Perang Dagang Berkecamuk, Rupiah Takluk Lagi Lawan Dolar AS

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 May 2019 08:44
Perang Dagang Berkecamuk, Rupiah Takluk Lagi Lawan Dolar AS
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sudah terdepresiasi sebesar 0,49% melawan dolar AS di pasar spot pada pekan lalu dan awal pekan ini belum juga bisa bangkit. Pada pembukaan perdagangan hari ini, rupiah melemah 0,07% ke level Rp 14.330/dolar AS. Pada pukul 08:25 WIB, pelemahan rupiah sudah bertambah dalam menjadi 0,17% ke level Rp 14.345/dolar AS.

Rupiah tak melemah sendirian pada pagi hari ini. Mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya juga bertekuk lutut di hadapan dolar AS.



Pelaku pasar sedang gencar memburu dolar AS selaku safe haven seiring dengan hasil negosiasi dagang AS-China yang mengecewakan. Pada hari Kamis dan Jumat pekan lalu (9-10 Mei), AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Washington. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Kedua negara kemudian mengakhiri negosiasi tanpa menandatangani kesepakatan dagang. Liu He menyebut bahwa ada 3 perbedaan mendasar yang membuat kesepakatan dagang belum bisa diteken.

Seperti dilansir dari Reuters, salah satu perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan pengenaan bea masuk. China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.

Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.

"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.

Bukannya mendingin, perang dagang kedua negara bahkan menjadi memanas. Di tengah-tengah negosiasi yang digelar, AS secara resmi menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar, dari 10% menjadi 25%.

Pihak Beijing pun tak tinggal diam. Dalam sebuah rekaman video, Liu He mengatakan kepada beberapa reporter asal China bahwa pihaknya secara tegas menolak kenaikan bea masuk yang dieksekusi AS menjelang akhir pekan kemarin dan pihaknya tak punya pilihan lain selain membalas, dilansir dari Reuters.
Lebih lanjut, tekanan bagi rupiah datang dari rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada hari Jumat, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa NPI membukukan surplus senilai US$ 2,4 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini.

Namun, transaksi berjalan (yang merupakan bagian dari NPI) membukukan defisit senilai US$ 7 miliar pada 3 bulan pertama tahun ini atau setara dengan 2,6% dari PDB. Memang lebih baik dibandingkan defisit pada kuartal-IV 2018 yang sebesar 3,6% dari PDB, namun melebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.

Jika defisit di awal tahun saja sudah lebih lebar, maka ada potensi bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) untuk keseluruhan tahun 2019 juga akan melebar. Praktis, rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular