Prihatin! 2 Hari Berturut-turut IHSG Anjlok 1% Lebih

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2019 09:43
Prihatin! 2 Hari Berturut-turut IHSG Anjlok 1% Lebih
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,12%, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berangsur-angsur bertambah dalam. Pada pukul 9:28 WIB, pelemahan IHSG telah mencapai 1,27% ke level 6.293,35. IHSG kini berada di titik terendahnya sejak 9 Januari silam. Pada perdagangan kemarin (2/5/2019), IHSG juga anjlok lebih dari 1%, yakni sebesar 1,25%.

Kinerja IHSG sejatinya senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Hang Seng turun 0,68%, indeks Straits Times turun 0,56%, dan indeks Kospi turun 0,72%. Namun, pelemahan IHSG menjadi yang paling dalam.

Kinclongnya data ekonomi AS membuat pelaku pasar saham Asia ketar-ketir. Kemarin, pemesanan barang dari pabrikan di AS periode Maret 2019 diumumkan tumbuh hingga 1,9% secara bulanan, jauh di atas konsensus yang memperkirakan kenaikan sebesar 1% saja, seperti dilansir dari Forex Factory. Pada bulan Februari, pemesanan barang dari pabrikan di AS terkontraksi sebesar 0,3%.

Lantas, ekspektasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini menjadi semakin memudar. Sebelumnya, The Fed memang sudah memberi sinyal kuat bahwa pemangkasan suku bunga acuan tak akan dilakukan tahun ini.

Pasca mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, pada hari Rabu (1/5/2019) waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell mengeluarkan pernyataan yang jauh dari nada dovish.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.

Padahal di tengah berbagai risiko yang menyelimuti perekonomian dunia seperti perang dagang AS-China, perang dagang AS-Uni Eropa, dan Brexit, pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed menjadi sesuatu yang diidam-idamkan pelaku pasar.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Mei 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini tinggal tersisa 36,8%, dari yang sebelumnya 40,1% pada tanggal 1 Mei. Pada bulan lalu, probabilitasnya sempat mencapai 41%.

Di sisi lain, probabilitas tingkat suku bunga acuan ditahan di level 2,25%-2,5% berada di level 52%, melonjak dari posisi sehari sebelumnya yang hanya 38,6%. Lebih lanjut, damai dagang AS-China yang masih memerlukan waktu ikut membuat investor melego saham-saham di Benua Kuning. Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan memutuskan selepas negosiasi dagang pekan depan terkait apakah keduanya akan bertemu untuk menyegel kesepakatan dagang.

Padahal sebelumnya, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari ini juga. Politico melaporkan bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Sebagai informasi, pada hari Selasa (30/4/2019) delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.

Lantas, ada kemungkinan bahwa damai dagang AS-China tak akan tercapai. Jika ini yang terjadi, maka balas-membalas bea masuk antar kedua negara akan semakin tereskalasi dan semakin menyakiti laju perekonomian masing-masing. Dari dalam negeri, rilis angka inflasi yang mengecewakan masih memberikan tekanan bagi IHSG. Kemarin siang, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode April 2019. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,44% secara bulanan, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,3%. Secara tahunan, tingkat inflasi pada bulan lalu adalah sebesar 2,83%.

Sejatinya, angka inflasi yang berada di atas ekspektasi bisa mengindikasikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia masih kuat memasuki kuartal-II 2019. Sepanjang kuartal-I 2019, konsumsi masyarakat Indonesia terbilang kuat. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%.

Namun, penyebab utama inflasi bulan April lebih tinggi dari ekspektasi adalah kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 1,45%. Padahal, konsumsi masyarakat baru bisa dibilang kuat jika inflasi disumbang oleh komponen lainnya yang tak termasuk ke dalam kategori volatile.

Memasuki bulan Ramadan, jika tak ada kontrol yang baik dari pemerintah, harga bahan makanan bisa semakin melejit yang pada akhirnya justru akan menekan konsumsi masyarakat Indonesia.

Bermain aman, saham-saham sektor barang konsumsi kembali dilego investor, menyeret IHSG ke zona merah. Hingga berita ini diturunkan, indeks sektor barang konsumsi jatuh sebesar 1,1%. Kemarin, koreksinya mencapai 1,64%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular