Defisit Dagang Terburuk Sepanjang Sejarah, Rupiah Makin Lemah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 May 2019 12:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah makin terpuruk pada perdagangan Rabu (15/4/19) setelah rilis data neraca perdagangan Indonesia yang mencatat defisit terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
Pada pukul 11:40 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.440/US$ atau melemah 0,1% dan mendekati kembali level terlemah hari ini Rp 14.450, mengutip data dari Refinitiv. Padahal sebelum laporan necara dagang ini, rupiah sempat bangkit dan berada di kisaran Rp 14.435. Mata Uang Garuda ini sedikit lagi akan melewati level terlemah 2019 Rp 14.485 yang disentuh pada 3 Januari lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar. Sebelum ini defisit terburuk tercatat sebesar US$ 2,3 miliar yang dibukukan pada bulan Juli 2013.
Pada bulan April ekspor Indonesia tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year on year. Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,2% year-on-year (YoY), impor turun 11,36% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 497 juta.
Buruknya defisit Indonesia membuat rupiah tanpa pijakan untuk bangkit, dan kemungkinan semakin terpuruk di sisa perdagangan hari ini.
Sejak pekan lalu rupiah tertekan akibat perang dagang jilid II antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Perang dagang kedua negara membuat arus barang dagang antar negara menjadi terhambat, dan tentunya memperburuk outlook neraca dagang kedepannya.
Selain itu pada pekan lalu Bank Indonesia (BI) juga melaporkan penurunan cadangan devisa, dengan kondisi rupiah yang terus tertekan, penurunan cadangan devisa membuat amunisi BI untuk melakukan intervensi menjadi berkurang.
Selain itu BI juga melaporkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-I 2019 sebesar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut membaik dari kuartal-IV 2018 sebesar 3,6% PDB, tetapi masih lebih besar dari defisit kuartal-I 2018 2,01%.
Performa buruk rupiah terjadi selepas Pilpres 17 April lalu. Sehari pasca pencoblosan, rupiah memang sempat menguat ke level Rp 14.040, namun setelahnya terus mengalami tekanan.
Sejak saat itu hingga hari ini Mata Uang Garuda sudah melemah 2,82%, bahkan sempat tidak pernah menguat dalam 10 hari beruntun hingga 7 Mei lalu, dan hanya menguat tiga kali dalam 18 hari perdagangan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Pada pukul 11:40 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 14.440/US$ atau melemah 0,1% dan mendekati kembali level terlemah hari ini Rp 14.450, mengutip data dari Refinitiv. Padahal sebelum laporan necara dagang ini, rupiah sempat bangkit dan berada di kisaran Rp 14.435. Mata Uang Garuda ini sedikit lagi akan melewati level terlemah 2019 Rp 14.485 yang disentuh pada 3 Januari lalu.
Pada bulan April ekspor Indonesia tercatat US$ 12,6 miliar atau turun 13,1% year on year. Sedangkan impor mencapai US$ 15,10 miliar atau turun 6,58%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias negatif 6,2% year-on-year (YoY), impor turun 11,36% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 497 juta.
Buruknya defisit Indonesia membuat rupiah tanpa pijakan untuk bangkit, dan kemungkinan semakin terpuruk di sisa perdagangan hari ini.
Sejak pekan lalu rupiah tertekan akibat perang dagang jilid II antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Perang dagang kedua negara membuat arus barang dagang antar negara menjadi terhambat, dan tentunya memperburuk outlook neraca dagang kedepannya.
Selain itu pada pekan lalu Bank Indonesia (BI) juga melaporkan penurunan cadangan devisa, dengan kondisi rupiah yang terus tertekan, penurunan cadangan devisa membuat amunisi BI untuk melakukan intervensi menjadi berkurang.
Selain itu BI juga melaporkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-I 2019 sebesar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut membaik dari kuartal-IV 2018 sebesar 3,6% PDB, tetapi masih lebih besar dari defisit kuartal-I 2018 2,01%.
Performa buruk rupiah terjadi selepas Pilpres 17 April lalu. Sehari pasca pencoblosan, rupiah memang sempat menguat ke level Rp 14.040, namun setelahnya terus mengalami tekanan.
Sejak saat itu hingga hari ini Mata Uang Garuda sudah melemah 2,82%, bahkan sempat tidak pernah menguat dalam 10 hari beruntun hingga 7 Mei lalu, dan hanya menguat tiga kali dalam 18 hari perdagangan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/dru) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular