optimisnya pasar obligasi negara maju, khususnya yang berada di kawasan Eropa, karena keluarnya prediksi bahwa Bank Sentral Eropa akan menurunkan suku bunga atau melonggarkan kebijakan moneter selambatnya September, berdasarkan polling Reuters.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi yang menghentikan reli panjang yang terjadi sejak akhir Mei hari ini dipicu oleh memanasnya tensi Iran-AS dan pembalikan arah teknis setelah reli panjang.
Pelemahan masih terjadi dan tidak sejalan dengan kondisi pasar obligasi global meskipun hari ini data neraca perdagangan dicatatkan surplus US$ 210 juta, berbalik dari prediksi pasar.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat inverstor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling melemah adalah FR00 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan yield 7,8 basis poin (bps) menjadi 8,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 24 Jun'19 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 24 Jun'19 |
FR0077 | 5 tahun | 6.887 | 6.922 | 3.50 | 6.895 |
FR0078 | 10 tahun | 7.413 | 7.485 | 7.20 | 7.4547 |
FR0068 | 15 tahun | 7.796 | 7.852 | 5.60 | 7.8394 |
FR0079 | 20 tahun | 7.964 | 8.042 | 7.80 | 8.0359 |
Avg movement | 6.02 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,29 poin (0,12%) menjadi 253,65 dari posisi kemarin 253,95.
Melemahnya SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 545 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 538 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 2,03% dari posisi pekan lalu 2,02%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi 3 bulan-5 tahun dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada tenor 3 bulan-10 tahun yang mulai terjadi pada awal tahun tetapi timbul dan tenggelam, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 24 Jun'2019 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.11 | 2.112 | 3 bulan-5 tahun | 33.5 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.78 | 1.755 | 2 tahun-5 tahun | -2.2 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.739 | 1.709 | 3 tahun-5 tahun | -6.8 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.805 | 1.777 | 3 bulan-10 tahun | 7.7 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.066 | 2.035 | 2 tahun-10 tahun | -28 |
Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, OAT Perancis, gilt Inggris, dan US Treasury.
Hal tersebut mencerminkan optimisnya pasar obligasi negara maju, khususnya yang berada di kawasan Eropa, karena keluarnya prediksi bahwa Bank Sentral Eropa akan menurunkan suku bunga atau melonggarkan kebijakan moneter selambatnya September, berdasarkan polling Reuters.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 21 Jun'19 (%) | Yield 24 Jun'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.845 | 7.68 | -16.50 |
China | 3.25 | 3.266 | 1.60 |
Jerman | -0.281 | -0.31 | -2.90 |
Perancis | 0.051 | 0.02 | -3.10 |
Inggris | 0.844 | 0.808 | -3.60 |
India | 6.782 | 6.855 | 7.30 |
Jepang | -0.164 | -0.147 | 1.70 |
Malaysia | 3.659 | 3.674 | 1.50 |
Filipina | 5.149 | 5.126 | -2.30 |
Rusia | 7.39 | 7.42 | 3.00 |
Singapura | 1.97 | 2.011 | 4.10 |
Thailand | 2.205 | 2.18 | -2.50 |
Amerika Serikat | 2.066 | 2.033 | -3.30 |
Afrika Selatan | 8.05 | 8.145 | 9.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular