
Sempat Berikan Perlawanan, Tapi IHSG Gagal ke Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 June 2019 16:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca ditutup melemah 0,47% pada perdagangan kemarin (12/6/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali loyo pada perdagangan hari ini. Walau dibuka menguat 0,1%, IHSG mengakhiri hari dengan koreksi sebesar 0,05% ke level 6.273,08.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,68%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,46%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,97%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-0,63%), dan PT Pakuwon Jati Tbk/PWON (-2,67%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,46%, indeks Hang Seng turun 0,05%, dan indeks Kospi turun 0,27%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Pelaku pasar menaruh harapan yang besar terhadap pertemuan Trump dan Xi tersebut jika nantinya benar terealisasi. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada bulan Desember lalu di Argentina, keduanya berhasil menyepakati gencatan senjata selama tiga bulan.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Kemarin siang, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain. Dari dalam negeri, rilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2019 oleh Bank Indonesia (BI) kembali gagal mendorong IHSG ke zona hijau. Sejatinya, secara sekilas angka IKK periode Mei 2019 yang dirilis kemarin terbilang oke.
BI mencatat IKK pada bulan lalu adalah senilai 128,2, naik 0,1 poin jika dibandingkan capaian bulan April yang senilai 128,1. Nilai IKK di atas 100 mencerminkan optimisme, sementara nilai di bawah 100 menunjukkan pesimisme. IKK pada Mei 2019 merupakan yang tertinggi sejak Januari 2012.
Sebagai informasi, IKK merupakan hasil dari survei konsumen yang dilakukan oleh BI dan merepresentasikan optimisme konsumen terhadap perekonomian Indonesia. IKK dibentuk oleh dua komponen yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
Untuk bulan Mei, IKE naik menjadi 113,5, dari yang sebelumnya 111,4 pada bulan April. Namun, IEK turun menjadi 142,9 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 144,8 pada bulan April.
Walaupun optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian di masa sekarang meningkat, optimisme terhadap kondisi perekonomian di masa depan (6 bulan mendatang) melemah.
Lantas, dampak dari rilis angka IKK terhadap saham-saham barang konsumsi menjadi terbatas. Pada perdagangan kemarin, indeks sektor barang konsumsi hanya naik tipis 0,27%, tak cukup untuk mengerek IHSG ke zona hijau. Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi justru jatuh sebesar 0,31%. Investor asing memegang peranan penting dalam membuat IHSG kembali melemah pada perdagangan hari ini. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 577,6 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).
Saham-saham yang banyak dilego investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 255,8 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 78,5 miliar), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 45,5 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 34,9 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 32,3 miliar).
Kinerja rupiah yang tak mendukung menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham tanah air oleh investor asing. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,32% di pasar spot ke level Rp 14.275/dolar AS.
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Wajar jika rupiah melemah pada hari ini. Pasalnya, dalam 4 hari perdagangan terakhir rupiah terus membukukan apresiasi. Jika ditotal, apresiasinya adalah sebesar 1,15%.
Selain itu, rilis angka cadangan devisa periode Mei 2019 pada hari ini juga tak menguntungkan bagi rupiah. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa per akhir bulan lalu, cadangan devisa bertengger di angka US$ 120,3 miliar atau ambruk hingga US$ 4 miliar jika dibandingkan dengan posisi per akhir April 2019.
BI menyebut bahwa penyebab turunnya cadangan devisa pada bulan lalu adalah tingginya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berkurangnya penempatan valas perbankan di bank sentral guna mengantisipasi siklus pembayaran dividen beberapa perusahaan asing.
Dengan menipisnya cadangan devisa, amunisi yang dimiliki BI untuk menstabilkan rupiah kala terdapat guncangan menjadi berkurang sehingga mata uang Garuda akan lebih rentan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong IHSG melemah di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,68%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (-2,46%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,97%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-0,63%), dan PT Pakuwon Jati Tbk/PWON (-2,67%).
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,46%, indeks Hang Seng turun 0,05%, dan indeks Kospi turun 0,27%.
Pelaku pasar menaruh harapan yang besar terhadap pertemuan Trump dan Xi tersebut jika nantinya benar terealisasi. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada bulan Desember lalu di Argentina, keduanya berhasil menyepakati gencatan senjata selama tiga bulan.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Kemarin siang, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain. Dari dalam negeri, rilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2019 oleh Bank Indonesia (BI) kembali gagal mendorong IHSG ke zona hijau. Sejatinya, secara sekilas angka IKK periode Mei 2019 yang dirilis kemarin terbilang oke.
BI mencatat IKK pada bulan lalu adalah senilai 128,2, naik 0,1 poin jika dibandingkan capaian bulan April yang senilai 128,1. Nilai IKK di atas 100 mencerminkan optimisme, sementara nilai di bawah 100 menunjukkan pesimisme. IKK pada Mei 2019 merupakan yang tertinggi sejak Januari 2012.
Sebagai informasi, IKK merupakan hasil dari survei konsumen yang dilakukan oleh BI dan merepresentasikan optimisme konsumen terhadap perekonomian Indonesia. IKK dibentuk oleh dua komponen yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
Untuk bulan Mei, IKE naik menjadi 113,5, dari yang sebelumnya 111,4 pada bulan April. Namun, IEK turun menjadi 142,9 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 144,8 pada bulan April.
Walaupun optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian di masa sekarang meningkat, optimisme terhadap kondisi perekonomian di masa depan (6 bulan mendatang) melemah.
Lantas, dampak dari rilis angka IKK terhadap saham-saham barang konsumsi menjadi terbatas. Pada perdagangan kemarin, indeks sektor barang konsumsi hanya naik tipis 0,27%, tak cukup untuk mengerek IHSG ke zona hijau. Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi justru jatuh sebesar 0,31%. Investor asing memegang peranan penting dalam membuat IHSG kembali melemah pada perdagangan hari ini. Per akhir sesi 2, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 577,6 miliar di pasar saham tanah air (pasar reguler).
Saham-saham yang banyak dilego investor asing di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 255,8 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 78,5 miliar), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 45,5 miliar), PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 34,9 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 32,3 miliar).
Kinerja rupiah yang tak mendukung menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham tanah air oleh investor asing. Hingga sore hari, rupiah melemah 0,32% di pasar spot ke level Rp 14.275/dolar AS.
Kala rupiah melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs sehingga wajar jika aksi jual mereka lakukan di pasar saham tanah air.
Wajar jika rupiah melemah pada hari ini. Pasalnya, dalam 4 hari perdagangan terakhir rupiah terus membukukan apresiasi. Jika ditotal, apresiasinya adalah sebesar 1,15%.
Selain itu, rilis angka cadangan devisa periode Mei 2019 pada hari ini juga tak menguntungkan bagi rupiah. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa per akhir bulan lalu, cadangan devisa bertengger di angka US$ 120,3 miliar atau ambruk hingga US$ 4 miliar jika dibandingkan dengan posisi per akhir April 2019.
BI menyebut bahwa penyebab turunnya cadangan devisa pada bulan lalu adalah tingginya kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berkurangnya penempatan valas perbankan di bank sentral guna mengantisipasi siklus pembayaran dividen beberapa perusahaan asing.
Dengan menipisnya cadangan devisa, amunisi yang dimiliki BI untuk menstabilkan rupiah kala terdapat guncangan menjadi berkurang sehingga mata uang Garuda akan lebih rentan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular