
Rupiah Hari Ini: Terlemah Kedua di Asia & Sejak Akhir Maret
Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 April 2019 14:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga siang hari, rupiah masih terpuruk melawan dolar AS. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.225/dolar AS. Rupiah berada di posisi terlemahnya sejak akhir bulan Maret.
Catatan negatif buat rupiah tak berhenti sampai disitu. Jika disandingkan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam kedua. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won yang jatuh hingga 0,69%.
Ada 2 faktor utama yang membuat dolar AS perkasa pada hari ini. Pertama, statusnya sebagai safe haven membuat dolar AS menjadi bunker perlindungan bagi investor sembari menantikan jalannya negosiasi dagang AS-China.
Pada hari ini, delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China akan dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Melansir pemberitaan New York Times yang dikutip dari CNBC International, negosiasi dagang antara AS dan China disebut Mnuchin sudah memasuki tahap akhir.
"Saya rasa kedua belah pihak memiliki keinginan untuk mencapai sebuah kesepakatan," papar Mnuhcin. "Kami telah mencapi banyak kemajuan."
Namun, pernyataan defensif juga diungkapkan Mnuchin. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.
"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post. Faktor kedua yang membuat dolar AS gencar diburu pelaku pasar adalah kinclongnya data ekonomi yang dirilis di AS. Kemarin (29/4/2019), personal spending periode Maret 2019 diumumkan tumbuh sebesar 0,9% secara bulanan, di atas capaian periode Februari yang sebesar 0,1%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yang sebesar 0,7%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sebagai catatan, data ini menggambarkan perubahan jumlah uang yang dibelanjakan oleh konsumen di AS (setelah disesuaikan dengan inflasi).
Sebelumnya, pelaku pasar sudah meyakini bahwa perekonomian AS sedang berada dalam posisi yang kuat lantaran pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Data ekonomi AS yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar.
Di sisi lain, data ekonomi yang dirilis di kawasan Asia justru mengecewakan. Pada hari ini, Manufacturing PMI versi resmi pemerintah China periode April 2019 diumumkan di level 50,1, turun dari capaian periode Maret yang sebesar 50,5. Capaian pada bulan April juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,5, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sejatinya, angka di atas 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di China masih mencatatkan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, ekspansinya tak sekencang ekspansi pada bulan Maret.
Rilis data tersebut lantas melengkapi rentetan rilis data ekonomi yang mengecewakan di kawasan regional. Belum lama ini, produksi industri Jepang periode Maret 2019 (pembacaan awal) diumumkan jatuh 4,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 0,6% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.
Beralih ke Korea Selatan, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 1,8% YoY, jauh lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 2,5% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Dengan data ekonomi yang mengecewakan tersebut, ada kemungkinan bahwa bank sentral dari negara-negara Asia akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Praktis, kondisi tersebut membuat dolar AS lebih menarik di mata investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Catatan negatif buat rupiah tak berhenti sampai disitu. Jika disandingkan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam kedua. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won yang jatuh hingga 0,69%.
Pada hari ini, delegasi AS menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China akan dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Melansir pemberitaan New York Times yang dikutip dari CNBC International, negosiasi dagang antara AS dan China disebut Mnuchin sudah memasuki tahap akhir.
"Saya rasa kedua belah pihak memiliki keinginan untuk mencapai sebuah kesepakatan," papar Mnuhcin. "Kami telah mencapi banyak kemajuan."
Namun, pernyataan defensif juga diungkapkan Mnuchin. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.
"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post. Faktor kedua yang membuat dolar AS gencar diburu pelaku pasar adalah kinclongnya data ekonomi yang dirilis di AS. Kemarin (29/4/2019), personal spending periode Maret 2019 diumumkan tumbuh sebesar 0,9% secara bulanan, di atas capaian periode Februari yang sebesar 0,1%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yang sebesar 0,7%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sebagai catatan, data ini menggambarkan perubahan jumlah uang yang dibelanjakan oleh konsumen di AS (setelah disesuaikan dengan inflasi).
Sebelumnya, pelaku pasar sudah meyakini bahwa perekonomian AS sedang berada dalam posisi yang kuat lantaran pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Data ekonomi AS yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar.
Di sisi lain, data ekonomi yang dirilis di kawasan Asia justru mengecewakan. Pada hari ini, Manufacturing PMI versi resmi pemerintah China periode April 2019 diumumkan di level 50,1, turun dari capaian periode Maret yang sebesar 50,5. Capaian pada bulan April juga berada di bawah konsensus yang sebesar 50,5, seperti dilansir dari Trading Economics.
Sejatinya, angka di atas 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur di China masih mencatatkan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, ekspansinya tak sekencang ekspansi pada bulan Maret.
Rilis data tersebut lantas melengkapi rentetan rilis data ekonomi yang mengecewakan di kawasan regional. Belum lama ini, produksi industri Jepang periode Maret 2019 (pembacaan awal) diumumkan jatuh 4,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 0,6% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.
Beralih ke Korea Selatan, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 1,8% YoY, jauh lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 2,5% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.
Dengan data ekonomi yang mengecewakan tersebut, ada kemungkinan bahwa bank sentral dari negara-negara Asia akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Praktis, kondisi tersebut membuat dolar AS lebih menarik di mata investor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular