Data Ini Sebabkan Harga Minyak Terjun Bebas, Apa Ya?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
12 June 2019 08:57
US Energy Information Administration telah memangkas proyeksi permintaan minyak tahun ini sebesar 160.000 barel/hari.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kembali anjlok seiring dengan proyeksi permintaan yang semakin suram. Penyebabnya adalah rilis data terbaru dari Amerika Serikat (AS).

Pada perdagangan Rabu (12/6/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Agustus amblas 1,33% ke posisi US$ 61,46/barel. Ada pun harga minyak jenis light sweet (WTI) kontrak pengiriman Juli menukik hingga 1,46% menjadi US$ 52,49/barel.



US Energy Information Administration (EIA) dalam laporan bulanannya menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia untuk 2019 sebesar 160.000 barel/hari menjadi 1,22 juta barel/hari. Sementara untuk 2020, perkiraan pertumbuhan permintaan minyak juga diturunkan 110.000 barel/hari menjadi 1,42 juta barel/hari.

Tentu saja kabar tersebut membuat investor khawatir terhadap risiko kelebihan pasokan alias oversupply. Hukum ekonomi dasar saja, kala permintaan sedikit maka harga barang pasti turun.

Kini perhatian pelaku pasar fokus pada Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu-sekutunya. Pasalnya banyak yang menaruh harapan bahwa OPEC dapat menjadi penyelamat pasar minyak dunia, seperti yang terjadi pada semester I-2019.

Pada Desember 2018 silam, OPEC+ (yang menyertakan negara produsen minyak lainnya seperti Rusia) sepakat untuk memangkas produksi minyak hingga 1,2 juta barel/hari pada periode Januari-Juni 2019. Itu lah yang menjadi salah satu faktor pendongkrak harga minyak hingga lebih dari 30% sepanjang Januari-April 2019.

Namun sejak eskalasi perang dagang AS-China terjadi pada Mei, kekuatan harga minyak mulai goyah. Bahkan sejak akhir April hingga saat ini, koreksi harga minyak telah mencapai 20%.

Wajar, karena perang dagang dua raksasa ekonomi dunia akan membuat rantai pasokan dunia terhambat dan membuat ekonomi melambat. Permintaan energi yang salah satunya berasal dari minyak pun terancam terkontraksi.

Maka dari itu, jika OPEC+ bisa terus memangkas produksi pada semester II-2019, keseimbangan pasar minyak bisa dipertahankan. Hal itu dapat mencegah harga minyak jatuh lebih dalam lagi, atau bahkan menguat.

Kepastiannya dapat diketahui selepas OPEC menggelar pertemuan yang semula dijadwalkan pada 25 Juni di Wina, Austria. Namun Rusia meminta untuk menunda waktu tanggal pertemuan menjadi 3-4 Juli 2019, menurut sumber yang dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/aji) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular