
Dikawal Ketat Bank Indonesia, Rupiah Merdeka!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 May 2019 15:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,07% di pasar spot ke level Rp 14.455/US$, pelemahan rupiah kemudian sempat bertambah dalam menjadi 0,17% ke level Rp 14.470/US$. Namun memasuki siang hari, rupiah berhasil membalikkan keadaan. Rupiah sempat menguat sebesar 0,03% ke level Rp 14.440/US$.
Pada pukul 15:00 WIB, rupiah ditransaksikan flat di level Rp 14.445/US$. Mata uang Garuda masih merdeka alias bebas dari zona depresiasi. Hal ini bisa dibilang menggembirakan. Pasalnya, mayoritas mata uang negara-negara Asia sedang melemah melawan dolar AS.
Pengawalan ketat yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi kunci di balik keperkasaan rupiah. Melansir Reuters, salah seorang pejabat bank sentral mengatakan bahwa pada hari ini BI telah mengambil langkah untuk mempertahankan stabilitas rupiah, yakni dengan intervensi di pasar spot dan obligasi. Kemarin (16/5/2019), BI juga diketahui melakukan intervensi yang membuat rupiah menguat sebesar 0,07%.
Intervensi yang dilakukan BI kemudian dikonfirmasi oleh sang gubernur, Perry Warjiyo.
"...kami tegaskan bahwa BI selalu berada di pasar untuk melakukan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dengan intervensi ganda, baik melalui pasar valas di spot maupun DNDF. Demikian juga pembelian SBN dari pasar sekunder, dengan tetap menjaga mekanisme pasar. Itu yang terus kita lakukan sehingga kita juga selain mensupply di valasnya juga membeli SBN dari pasar sekunder," papar Perry saat ditemui di Gedung BI, Jumat (17/5/2019).
Wajar jika BI rajin melakukan intervensi. Pasalnya kemarin, selepas mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan di tahan di level 6%, bank sentral merevisi proyeksinya terkait defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode 2019. Kini, proyeksi CAD ditetapkan berada di rentang 2,5%-3% dari PDB, dari yang sebelumnya 2,5% dari PDB.
"Defisit transaksi berjalan 2019 juga diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3,0% PDB, meskipun tidak serendah prakiraan semula," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (16/5/2019).
Perlambatan ekonomi global hingga perang dagang menjadi faktor yang memaksa BI merevisi proyeksi CAD untuk tahun 2019.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>
Di sisi lain, mata uang negara-negara tetangga tak mampu berbicara banyak melawan dolar AS seiring dengan greenback yang memang sedang begitu berkilau. Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat dolar AS selaku safe haven laris manis.
Pada Kamis malam (16/5/2019) waktu setempat, media milik pemerintah China mengatakan bahwa Beijing tak tertarik untuk menggelar negosiasi dagang dengan AS pada saat ini, seperti dilansir dari Bloomberg.
Tanpa adanya langkah yang menunjukkan bahwa AS tulus, menjadi tidak berarti bagi para pejabatnya untuk datang ke China dan menggelar negosiasi dagang, tulis blog Taoran Notes. Sebagai informasi, Taoran Notes merupakan sebuah blog yang terasosiasi dengan Xinhua News Agency dan People’s Daily yang merupakan media milik pemerintah China.
Menurut tulisan tersebut, walaupun AS telah berbicara mengenai keinginannya untuk melanjutkan negosiasi, dalam saat yang bersamaan AS justru telah memainkan “trik-trik kecil untuk mengacaukan suasana”. Hal tersebut mengacu kepada keputusan Presiden AS Donald Trump untuk semakin membatasi ruang gerak Huawei, raksasa teknologi asal China, di AS.
“Jika ada yang berpikir bahwa pihak China hanya menggertak, itu akan menjadi kesalahan penilaian paling signifikan” sejak Perang Korea, tulis Taoran Notes, dikutip dari Bloomberg.
Seperti yang diketahui, pada hari Rabu (15/5/2019) waktu setempat Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional terkait ancaman yang dihadapi sektor teknologi AS melalui sebuah perintah eksekutif.
Hal tersebut memberikan kuasa kepada Menteri Perdagangan Wilbur Ross (dengan konsultasi bersama beberapa pejabat tingkat tinggi lainnya) untuk memblokir transaksi yang melibatkan informasi atau teknologi komunikasi yang “membawa risiko tinggi terhadap keamanan nasional AS”.
Menindaklanjuti perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump, Departemen Perdagangan AS menambahkan Huawei Technologies dan afiliasinya ke dalam Entity List dari Bureau Industry and Security (BIS), yang pada intinya akan membuat Huawei lebih sulit untuk melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS.
China pun kemudian berang dengan langkah AS tersebut. Kementerian Perdagangan China kemarin memperingatkan bahwa sanksi terhadap perusahaan-perusahaan seperti Huawei dapat meningkatkan tensi perang dagang.
“Kami meminta AS untuk berhenti melangkah lebih jauh, supaya perusahaan-perusahaan asal China dapat merasakan situasi yang lebih normal dalam berbisnis, serta untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China,” papar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers pada hari Kamis, dikutip dari CNBC International.
Selain karena statusnya sebagai safe haven, data ekonomi yang kinclong ikut memantik aksi beli atas dolar AS. Kemarin, pembangunan hunian baru periode April 2019 diumumkan sejumlah 1,24 juta unit, mengalahkan konsensus yang sejumlah 1,21 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada tanggal 11 Mei diumumkan sebanyak 212.000, lebih baik dari konsensus yang sebanyak 220.000, dilansir dari Forex Factory.
Dengan data ekonomi yang kinclong, urgensi bagi The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi berkurang. Praktis, dolar AS menjadi mendapatkan suntikan energi untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada pukul 15:00 WIB, rupiah ditransaksikan flat di level Rp 14.445/US$. Mata uang Garuda masih merdeka alias bebas dari zona depresiasi. Hal ini bisa dibilang menggembirakan. Pasalnya, mayoritas mata uang negara-negara Asia sedang melemah melawan dolar AS.
Intervensi yang dilakukan BI kemudian dikonfirmasi oleh sang gubernur, Perry Warjiyo.
"...kami tegaskan bahwa BI selalu berada di pasar untuk melakukan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dengan intervensi ganda, baik melalui pasar valas di spot maupun DNDF. Demikian juga pembelian SBN dari pasar sekunder, dengan tetap menjaga mekanisme pasar. Itu yang terus kita lakukan sehingga kita juga selain mensupply di valasnya juga membeli SBN dari pasar sekunder," papar Perry saat ditemui di Gedung BI, Jumat (17/5/2019).
Wajar jika BI rajin melakukan intervensi. Pasalnya kemarin, selepas mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan di tahan di level 6%, bank sentral merevisi proyeksinya terkait defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode 2019. Kini, proyeksi CAD ditetapkan berada di rentang 2,5%-3% dari PDB, dari yang sebelumnya 2,5% dari PDB.
"Defisit transaksi berjalan 2019 juga diprakirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3,0% PDB, meskipun tidak serendah prakiraan semula," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (16/5/2019).
Perlambatan ekonomi global hingga perang dagang menjadi faktor yang memaksa BI merevisi proyeksi CAD untuk tahun 2019.
Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
HALAMAN SELANJUTNYA >>>
Di sisi lain, mata uang negara-negara tetangga tak mampu berbicara banyak melawan dolar AS seiring dengan greenback yang memang sedang begitu berkilau. Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat dolar AS selaku safe haven laris manis.
Pada Kamis malam (16/5/2019) waktu setempat, media milik pemerintah China mengatakan bahwa Beijing tak tertarik untuk menggelar negosiasi dagang dengan AS pada saat ini, seperti dilansir dari Bloomberg.
Tanpa adanya langkah yang menunjukkan bahwa AS tulus, menjadi tidak berarti bagi para pejabatnya untuk datang ke China dan menggelar negosiasi dagang, tulis blog Taoran Notes. Sebagai informasi, Taoran Notes merupakan sebuah blog yang terasosiasi dengan Xinhua News Agency dan People’s Daily yang merupakan media milik pemerintah China.
Menurut tulisan tersebut, walaupun AS telah berbicara mengenai keinginannya untuk melanjutkan negosiasi, dalam saat yang bersamaan AS justru telah memainkan “trik-trik kecil untuk mengacaukan suasana”. Hal tersebut mengacu kepada keputusan Presiden AS Donald Trump untuk semakin membatasi ruang gerak Huawei, raksasa teknologi asal China, di AS.
“Jika ada yang berpikir bahwa pihak China hanya menggertak, itu akan menjadi kesalahan penilaian paling signifikan” sejak Perang Korea, tulis Taoran Notes, dikutip dari Bloomberg.
Seperti yang diketahui, pada hari Rabu (15/5/2019) waktu setempat Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional terkait ancaman yang dihadapi sektor teknologi AS melalui sebuah perintah eksekutif.
Hal tersebut memberikan kuasa kepada Menteri Perdagangan Wilbur Ross (dengan konsultasi bersama beberapa pejabat tingkat tinggi lainnya) untuk memblokir transaksi yang melibatkan informasi atau teknologi komunikasi yang “membawa risiko tinggi terhadap keamanan nasional AS”.
Menindaklanjuti perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump, Departemen Perdagangan AS menambahkan Huawei Technologies dan afiliasinya ke dalam Entity List dari Bureau Industry and Security (BIS), yang pada intinya akan membuat Huawei lebih sulit untuk melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS.
China pun kemudian berang dengan langkah AS tersebut. Kementerian Perdagangan China kemarin memperingatkan bahwa sanksi terhadap perusahaan-perusahaan seperti Huawei dapat meningkatkan tensi perang dagang.
“Kami meminta AS untuk berhenti melangkah lebih jauh, supaya perusahaan-perusahaan asal China dapat merasakan situasi yang lebih normal dalam berbisnis, serta untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China,” papar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng dalam konferensi pers pada hari Kamis, dikutip dari CNBC International.
Selain karena statusnya sebagai safe haven, data ekonomi yang kinclong ikut memantik aksi beli atas dolar AS. Kemarin, pembangunan hunian baru periode April 2019 diumumkan sejumlah 1,24 juta unit, mengalahkan konsensus yang sejumlah 1,21 juta unit, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada tanggal 11 Mei diumumkan sebanyak 212.000, lebih baik dari konsensus yang sebanyak 220.000, dilansir dari Forex Factory.
Dengan data ekonomi yang kinclong, urgensi bagi The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk memangkas tingkat suku bunga acuan menjadi berkurang. Praktis, dolar AS menjadi mendapatkan suntikan energi untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular