Rupiah Kembali ke Level Terlemahnya Sejak 4 Bulan Lalu

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 May 2019 15:57
Rupiah jeblok mengawali pekan ke-tiga Mei akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Jelang penutupan perdagangan Senin (13/5/19)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah jeblok mengawali pekan ketiga Mei akibat eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Jelang penutupan perdagangan Senin (13/5/19), rupiah melemah 0,8% ke level Rp 14.435/US$, berdasarkan kuotasi Refinitiv.

Kali terakhir rupiah berada di atas level Rp 14.400/US$ adalah pada 3 Januari lalu, setelahnya rupiah cenderung menguat, dan belum pernah masuk ke zona merah lagi secara year-to-date. Baru hari ini rupiah kembali ke zona merah secara year-to-date, rupiah di akhir 2018 berada di level Rp 14.375/US$. 



Performa buruk rupiah terjadi selepas Pilpres 17 April lalu. Sehari pasca pencoblosan, rupiah memang sempat menguat ke level Rp 14.040/US$, namun setelahnya terus mengalami tekanan. Sejak saat itu hingga hari ini Mata Uang Garuda sudah melemah 2,8%, bahkan sempat tidak pernah menguat dalam 10 hari beruntun hingga 7 Mei lalu. Situasi politik yang masih belum kondusif membuat investor menahan diri berinvestasi di Indonesia. 

Gagalnya perundingan dagang AS - China membuat pasar cemas akan pelambatan ekonomi global, apalagi setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan bea impor produk dari China menjadi 25% dari sebelumnya 10%.

Tidak hanya itu, Trump juga berencana menaikkan bea impor sebesar 25% untuk produk China senilai US$ 325 miliar yang saat ini belum terkena tarif.

Di sisi lain, Pemerintah Beijing sudah berencana membalas kebijakan AS, meski belum jelas apa yang akan dilakukan, namun sepertinya tidak akan kalah dari apa yang dilakukan AS.

Perang dagang antara dua raksasa perekonomian ini merupakan faktor utama penyebab pelambatan ekonomi global, bahkan Eropa diprediksi bisa resesi.
Dari pasar modal, sejak pekan lalu bursa saham global terus berguguran, termasuk IHSG Indonesia. Para investor mengalihkan investasi mereka ke aset-aset aman, dan keluar dari aset-aset berisiko seperti saham, apalagi di negara emerging market. Terbukti investor asing melakukan net sell di bursa saham sebesar Rp 484,75 miliar pada hari ini.

Besarnya tekanan terhadap rupiah tidak hanya datang dari luar negeri, tapi juga dari dalam negeri. Pada pekan lalu, Bank Indonesia (BI) melaporkan penurunan cadangan devisa, dengan kondisi rupiah yang terus tertekan, penurunan cadangan devisa membuat amunisi BI untuk melakukan intervensi menjadi berkurang.

Selain itu BI juga melaporkan defisit cadangan devisa kuartal-I 2019 sebesar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut membaik dari kuartal-IV 2018 sebesar 3,6% PDB, tetapi masih lebih besar dari defisit kuartal-I 2018 2,01%.

Rp 14.435, Rupiah Terlemah Sejak 3 Januari Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian                                                Sumber: Refinitiv


Tekanan dari luar dan dalam negeri membuat rupiah dalam posisi yang sulit, bahkan ada kemungkinan mencapai lagi level terlemah 2019 Rp 14.485/US$ yang disentuh pada 3 Januari lalu. Tekanan akan semakin besar jika level tersebut jebol, rupiah bisa melemah ke Rp. 14.610/US$
(pap/dru) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular