
Sederet Sentimen Ini Bakal Bikin Investor Dag-Dig-Dug-Duaar
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 June 2019 18:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan lalu menjadi masa yang cukup indah di pasar modal dalam negeri. Ditutup di level 6.250,26 pada perdagangan hari Jumat (14/6/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 39 poin atau 0,62% dalam sepekan. Imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun juga turun dari 7,8% menjadi 7,69% dalam waktu satu minggu.
Sebagai informasi, yield obligasi akan bertolak belakang dengan harga. Kala yield turun, artinya harga obligasi meningkat.
Namun itu sudah terjadi pekan lalu. Lantas bagaimana nasib pasar keuangan Indonesia pekan depan?
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat, setidaknya ada beberapa sentimen utama yang sekiranya akan mempengaruhi pasar dalam lima hari perdagangan ke depan (17-21/6/2019).
Suku bunga acuan tampaknya akan menjadi isu penting yang sangat dinantikan oleh pelaku pasar. Pasalnya pada hari Kamis (20/6/2019) dini hari waktu Indonesia, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve akan mengumumkan suku bunga acuan Federal Fund Rate (FFR) dan proyeksi perekonomian.
Sebenarnya, pelaku pasar masih meyakini bahwa The Fed akan menahan suku bunga di kisaran 2,25%-2,5% pada pengumuman Kamis besok. Mengutip CME Group, sebuah lembaga pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, probabilitas The Fed menahan suku bunga di rapat bulan ini mencapai 76,7%. Sementara probabilitas turun 25 basis poin hanya 23,3%.
Tapi kemungkinannya masih tetap ada.
Rilis data inflasi di AS semakin mempertebal keyakinan pelaku pasar bahwa suku bunga acuan bisa turun. Pada Mei, inflasi di Negeri Adidaya tercatat 0,1% MoM dan 1,8% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan laju bulan sebelumnya yaitu 0,3% MoM dan 1,9% YoY. Inflasi yang moderat menandakan aktivitas ekonomi kurang bergairah. Ini memberi ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan.
Sebelumnya di awal bulan Juni, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,3 poin persentase menjadi tinggal 2,6%. Dalam kondisi perekonomian yang sedang lesu, pelonggaran kebijakan moneter (penurunan suku bunga) agaknya menjadi opsi yang masuk akal.
Sebelum pengumuman hasil rapat, data pembangunan rumah baru AS bulan Mei juga akan dibacakan pada hari Selasa (18/6/2019). Konsensus memperkirakan pembangunan rumah baru akan terkontraksi 2,4% pada bulan Mei, dibanding April. Bila pada kenyataannya lebih buruk dari itu, maka semakin banyak alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
Pun bila pada akhirnya The Fed masih mempertahankan suku bunga pekan depan, kemungkinan penurunan dalam waktu dekat masih cukup tinggi. Apalagi bila Gubernur The Fed, Jerome Powell melontarkan nada-nada yang semakin kalem 'dovish' pada pembacaan proyeksi perekonomian.
CME group memperkirakan kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga 25 basis poin ke kisaran 2%-2,25% pada rapat bulan Juli mencapai 68%. Sementara kemungkinan suku bunga ditahan hanya 12,5%.
Dampak dari pengumuman suku bunga di AS juga berpotensi menular ke Indonesia.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>
Dampak dari pengumuman suku bunga di AS juga akan menular ke Indonesia. Apalagi di hari yang sama, yaitu Kamis (20/6/2019), Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni. Pengumuman tersebut akan berisi penetapan suku bunga dan proyeksi perekonomian Indonesia ke depan.
Sebagaimana yang telah diketahui, suku bunga The Fed akan sangat mempengaruhi arah kebijakan moneter sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Bila FFR turun, maka suku bunga acuan BI, 7 Day Repo Rate juga punya ruang lebih besar untuk menyesuaikan.
Namun, masih ada pemberat bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Salah satunya adalah neraca dagang yang masih tekor. Bahkan pada bulan April, neraca dagang RI tercatat sebesar US$ 2,5 miliar dan merupakan yang paling dalam sepanjang sejarah.
Di satu sisi, penurunan suku bunga dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Namun dampaknya, impor akan semakin besar dan berpotensi membuat neraca dagang semakin terbebani. Ujungnya, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan semakin sulit diberantas.
Sebagai informasi, pengumuman neraca dagang Indonesia periode Mei diundur menjadi tanggal 24 Juni 2019 karena adanya libur lebaran.
Perang Dagang AS-China Masih Panas
Selagi dibuat grogi atas penantian kebijakan suku bunga, pelaku pasar juga kemungkinan masih akan dibuat dag-dig-dug oleh perkembangan perang dagang AS-China.
Hingga saat ini, masih belum pengumuman yang pasti tentang kapan Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping akan bertemu. Trump telah berkali-kali mengatakan rencananya untuk bertemu Xi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 28-29 Juni 2019 mendatang di Osaka, Jepang.
Namun, pihak China masih belum mengonfirmasi pertemuatn tersebut. Tampaknya masih ada beberapa persoalan yang masih harus diselesaikan sebelum keduanya siap untuk bertemu.
Perkembangan kabar dari rencana tersebut diprediksi mampu membuat pelaku pasar menentukan langkah investasi. Bila sampai pertemuan tersebut benar-benar batal sama sekali, perang dagang dua raksasa ekonomi dunia semakin berisiko untuk tereskalasi.
Trump sudah berkali-kali mengancam akan mengenakan bea masuk sebesar 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar. Sebelumnya produk-produk tersebut bukan merupakan objek perang dagang.
Sebagai latar belakang, pada bulan Mei, AS telah secara resmi menaikkan bea impor menjadi 25% (dari yang semula 10%) terhadap produk China senilai US$ 200 miliar. China juga membalas dengan mengenakan tambahan tarif 5%-25% pada produk AS senilai US$ 60 miliar.
Eskalasi perang dagang AS-China tentu akan membuat gairah ekonomi global akan semakin lesu dan tak bergairah. Risiko koreksi nilai aset makin membuncah dan membuat investor menahan diri untuk berinvestasi.
Berikut data-data ekonomi sejumlah negara yang akan dirilis pekan depan:
Senin, 17 Juni 2019
Selasa, 18 Juni 2019
(taa/dru) Next Article Meski Suku Bunga Turun, Langkah The Fed Masih Hawkish
Sebagai informasi, yield obligasi akan bertolak belakang dengan harga. Kala yield turun, artinya harga obligasi meningkat.
Namun itu sudah terjadi pekan lalu. Lantas bagaimana nasib pasar keuangan Indonesia pekan depan?
Suku bunga acuan tampaknya akan menjadi isu penting yang sangat dinantikan oleh pelaku pasar. Pasalnya pada hari Kamis (20/6/2019) dini hari waktu Indonesia, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve akan mengumumkan suku bunga acuan Federal Fund Rate (FFR) dan proyeksi perekonomian.
Sebenarnya, pelaku pasar masih meyakini bahwa The Fed akan menahan suku bunga di kisaran 2,25%-2,5% pada pengumuman Kamis besok. Mengutip CME Group, sebuah lembaga pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, probabilitas The Fed menahan suku bunga di rapat bulan ini mencapai 76,7%. Sementara probabilitas turun 25 basis poin hanya 23,3%.
Tapi kemungkinannya masih tetap ada.
Rilis data inflasi di AS semakin mempertebal keyakinan pelaku pasar bahwa suku bunga acuan bisa turun. Pada Mei, inflasi di Negeri Adidaya tercatat 0,1% MoM dan 1,8% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan laju bulan sebelumnya yaitu 0,3% MoM dan 1,9% YoY. Inflasi yang moderat menandakan aktivitas ekonomi kurang bergairah. Ini memberi ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan.
Sebelumnya di awal bulan Juni, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,3 poin persentase menjadi tinggal 2,6%. Dalam kondisi perekonomian yang sedang lesu, pelonggaran kebijakan moneter (penurunan suku bunga) agaknya menjadi opsi yang masuk akal.
Sebelum pengumuman hasil rapat, data pembangunan rumah baru AS bulan Mei juga akan dibacakan pada hari Selasa (18/6/2019). Konsensus memperkirakan pembangunan rumah baru akan terkontraksi 2,4% pada bulan Mei, dibanding April. Bila pada kenyataannya lebih buruk dari itu, maka semakin banyak alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
Pun bila pada akhirnya The Fed masih mempertahankan suku bunga pekan depan, kemungkinan penurunan dalam waktu dekat masih cukup tinggi. Apalagi bila Gubernur The Fed, Jerome Powell melontarkan nada-nada yang semakin kalem 'dovish' pada pembacaan proyeksi perekonomian.
CME group memperkirakan kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga 25 basis poin ke kisaran 2%-2,25% pada rapat bulan Juli mencapai 68%. Sementara kemungkinan suku bunga ditahan hanya 12,5%.
Dampak dari pengumuman suku bunga di AS juga berpotensi menular ke Indonesia.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>
Dampak dari pengumuman suku bunga di AS juga akan menular ke Indonesia. Apalagi di hari yang sama, yaitu Kamis (20/6/2019), Bank Indonesia (BI) juga akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni. Pengumuman tersebut akan berisi penetapan suku bunga dan proyeksi perekonomian Indonesia ke depan.
Sebagaimana yang telah diketahui, suku bunga The Fed akan sangat mempengaruhi arah kebijakan moneter sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Bila FFR turun, maka suku bunga acuan BI, 7 Day Repo Rate juga punya ruang lebih besar untuk menyesuaikan.
Namun, masih ada pemberat bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Salah satunya adalah neraca dagang yang masih tekor. Bahkan pada bulan April, neraca dagang RI tercatat sebesar US$ 2,5 miliar dan merupakan yang paling dalam sepanjang sejarah.
Di satu sisi, penurunan suku bunga dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Namun dampaknya, impor akan semakin besar dan berpotensi membuat neraca dagang semakin terbebani. Ujungnya, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan semakin sulit diberantas.
Sebagai informasi, pengumuman neraca dagang Indonesia periode Mei diundur menjadi tanggal 24 Juni 2019 karena adanya libur lebaran.
Perang Dagang AS-China Masih Panas
Selagi dibuat grogi atas penantian kebijakan suku bunga, pelaku pasar juga kemungkinan masih akan dibuat dag-dig-dug oleh perkembangan perang dagang AS-China.
Hingga saat ini, masih belum pengumuman yang pasti tentang kapan Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping akan bertemu. Trump telah berkali-kali mengatakan rencananya untuk bertemu Xi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 28-29 Juni 2019 mendatang di Osaka, Jepang.
Namun, pihak China masih belum mengonfirmasi pertemuatn tersebut. Tampaknya masih ada beberapa persoalan yang masih harus diselesaikan sebelum keduanya siap untuk bertemu.
Perkembangan kabar dari rencana tersebut diprediksi mampu membuat pelaku pasar menentukan langkah investasi. Bila sampai pertemuan tersebut benar-benar batal sama sekali, perang dagang dua raksasa ekonomi dunia semakin berisiko untuk tereskalasi.
Trump sudah berkali-kali mengancam akan mengenakan bea masuk sebesar 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar. Sebelumnya produk-produk tersebut bukan merupakan objek perang dagang.
Sebagai latar belakang, pada bulan Mei, AS telah secara resmi menaikkan bea impor menjadi 25% (dari yang semula 10%) terhadap produk China senilai US$ 200 miliar. China juga membalas dengan mengenakan tambahan tarif 5%-25% pada produk AS senilai US$ 60 miliar.
Eskalasi perang dagang AS-China tentu akan membuat gairah ekonomi global akan semakin lesu dan tak bergairah. Risiko koreksi nilai aset makin membuncah dan membuat investor menahan diri untuk berinvestasi.
Berikut data-data ekonomi sejumlah negara yang akan dirilis pekan depan:
Senin, 17 Juni 2019
- Indeks Pasar Perumahan NAHB Amerika Serikat periode Juni (21:00 WIB)
Selasa, 18 Juni 2019
- Indeks Tankan Jepang periode Juni (06:00 WIB)
- Indeks Harga Rumah China periode Mei (08:30 WIB)
- Data pembangunan rumah baru AS periode Mei (19:30 WIB)
- Neraca perdagangan (ekspor-impor) Jepang periode Mei (06:50 WIB)
- Data transaksi berjalan Zona Euro periode April (15:00 WIB)
- Suku bunga acuan AS (01:00 WIB)
- Data transaksi berjalan AS kuartal I-2019 (19:30 WIB)
- Data klaim tunjangan pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 15 Juni (19:30 WIB)
- Tingkat inflasi Jepang periode Mei (06:30 WIB)
- Data pembacaan awal Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Jepang periode Juni versi Nikkei (07:30 WIB)
- Data pembacaan awal PMI manufaktur AS periode Juni (20:45 WIB)
- Data penjualan rumah bukan baru (existing) AS periode Mei (21:00 WIB)
(taa/dru) Next Article Meski Suku Bunga Turun, Langkah The Fed Masih Hawkish
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular