
Setelah Terjun Bebas, Pergerakan Harga Minyak Masih Terbatas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 May 2019 08:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan harga minyak mentah dunia masih variatif dan cenderung terbatas pada perdagangan Jumat (3/5/2019) pagi ini, setelah amblas hampir 3% kemarin, Kamis (2/5/2019).
Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak Brent turun 0,11% ke level US$ 70,67/barel, setelah ditutup dengan koreksi 1,98% kemarin. Sedangkan light sweet (WTI) menguat tipis 0,05% menjadi US$ 61,84/barel setelah anjlok hingga 2,81% pada perdagangan kemarin.
Anjloknya harga minyak kemarin masih ditarik oleh sentimen yang berasal dari Amerika Serikat (AS).
Hari Rabu (1/5/2019), lembaga pemerintah AS, Energy Information Administration mengumumkan stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 26 April melonjak hingga 9,9 juta barel ke posisi 470,6 juta barel atau tertinggi sejak September 2017.
Tak hanya itu, produksi minyak AS juga diumumkan naik menjadi 12,3 juta barel/hari, menebus rekor sebelumnya yang sebesar 12,2 juta barel/hari.
Peningkatan produksi AS membuat pelaku pasar takut akan banjir pasokan minyak terjadi lagi pada tahun ini. Sejak awal 2018, produksi minyak Negeri Adidaya telah meningkat hingga 2 juta barel/hari.
Selain itu Rusia juga terlihat masih belum patuh sepenuhnya pada kesepakatan pemangkasan produksi yang diteken awal Desember 2018 silam.
Berdasarkan data Refinitiv, produksi minyak Rusia pada bulan April menyentuh level 11,23 juga barel/hari. Memang sudah berkurang 70.000 barel/hari dari bulan sebelumnya, tapi masih belum memenuhi kuota yang disepakati.
Sebagai informasi, berdasarkan kesepakatan dengan OPEC, produksi minyak Rusia harusnya dipangkas hingga 11,18 juta barel/hari.
Ketidakpatuhan Rusia dalam mengurangi pasokan minyak bisa dibaca sebagai nafsu untuk kembali meningkatkan produksi mulai tengah tahun 2019.
Sebagai informasi, OPEC+ (OPEC dan sekutunya termasuk Rusia) dijadwalkan untuk menggelar pertemuan pada bulan Juni untuk membahas nasib kebijakan pemangkasan produksi minyak.
Mengikuti langkah China, Turki telah menyatakan keberatan atas pelarangan impor minyak Iran. Menurut Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, kilang-kilang pengolahan minyak Turki tidak cocok untuk minyak selain dari Iran, mengutip Reuters. Dirinya juga telah meminta Washington untuk merevisi kebijakan tersebut.
Sebagai informasi, Senin pekan lalu (22/4/2019), Gedung Putih telah secara terang-terangan mencabut keringanan atas sanksi yang diberikan terhadap Iran sejak November silam.
Kala itu AS melarang seluruh negara untuk membeli minyak Iran. Namun AS masih memberikan keringanan dengan mengijinkan 8 negara untuk dapat terus melakukannya. Dengan dicabutnya keringanan tersebut, praktis pasokan minyak Iran akan lebih sulit untuk dilepas ke pasar.
Akan tetapi belakangan pelaku pasar mulai meyakini bahwa pasokan minyak Iran masih akan beredar di pasaran, entah diselundupkan atau dibeli oleh China dan Turki.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/prm) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak Brent turun 0,11% ke level US$ 70,67/barel, setelah ditutup dengan koreksi 1,98% kemarin. Sedangkan light sweet (WTI) menguat tipis 0,05% menjadi US$ 61,84/barel setelah anjlok hingga 2,81% pada perdagangan kemarin.
Hari Rabu (1/5/2019), lembaga pemerintah AS, Energy Information Administration mengumumkan stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 26 April melonjak hingga 9,9 juta barel ke posisi 470,6 juta barel atau tertinggi sejak September 2017.
Tak hanya itu, produksi minyak AS juga diumumkan naik menjadi 12,3 juta barel/hari, menebus rekor sebelumnya yang sebesar 12,2 juta barel/hari.
Peningkatan produksi AS membuat pelaku pasar takut akan banjir pasokan minyak terjadi lagi pada tahun ini. Sejak awal 2018, produksi minyak Negeri Adidaya telah meningkat hingga 2 juta barel/hari.
Selain itu Rusia juga terlihat masih belum patuh sepenuhnya pada kesepakatan pemangkasan produksi yang diteken awal Desember 2018 silam.
Berdasarkan data Refinitiv, produksi minyak Rusia pada bulan April menyentuh level 11,23 juga barel/hari. Memang sudah berkurang 70.000 barel/hari dari bulan sebelumnya, tapi masih belum memenuhi kuota yang disepakati.
Sebagai informasi, berdasarkan kesepakatan dengan OPEC, produksi minyak Rusia harusnya dipangkas hingga 11,18 juta barel/hari.
Ketidakpatuhan Rusia dalam mengurangi pasokan minyak bisa dibaca sebagai nafsu untuk kembali meningkatkan produksi mulai tengah tahun 2019.
Sebagai informasi, OPEC+ (OPEC dan sekutunya termasuk Rusia) dijadwalkan untuk menggelar pertemuan pada bulan Juni untuk membahas nasib kebijakan pemangkasan produksi minyak.
Mengikuti langkah China, Turki telah menyatakan keberatan atas pelarangan impor minyak Iran. Menurut Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, kilang-kilang pengolahan minyak Turki tidak cocok untuk minyak selain dari Iran, mengutip Reuters. Dirinya juga telah meminta Washington untuk merevisi kebijakan tersebut.
Sebagai informasi, Senin pekan lalu (22/4/2019), Gedung Putih telah secara terang-terangan mencabut keringanan atas sanksi yang diberikan terhadap Iran sejak November silam.
Kala itu AS melarang seluruh negara untuk membeli minyak Iran. Namun AS masih memberikan keringanan dengan mengijinkan 8 negara untuk dapat terus melakukannya. Dengan dicabutnya keringanan tersebut, praktis pasokan minyak Iran akan lebih sulit untuk dilepas ke pasar.
Akan tetapi belakangan pelaku pasar mulai meyakini bahwa pasokan minyak Iran masih akan beredar di pasaran, entah diselundupkan atau dibeli oleh China dan Turki.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/prm) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular