Bursa Global Melesat Saat Libur Lebaran, Lalu Nasib IHSG?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 June 2019 20:00
Sebelumnya Indonesia pernah berada di level yang sama sejak diturunkan dari BBB menjadi BBB- pada 10 Oktober 1997.
Foto: REUTERS/Chip East
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika Indonesia tengah libur Lebaran, pasar saham dunia justru melesat naik. Pasar saham Indonesia seperti kehilangan momentum.

Padahal ebelum musim mudik lebaran tiba, di akhir Mei Indonesia dikejutkan oleh 'THR' dari lembaga pemeringkat Standard&Poor's yaitu dengan menaikkan peringkat utang negara menjadi BBB, kembali ke level yang sama setelah 21 tahun, 7 bulan, dan 21 hari. 

Sebelumnya Indonesia pernah berada di level yang sama sejak diturunkan dari BBB menjadi BBB- pada 10 Oktober 1997.  

Sementara publik dan pelaku pasar domestik sedang berlibur atau mudik memanfaatkan momentum cuti bersama, mayoritas pelaku pasar saham global atau domestik di negara lain yang berjalan normal pun masih berjibaku dengan ancaman perang dagang AS-Meksiko. 

Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bertahap tarif impor barang-barang Meksiko jika Negeri Tortilla dan Sombrero tersebut tidak mengetatkan perbatasannya dan menindak tegas imigran gelap yang arusnya membanjiri negara Trump tersebut. 

Mungkin karena berkah lebaran dan liburan, pasar yang masih memusingkan cuitan Trump pada Jumat pekan lalu dikejutkan dengan sentimen positif dari Benua Kangguru yakni penurunan suku bunga. 

Pada Selasa pekan ini, The Reserve Bank of Australia (RBA) memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke level 1,25%, terendah sepanjang masa guna menghindari ancaman resesi karena prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat.  

Langkah itu memicu ekspektasi bahwa Uni Eropa juga akan menurunkan suku bunga acuannya pada Kamis, meskipun akhirnya batal. 

Meskipun dampaknya minimal, sentimen negatif lain pun kembali mewarnai awan hitam di dunia keuangan, yaitu kekhawatiran terkait dengan tenggat waktu (deadline) pengenaan kenaikan tarif impor AS-Meksiko yang masih menghitung waktu hingga Senin. 

Ancaman Trump dan AS itu begitu nyata sehingga perundingan langsung digelar di Washington.  

Bakat-bakat perang dagang dengan salah satu mitra dagang utama AS itu diselingi dengan adanya pemangkasan target pertummbuhan ekonomi Jerman dengan angka persentase yang fantastis, yaitu sebesar 100 bps menjadi tinggal 0,6% dari sebelumnya 1,6%!  

Namun, belum juga tutup pekan, ancaman melambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut pun sirna setelah secara mengejutkan delegasi AS-Meksiko sepakat berhenti baku ancam di Washington dan diapresiasi pelaku pasar. 

Setidaknya di AS dengan kenaikan pasar saham di semua indeks saham utama, Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq di atas 1%, tepatnya 1,02%, 1,05%, dan 1,66%.  

Belum berhenti sampai di situ, 19:30 WIB kemarin, data tenaga kerja AS dirilis, dan hasilnya jauh di bawah ekspektasi.  

Penambahan tenaga kerja non-pertanian bulan Mei hanya terjadi sebanyak 75.000 orang, di bawah ekspektasi pasar setidaknya 190.000 orang, dan masih jauh juga di bawah angka bulan lalu 224.000 orang. 

Data yang buruk tersebut ternyata justru disikapi positif pelaku pasar, karena memperbesar potensi penurunan suku bunga AS, seiring dengan tren perlambatan ekonomi yang terjadi secara global. 

Secara teori, turunnya suku bunga diharapkan dapat menggenjot pertumbuhan bisnis dan ekonomi suatu negara. 

Naiknya ekspektasi terhadap potensi penurunan suku bunga The Fed Fund Rate (FFR) itu pun terlihat dari survei pasar CME Group, yang meskipun menunjukkan masih lebih banyak pelaku pasar yang memprediksi suku bunga akan tetap tetapi probabilitas penurunannya bertambah besar. 

Tadi pagi, angka probabilitas The Fed akan memangkas suku bunga naik menjadi 27,5% dari hari sebelumnya 16,7% dan dari sepekan sebelumnya 20%. 

Angka itu memang masih lebih rendah daripada prediksi bank sentral AS itu akan menetapkan kembali suku bunga, yaitu masih di angka 72,5%, tetapi sudah turun dari hari sebelumnya 83,3% dan dari sepekan sebelumnya 80%. 

Tentu saja berita tersebut justru memberi tenaga pada instrumen saham di AS yang kerap bertindak sebagai indikator positifnya ekspektasi pelaku pasar, dan tentunya membuat berita turunnya Perdana Menteri Inggris Raya Theresa May pagi ini seakan sambil lalu.  

Sepanjang pekan ini saja, Indeks Dow Jones Industrial Average naik 4,7% menjadi 25.983 dari posisi akhir pekan lalu 24.815, yang mudah-mudahan bertuah pada kenaikan pasar saham Asia dan Indonesia. 
S&P Upgrade Peringkat Utang Indonesia
[Gambas:Video CNBC]
Rilis Inflasi
Namun, jangan jumawa terlalu tinggi dulu. Pasar keuangan Indonesia masih harus menghadapi banyak ujian pekan depan, terutama data inflasi yang akan dirilis Senin. 

Nampaknya akan sulit menjinakkan inflasi Mei apalagi kenaikan harga bahan makanan dan tiket pesawat yang menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah justru terjadi menjelang libur lebaran, di mana normalnya harga naik, tetapi tidak ada salahnya berharap untuk yang terbaik. 

Jangan lupa juga bahwa terdapat agenda pengumuman data makroekonomi dari beberapa negara utama dunia juga akan terjadi pekan depan.  

Berikut agenda tentatif jadwal rilis data ekonomi domestik dan global pekan depan. 

Senin:
  • Inflasi Mei-Indonesia 
  • Pertumbuhan Ekonomi-Jepang 
  • Neraca perdagangan-China 
  • Neraca perdagangan-Inggris 
  • Pertumbuhan ekonomi-Inggris 
  • Lelang obligasi negara-AS
Selasa: 
  • Tenaga kerja-Inggris
Rabu: 
  • Data kredit perbankan-Indonesia 
  • Data penjualan motor-Indonesia 
  • Indeks Keyakinan Konsumen-Indonesia
  • Lelang obligasi negara-AS 
  • Inflasi-China 
  • Inflasi-AS  
Kamis:  
  • Lelang obligasi negara-AS 
  • Inflasi-Jerman 
  • Neraca perdagangan-AS 
  • Penjualan ritel-China 
  • Penjualan ritel-AS 
  • Produksi industri-AS 
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Wall Street Dibuka Merah, Efek Data Inflasi AS Bikin Kaget?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular