Ribut-Ribut AS-China Bikin Grogi, Bursa Saham Asia Terkoreksi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 June 2019 17:46
Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak menutup perdagangan hari ini di zona merah.
Foto: Bursa Tokyo ((AP Photo/Koji Sasahara))
Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak menutup perdagangan hari ini di zona merah: indeks Nikkei turun 0,35%, indeks Shanghai turun 0,56%, indeks Hang Seng turun 1,73%, indeks Straits Times turun 0,06%, dan indeks Kospi turun 0,14%.

Ribut-ribut AS-China di bidang perdagangan membuat pelaku pasar saham Asia grogi dan memasang mode defensif dengan melakukan aksi jual. Menjelang gelaran KTT G-20 pada akhir bulan ini di Jepang yang berpeluang mempertemukan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping, kedua belah pihak justru saling lempar pernyataan panas.

Trump menegaskan dirinya tidak ingin sebuah kesepakatan yang merugikan Negeri Adidaya. "China adalah kompetitor utama dan mereka ingin sebuah kesepakatan yang merugikan (bagi AS). Memang saya yang menunda terjadinya kesepakatan, karena saya ingin ada kesepakatan yang luar biasa atau tidak sama sekali," papar Trump, dilansir dari Reuters.

"Sebenarnya kami sudah sepakat dengan China, tetapi mereka malah bergerak mundur. Mereka bilang tidak ingin ada empat hal, lima hal. Namun kami sudah sepakat dengan China, dan kecuali mereka mau kembali ke kesepakatan itu maka saya tidak tertarik," lanjutnya.

Dari pihak China, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang menegaskan bahwa Beijing tidak takut jika memang harus menjalani perang dagang. "China tidak ingin perang dagang, tetapi tidak takut untuk menghadapinya. Jika AS ingin friksi dagang tereskalasi, maka kami akan merespons dan berjuang sampai akhir," tuturnya, dikutip Reuters.

Padahal, pelaku pasar menaruh harapan bahwa pertemuan Trump dengan Xi (jika terealisasi) akan menghasilkan sesuatu yang positif. Pasalnya, kali terakhir Trump bertemu dengan Xi yang juga terjadi di sela-sela KTT G-20 (bulan Desember di Argentina), keduanya menyepakati gencatan senjata selama 3 bulan.

Dalam periode gencatan senjata tersebut, keduanya tak mengerek naik bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Gencatan senjata ini kemudian diperpanjang oleh Trump seiring dengan perkembangan negosiasi dagang yang positif.

Jika tak juga ada resolusi yang bisa disepakati kedua negara, maka hampir bisa dipastikan bahwa perang dagang akan kembali memanas. Belum tereskalasi saja, perekonomian China sudah begitu tertekan.

Pada siang hari ini, penjualan mobil periode Mei 2019 diumumkan anjok hingga 16,4% secara tahunan, menandai penurunan selama 11 bulan beruntun. Kontraksi pada bulan Mei juga lebih buruk ketimbang kontraksi April yang sebesar 14,6%.

Mengingat posisi China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tekanan terhadap perekonomian China pastilah memberi dampak negatif yang relatif signifikan bagi negara-negara lain se-kawasan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Kesepakatan Dagang Tahap Satu Diteken, Bursa Asia Kompak Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular