Walaupun Koreksi Menipis, IHSG Tetap Terburuk di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2019 16:59
Walaupun Koreksi Menipis, IHSG Tetap Terburuk di Asia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,12%, koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertambah dalam menjadi 0,86% pada akhir perdagangan ke level 6.319,46.

Sejatinya, koreksi yang dialami IHSG menipis dari titik terendahnya di level 6.261,25 (-1,78% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin, 2/5/2019). Namun, pelemahan IHSG yang sebesar 0,86% tetap menjadi yang terparah di kawasan Asia.



Ekspektasi yang kian memudar terkait dengan pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Federal Reserve membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Pasalnya di tengah berbagai risiko yang menyelimuti perekonomian dunia seperti perang dagang AS-China, perang dagang AS-Uni Eropa, dan Brexit, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed menjadi sesuatu yang diidam-idamkan pelaku pasar.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 3 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 36,7%, dari yang sebelumnya 37,4% pada tanggal 2 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 40%.

Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 52,3%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 50,4%.

Memudarnya ekspektasi terkait dengan pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed dipicu oleh rilis data ekonomi AS yang lagi-lagi mampu mengalahkan ekspektasi. Kemarin, pemesanan barang dari pabrikan di AS periode Maret 2019 diumumkan tumbuh hingga 1,9% secara bulanan, jauh di atas konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 1% saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Februari, pemesanan barang dari pabrikan di AS terkontraksi sebesar 0,3%.

Sebelumnya menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Berbicara mengenai perang dagang AS-China, perkembangannya juga tak positif. Pada hari Selasa (30/4/2019), delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Selepas pertemuan berlangsung, sejatinya ada kabar positif yang beredar. Beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari ini.

Selain itu, kantor berita Politico melaporkan bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Namun, optimisme bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari ini kini sirna. Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan memutuskan selepas negosiasi dagang pekan depan terkait apakah keduanya akan bertemu untuk menyegel kesepakatan dagang.

Bahkan, kantor media milik Partai Komunis China menulis di kolom analisis bahwa banyak pengamat yang berpikir negosiasi dagang AS-China sudah menemui jalan buntu, seiring dengan sedikitnya detil yang sampai ke telinga media terkait dengan pertemuan pekan ini.

Lantas, ada kemungkinan bahwa damai dagang AS-China justru tak akan tercapai. Jika ini yang terjadi, maka balas-membalas bea masuk antar kedua negara akan semakin tereskalasi dan semakin menyakiti laju perekonomian masing-masing. Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang anjlok 0,66% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG. Sektor jasa keuangan jatuh seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4: harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,86%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,65%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,18%.

Saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Pada penutupan perdagangan di pasar spot, rupiah melemah 0,04% ke level Rp 14.250/dolar AS.

Memudarnya ekspektasi terkait dengan pemotongan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed memberikan suntikan tenaga bagi dolar AS untuk menguat melawan rupiah pada hari ini. Lantas, sudah selama 9 hari beruntun rupiah tak pernah mencetak apresiasi. Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Kala rupiah terus saja gagal menguat bahkan cenderung melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.

Selain sektor jasa keuangan, sektor barang konsumsi yang anjlok 0,93% juga berperan besar dalam mendorong pelemahan IHSG pada hari ini. Saham-saham konsumer dilego investor seiring dengan rilis angka inflasi yang mengecewakan.

Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode April 2019. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,44% secara bulanan, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,3%. Secara tahunan, tingkat inflasi pada bulan lalu adalah sebesar 2,83%.

Sejatinya, angka inflasi yang berada di atas ekspektasi bisa mengindikasikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia masih kuat memasuki kuartal-II 2019. Namun, penyebab utama inflasi bulan April lebih tinggi dari ekspektasi adalah kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 1,45%. Padahal, konsumsi masyarakat baru bisa dibilang kuat jika inflasi disumbang oleh komponen lainnya yang tak termasuk ke dalam kategori volatile.

Memasuki bulan Ramadan, jika tak ada kontrol yang baik dari pemerintah, harga bahan makanan bisa semakin melejit yang pada akhirnya justru akan menekan konsumsi masyarakat Indonesia.

Bermain aman, saham-saham sektor barang konsumsi kembali dilego investor pada hari ini. Kemarin, indeks sektor barang konsumsi jatuh hingga 1,64%. Investor asing memegang peranan penting dalam mendikte pergerakan IHSG hari ini. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 967,3 miliar.

Pelemahan rupiah membuat investor asing tak memiliki pilihan lain selain melakukan aksi jual. Kala rupiah terus-menerus melemah, investor asing berpotensi menanggung yang namanya kerugian kurs, sehingga wajar jika aksi jual dilakukan di pasar saham tanah air.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada hari ini di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 213,6 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 130,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 100,2 miliar), PT Merdeka Copper Gold Tbk/MDKA (Rp 73,9 miliar), dan PT Bukit Asam Tbk/PTBA (Rp 73,8 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular