
Perang Dagang Makin Panas, Wall Street Dibuka di Zona Merah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 June 2019 21:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga indeks utama Wall Street dibuka di zona merah pada perdagangan hari ini, Senin (3/6/2019) waktu setempat. Hal itu seiring dengan hubungan Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin memanas.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 18 poin, S&P 500 (SPX) melemah 0,2% Sementara Nasdaq Composite terkoreksi 0,7%.
Harga saham produsen pesawat Boeing anjlok hingga 2,2%. Sedangkan saham induk usaha Google, Alphabet ambrol hingga 6,2% setelah Kementerian Hukum AS melaporkan telah melakukan investigasi terhadap perusahaan untuk pelanggaran antimonopoli. Facebook juga turun hampir 4% akibat kekhawatiran yang lebih luas bahwa sektor teknologi menghadapi regulasi yang lebih ketat ke depannya.
Pada hari Minggu (2/6/2019) waktu setempat, Wakil Menteri Perdagangan China, Wang Shouwen mengatakan bahwa Washington tidak bisa menggunakan tekanan untuk mendesak perjanjian damai dagang dengan Beijing. Dirinya juga menampik kabar bahwa dua pimpinan negara (AS-China) akan bertemu di sela-sela pertemuan negara-negara G20 di Tokyo nanti.
Sebagai latar belakang, Pemerintah AS telah memberlakukan tarif impor sebesar 25% pada produk China senilai US$ 200 miliar bulan lalu. China pun meradang dengan mengenakan tarif tambahan sebesar 5%-25% pada produk made in USA senilai US$ 60 miliar mulai 1 Juni 2019.
Dengan begini, nasib dari damai dagang kian tak pasti. Bahkan AS dikabarkan telah mengkaji dampak pemberian tarif 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang.
Sementara itu data ekonomi AS yang dirilis hari ini juga tidak mendukung pelaku pasar untuk masuk instrumen-instrumen berisiko. Data pembacaan akhir Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur AS periode Mei versi Markit ternyata hanya sebesar 50,6 atau turun dari pembacaan awal yang senilai 52,6.
Memang benar, angka PMI di atas 50 masih berarti terjadi ekspansi pada manufaktur AS. Akan tetapi nilai 50,6 merupakan angka PMI yang paling kecil sejak September 2009. Artinya perekonomian AS masih lambat. Dampak perang dagang dengan China yang dimulai pada Maret 2018 silam masih tersisa.
Apalagi sekarang AS juga telah membuka pintu perang dagang baru dengan Meksiko. Pada hari Kamis (30/5/2019) AS mengumumkan pemberlakuan bea impor 5% pada produk-produk Meksiko mulai 10 Juni 2019. Tidak berhenti di situ, Trump mengatakan tarif itu akan naik menjadi 25% hingga masalah imigran gelap dapat diatasi.
Perekonomian yang masih tak pasti sudah barang tentu membuat investor memilih bermain aman dengan masuk pada instrumen-instrumen safe haven.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/miq) Next Article Trump Melunak, Besok Temui Utusan Dagang China
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 18 poin, S&P 500 (SPX) melemah 0,2% Sementara Nasdaq Composite terkoreksi 0,7%.
Harga saham produsen pesawat Boeing anjlok hingga 2,2%. Sedangkan saham induk usaha Google, Alphabet ambrol hingga 6,2% setelah Kementerian Hukum AS melaporkan telah melakukan investigasi terhadap perusahaan untuk pelanggaran antimonopoli. Facebook juga turun hampir 4% akibat kekhawatiran yang lebih luas bahwa sektor teknologi menghadapi regulasi yang lebih ketat ke depannya.
Sebagai latar belakang, Pemerintah AS telah memberlakukan tarif impor sebesar 25% pada produk China senilai US$ 200 miliar bulan lalu. China pun meradang dengan mengenakan tarif tambahan sebesar 5%-25% pada produk made in USA senilai US$ 60 miliar mulai 1 Juni 2019.
Dengan begini, nasib dari damai dagang kian tak pasti. Bahkan AS dikabarkan telah mengkaji dampak pemberian tarif 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang.
Sementara itu data ekonomi AS yang dirilis hari ini juga tidak mendukung pelaku pasar untuk masuk instrumen-instrumen berisiko. Data pembacaan akhir Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur AS periode Mei versi Markit ternyata hanya sebesar 50,6 atau turun dari pembacaan awal yang senilai 52,6.
Memang benar, angka PMI di atas 50 masih berarti terjadi ekspansi pada manufaktur AS. Akan tetapi nilai 50,6 merupakan angka PMI yang paling kecil sejak September 2009. Artinya perekonomian AS masih lambat. Dampak perang dagang dengan China yang dimulai pada Maret 2018 silam masih tersisa.
Apalagi sekarang AS juga telah membuka pintu perang dagang baru dengan Meksiko. Pada hari Kamis (30/5/2019) AS mengumumkan pemberlakuan bea impor 5% pada produk-produk Meksiko mulai 10 Juni 2019. Tidak berhenti di situ, Trump mengatakan tarif itu akan naik menjadi 25% hingga masalah imigran gelap dapat diatasi.
Perekonomian yang masih tak pasti sudah barang tentu membuat investor memilih bermain aman dengan masuk pada instrumen-instrumen safe haven.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/miq) Next Article Trump Melunak, Besok Temui Utusan Dagang China
Most Popular