
AS-Iran Memanas & China Lesu, Wall Street Diproyeksi Memerah
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
14 June 2019 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa-bursa saham di Wall Street besar kemungkinan tidak akan merasakan happy Friday menyusul sikap defensif pelaku pasar yang terus memantau situasi geopolitik di Iran dan kekecewaan atas rilis data terbaru dari Negeri Tiongkok.
Pada pukul 19:00 WIB, kontrak future Dow Jones dan Nasdaq Composite mengimplikasikan pelemahan masing-masing sebesar 42,77 poin dan 49,93 poin. Sementara S&P 500 diimplikasikan turun 7,34 poin.
Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin renggang setelah Washington pada Kamis (13/6/2019) menuduh Negeri Persia ini sebagai dalang di balik penyerangan dua kapal tanker di Teluk Oman. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Iran mengirimkan serangan karena menginginkan tekanan dari AS untuk segera dicabut.
"Tidak ada sanksi ekonomi apapun yang membuat Republik Islam itu berhak menyerang warga sipil yang tidak bersalah, mengganggu pasar minyak global, dan melakukan ancaman nuklir," lanjutnya, dilansir dari CNBC International.
Teheran membantah terlibat dalam serangan itu. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh AS menggunakan kesempatan itu "untuk membuat tuduhan terhadap Iran, tanpa ada sedikit pun bukti faktual atau bukti tidak langsung," tuturnya seperti dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, relasi kedua negara memanas setelah AS menarik diri dari perjanjian pembatasan nuklir Iran dan menjatuhkan sanksi dengan tujuan memangkas habis ekspor minyak Negeri Para Mullah ini.
Di lain pihak, ekonomi China kembali mengirim tanda-tanda perlambatan ekonomi karena rilis produksi industri Mei menyentuh level terendah lebih dari 17 tahun. Output industri Negeri Panda tersebut bulan lalu hanya mampu tumbuh 5% secara tahunan, di bawah konsensus pasar yang ada di level 5,5% YoY sebagaimana dirilis Trading Economics.
Nilai tersebut juga lebih rendah dari capaian April yang tumbuh 5,4% YoY, dan yang terlemah sejak awal 2002, dilansir Reuters. Ekspor menjadi salah satu hambatan besar karena hanya menunjukkan pertumbuhan tipis.
Beberapa jam setelah data tersebut dirilis, Bank Sentral China mengumumkan akan menggelontorkan CNY 300 miliar untuk mampu menyokong bank-bank kecil, dikutip Reuters. Akan tetapi analis mengharapkan suntikan yang besar mengingat sengketa dagang Washington dan Beijing semakin berlarut-larut
Pada hari ini investor akan mencermati beberapa rilis data dari Negeri Paman Sam sebagai berikut:
1. Penjualan ritel bulan Mei pukul 19:30 WIB
2. Jumlah produksi industri bulan Mei pukul 20:15 WIB
3. Pembacaan awal untuk ekspektasi konsumen bulan Juni versi Michigan pukul 21:00 WIB
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Pada pukul 19:00 WIB, kontrak future Dow Jones dan Nasdaq Composite mengimplikasikan pelemahan masing-masing sebesar 42,77 poin dan 49,93 poin. Sementara S&P 500 diimplikasikan turun 7,34 poin.
Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin renggang setelah Washington pada Kamis (13/6/2019) menuduh Negeri Persia ini sebagai dalang di balik penyerangan dua kapal tanker di Teluk Oman. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Iran mengirimkan serangan karena menginginkan tekanan dari AS untuk segera dicabut.
Teheran membantah terlibat dalam serangan itu. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh AS menggunakan kesempatan itu "untuk membuat tuduhan terhadap Iran, tanpa ada sedikit pun bukti faktual atau bukti tidak langsung," tuturnya seperti dilansir dari CNBC International.
Untuk diketahui, relasi kedua negara memanas setelah AS menarik diri dari perjanjian pembatasan nuklir Iran dan menjatuhkan sanksi dengan tujuan memangkas habis ekspor minyak Negeri Para Mullah ini.
Di lain pihak, ekonomi China kembali mengirim tanda-tanda perlambatan ekonomi karena rilis produksi industri Mei menyentuh level terendah lebih dari 17 tahun. Output industri Negeri Panda tersebut bulan lalu hanya mampu tumbuh 5% secara tahunan, di bawah konsensus pasar yang ada di level 5,5% YoY sebagaimana dirilis Trading Economics.
Nilai tersebut juga lebih rendah dari capaian April yang tumbuh 5,4% YoY, dan yang terlemah sejak awal 2002, dilansir Reuters. Ekspor menjadi salah satu hambatan besar karena hanya menunjukkan pertumbuhan tipis.
Beberapa jam setelah data tersebut dirilis, Bank Sentral China mengumumkan akan menggelontorkan CNY 300 miliar untuk mampu menyokong bank-bank kecil, dikutip Reuters. Akan tetapi analis mengharapkan suntikan yang besar mengingat sengketa dagang Washington dan Beijing semakin berlarut-larut
Pada hari ini investor akan mencermati beberapa rilis data dari Negeri Paman Sam sebagai berikut:
1. Penjualan ritel bulan Mei pukul 19:30 WIB
2. Jumlah produksi industri bulan Mei pukul 20:15 WIB
3. Pembacaan awal untuk ekspektasi konsumen bulan Juni versi Michigan pukul 21:00 WIB
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular