
Sudah 4 Hari 'Nanjak', Nafas Rupiah Habis
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 June 2019 08:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Setelah menguat empat hari beruntun, apakah rupiah masih punya tenaga mengarungi jalur pendakian?
Pada Kamis (13/6/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.230 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, rupiah langsung melemah. Pada pukul 08:21 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,14%
Sampai kemarin, rupiah berhasil menguat empat hari berturut-turut di hadapan dolar AS. Selama periode tersebut, apresiasi rupiah mencapai 1,15%.
Oleh karena itu, sepertinya rupiah akan sulit untuk kembali menguat hari ini. Apresiasi rupiah yang begitu tajam membuat mata uang Tanah Air rentan terserang ambil untung (profit taking).
Sementara mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:10 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dolar AS memang sedang terombang-ambing. Posisinya tidak jelas, punya potensi untuk menguat tetapi menanggung beban berat sehingga malah cenderung melemah.
Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%. Sebenarnya dolar AS punya ruang untuk menguat karena Dollar Index sudah berkurang 0,57% dalam sebulan terakhir. Sejak awal Juni, koreksi indeks ini mencapai 0,8%.
Ini menggambarkan dolar AS sebenarnya sudah murah. Semestinya situasi ini membuat investor memburu mata uang Negeri Paman Sam.
Namun langkah dolar AS terbeban oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan. Data terbaru di AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi kian terlihat sehingga butuh stimulus dari berbagai sisi, termasuk suku bunga.
Pada Mei, inflasi di Negeri Adidaya tercatat 0,1% month-on-month (MoM) dan 1,8% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan laju bulan sebelumnya yaitu 0,3% MoM dan 1,9% YoY.
Inflasi yang moderat menandakan aktivitas ekonomi kurang bergairah. Ini memberi ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bagi dolar AS, penurunan suku bunga bukan kabar baik. Sebab penurunan suku bunga akan membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kurang menguntungkan.
Terjebak di antara dua sentimen ini, dolar AS seperti masuk alam limbo. Tidak diterima dunia, tetapi tidak boleh memasuki alam berikutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (13/6/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.230 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, rupiah langsung melemah. Pada pukul 08:21 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,14%
Oleh karena itu, sepertinya rupiah akan sulit untuk kembali menguat hari ini. Apresiasi rupiah yang begitu tajam membuat mata uang Tanah Air rentan terserang ambil untung (profit taking).
![]() |
Mata Uang | Kurs Terakhir | Perubahan (%) |
USD/CNY | 6.9161 | 0.08 |
USD/HKD | 7.8231 | -0.01 |
USD/IDR | 14,250 | 0.14 |
USD/INR | 69.384 | 0.02 |
USD/JPY | 108.48 | -0.01 |
USD/KRW | 1,184.90 | 0.13 |
USD/MYR | 4.162 | 0.17 |
USD/PHP | 51.92 | -0.13 |
USD/SGD | 1.3659 | -0.05 |
USD/THB | 31.26 | 0.00 |
USD/TWD | 31.437 | 0.09 |
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dolar AS memang sedang terombang-ambing. Posisinya tidak jelas, punya potensi untuk menguat tetapi menanggung beban berat sehingga malah cenderung melemah.
Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%. Sebenarnya dolar AS punya ruang untuk menguat karena Dollar Index sudah berkurang 0,57% dalam sebulan terakhir. Sejak awal Juni, koreksi indeks ini mencapai 0,8%.
Ini menggambarkan dolar AS sebenarnya sudah murah. Semestinya situasi ini membuat investor memburu mata uang Negeri Paman Sam.
Namun langkah dolar AS terbeban oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan. Data terbaru di AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi kian terlihat sehingga butuh stimulus dari berbagai sisi, termasuk suku bunga.
Pada Mei, inflasi di Negeri Adidaya tercatat 0,1% month-on-month (MoM) dan 1,8% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan laju bulan sebelumnya yaitu 0,3% MoM dan 1,9% YoY.
Inflasi yang moderat menandakan aktivitas ekonomi kurang bergairah. Ini memberi ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bagi dolar AS, penurunan suku bunga bukan kabar baik. Sebab penurunan suku bunga akan membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini (utamanya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kurang menguntungkan.
Terjebak di antara dua sentimen ini, dolar AS seperti masuk alam limbo. Tidak diterima dunia, tetapi tidak boleh memasuki alam berikutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular