Dosa Apa Ini, Kok IHSG Jatuh 3 Hari Berturut-turut?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 April 2019 09:55
Dosa Apa Ini, Kok IHSG Jatuh 3 Hari Berturut-turut?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air kembali diterpa tekanan jual pada hari ini. Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 0,36% ke level 6.349,92. Pada pukul 9:43 WIB, pelemahan IHSG menipis menjadi 0,24% ke level 6.357,33. Jika tetap melemah hingga akhir perdagangan, maka akan menandai kejatuhan IHSG selama 3 hari beruntun.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 0,75%, Indeks Shanghai turun 0,22%, dan indeks Kospi turun 0,56%.

Pelaku pasar memasang mode defensif sembari menantikan negosiasi dagang AS-China. Pada 30 April mendatang, delegasi AS akan bertandang ke Beijing guna menggelar negosiasi dagang lanjutan dengan China.

Dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Selasa (23/4/2019) malam waktu setempat atau Rabu (23/4/2019) pagi waktu Indonesia, Gedung Putih mengatakan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan memimpin delegasi AS.

Dalam pertemuan pekan depan, isu-isu krusial seperti pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa akan kembali dibahas.

Mengutip Reuters, Trump mengungkapkan bahwa Presiden China Xi Jinping akan berkunjung ke Gedung Putih dalam waktu dekat. Kemungkinan besar, tujuannya adalah untuk menyegel kesepakatan dagang kedua negara. Negosiasi dagang AS-China pekan depan sepertinya akan menentukan nasib dari kunjungan Xi ke AS. Jika sampai berjalan tak mulus, bukan tak mungkin Xi akan batal bertandang ke AS.

Selain itu, data ekonomi dari kawasan regional juga turut memantik aksi jual di bursa saham. Pada hari ini, produksi industri Jepang periode Maret 2019 (pembacaan awal) diumumkan jatuh 4,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 0,6% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.

Tingkat pengangguran Jepang periode Maret 2019 diumumkan di level 2,5%, di atas konsensus yang sebesar 2,4%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Mengingat status Jepang selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China, tentulah tekanan bagi perekonomian Jepang akan berdampak negatif terhadap perekonomian dunia.
Kinclongnya rilis data ekonomi di AS terbukti malah menjadi petaka bagi bursa saham regional. Kemarin (25/4/2019), pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) diumumkan naik 2,7% MoM pada bulan Maret, menandai kenaikan tertinggi sejak Agustus 2018 dan jauh mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti (mengeluarkan komponen transportasi) naik 0,4% secara bulanan, juga di atas konsensus yang sebesar 0,2%, dilansir dari Forex Factory.

Deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Padahal, di saat risiko perang dagang masih menyelimuti, baik itu perang dagang AS-China maupun AS-Uni Eropa, tingkat suku bunga acuan yang rendah menjadi opsi yang terbaik di mata investor.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah sebesar 40,9%, turun dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 41,1%. Sementara itu, peluang pemangkasan sebesar 50 bps turun menjadi 16%, dari yang sebelumnya 17,1%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular