
Belum Ada Pijakan yang Kuat, IHSG Masih Labil
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 June 2019 09:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca ditutup melemah 0,47% pada perdagangan kemarin (12/6/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali loyo pada perdagangan hari ini. Walau dibuka menguat 0,1%, dengan cepat IHSG berbalik ke zona merah. Pada pukul 09:20 WIB, IHSG ditransaksikan melemah 0,15% ke level 6.266,92.
Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona: indeks Nikkei turun 0,71%, indeks Shanghai turun 0,53%, indeks Hang Seng turun 1,6%, indeks Straits Times turun 0,44%, dan indeks Kospi turun 1,2%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Pelaku pasar menaruh harapan yang besar terhadap pertemuan Trump dan Xi tersebut jika nantinya benar terealisasi. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi di sela-sela KTT G-20 pada bulan Desember lalu di Argentina, keduanya berhasil menyepakati gencatan senjata selama tiga bulan.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Kemarin siang, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain. Dari dalam negeri, rilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2019 oleh Bank Indonesia (BI) gagal mendorong IHSG ke zona hijau. Sejatinya, secara sekilas angka IKK periode Mei 2019 terbilang oke.
BI mencatat IKK pada bulan lalu adalah senilai 128,2, naik 0,1 poin jika dibandingkan capaian bulan April yang senilai 128,1. Nilai IKK di atas 100 mencerminkan optimisme, sementara nilai di bawah 100 menunjukkan pesimisme. IKK pada Mei 2019 merupakan yang tertinggi sejak Januari 2012.
Sebagai informasi, IKK merupakan hasil dari survei konsumen yang dilakukan oleh BI dan merepresentasikan optimisme konsumen terhadap perekonomian Indonesia. IKK dibentuk oleh dua komponen yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
Untuk bulan Mei, IKE naik menjadi 113,5, dari yang sebelumnya 111,4 pada bulan April. Namun, IEK turun menjadi 142,9 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 144,8 pada bulan April.
Walaupun optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian di masa sekarang meningkat, optimisme terhadap kondisi perekonomian di masa depan (6 bulan mendatang) melemah.
Lantas, dampak dari rilis angka IKK terhadap saham-saham barang konsumsi menjadi terbatas. Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi hanya naik tipis 0,07%, tak cukup untuk mengerek IHSG ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang sedang kompak ditransaksikan di zona: indeks Nikkei turun 0,71%, indeks Shanghai turun 0,53%, indeks Hang Seng turun 1,6%, indeks Straits Times turun 0,44%, dan indeks Kospi turun 1,2%.
Potensi eskalasi perang dagang AS-China sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, sempat terdapat optimisme bahwa Presiden AS Donald Trump akan melakukan dialog dengan Presiden China Xi Jinping ketika gelaran KTT G-20 berlangsung pada akhir bulan ini di Jepang.
Selama periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak akan mengerek bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.
Sayang, pertemuan Trump dan Xi ternyata masih begitu samar. Dengan waktu kurang dari tiga minggu, sejauh ini persiapan ke arah sana masih sangat minim.
Mengutip Reuters, pejabat senior di lingkungan pemerintahan China mengungkapkan bahwa Beijing bahkan belum melakukan apapun terkait rencana pertemuan Trump-Xi. "Bagi China, yang penting adalah protokol dan bagaimana beliau dihormati. China tidak ingin Xi pergi ke sebuah pertemuan yang akan mempermalukan dirinya," tegas sang pejabat.
Sekedar mengingatkan, Trump sebelumnya sudah mengancam bahwa dirinya akan membebankan bea masuk tambahan bagi produk impor asal China jika Xi sampai tak menemuinya di sela-sela KTT G-20 nanti.
Belum tereskalasi lagi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan. Kemarin siang, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi pada bulan April yang sebesar 14,6%.
Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain. Dari dalam negeri, rilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei 2019 oleh Bank Indonesia (BI) gagal mendorong IHSG ke zona hijau. Sejatinya, secara sekilas angka IKK periode Mei 2019 terbilang oke.
BI mencatat IKK pada bulan lalu adalah senilai 128,2, naik 0,1 poin jika dibandingkan capaian bulan April yang senilai 128,1. Nilai IKK di atas 100 mencerminkan optimisme, sementara nilai di bawah 100 menunjukkan pesimisme. IKK pada Mei 2019 merupakan yang tertinggi sejak Januari 2012.
Sebagai informasi, IKK merupakan hasil dari survei konsumen yang dilakukan oleh BI dan merepresentasikan optimisme konsumen terhadap perekonomian Indonesia. IKK dibentuk oleh dua komponen yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
Untuk bulan Mei, IKE naik menjadi 113,5, dari yang sebelumnya 111,4 pada bulan April. Namun, IEK turun menjadi 142,9 pada bulan Mei, dari yang sebelumnya 144,8 pada bulan April.
Walaupun optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian di masa sekarang meningkat, optimisme terhadap kondisi perekonomian di masa depan (6 bulan mendatang) melemah.
Lantas, dampak dari rilis angka IKK terhadap saham-saham barang konsumsi menjadi terbatas. Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi hanya naik tipis 0,07%, tak cukup untuk mengerek IHSG ke zona hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular