Anjlok 1% & Terburuk di Asia, Ada Apa dengan IHSG?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 April 2019 12:48
Anjlok 1% & Terburuk di Asia, Ada Apa dengan IHSG?
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan dengan pelemahan sebesar 0,37%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh hingga 1,01% per akhir sesi 1 ke level 6.382,77.

Sejatinya, mayoritas indeks saham kawasan Asia lainnya juga melemah. Namun, koreksi yang dialami IHSG menjadi yang terdalam.



Bursa saham Benua Kuning mengekor jejak Wall Street. Pada penutupan perdagangan kemarin (24/4/2019), indeks Dow Jones dan S&P 500 sama-sama ditutup melemah 0,22%, sementara indeks Nasdaq Composite jatuh 0,23%.

Aksi ambil untung melanda Wall Street. Maklum, pada penutupan perdagangan hari Selasa (23/4/2019), indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berada di posisi tertinggi sepanjang masa.

Lebih lanjut, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut memantik aksi jual di bursa saham Asia. Pada hari ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 1,8% YoY, jauh lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 2,5% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Terakhir, ribut-ribut AS dengan Uni Eropa di bidang perdagangan masih membebani kinerja bursa saham regional.

Melalui sebuah cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kegeramannya kepada Uni Eropa seiring dengan anjloknya laba bersih pabrikan motor Harley Davidson pada kuartal-I 2019 yang nyaris mencapai 27%.

Harley Davidson mengatakan bahwa menurunnya permintaan, biaya impor bahan baku yang lebih tinggi (karena bea masuk yang dikenakan AS), dan bea masuk yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk perusahaan merupakan 3 faktor utama yang membebani bottom line mereka.

"Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!" tegas Trump.

Lantas, perang dagang AS-Uni Eropa kian menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, ancam-mengancam mengenakan bea masuk bukan kali ini saja terjadi. Beberapa waktu yang lalu, Trump mengungkapkan rencana untuk memberlakukan bea masuk bagi impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar.

Rencana tersebut dilandasi oleh kekesalannya yang menuding bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat. Dari dalam negeri, pelaku pasar dibuat bermain defensif sembari menantikan rilis keputusan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada siang hari ini.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat masih akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di level 6%.

Walaupun konsensus mengatakan bahwa tingkat suku bunga acuan akan ditahan, nampak ada kekhawatiran bahwa bank sentral akan memangkas atau setidaknya mengindikasikan pemangkasan suku bunga acuan pada pertemuan bulan ini, seiring dengan The Federal Reserve yang diyakini tak akan melakukan normalisasi pada tahun ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 24 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan mengerek suku bunga acuan pada tahun ini adalah sebesar 0% alias tak ada peluang sama sekali.

Jika BI ternyata memangkas suku bunga acuan, maka rupiah bisa tertekan lantaran di sisi lain The Fed diyakini tak akan melakukan hal serupa. Hingga siang hari, rupiah bahkan sudah melemah 0,41% di pasar spot ke level Rp 14.148/dolar AS.

Pelemahan rupiah pada akhirnya membuat pelaku pasar melepas saham-saham di tanah air. Secara sektoral, sektor jasa keuangan (-0,66%) menjadi salah satu sektor utama yang mendorong anjloknya IHSG. Kejatuhan sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah dan rilis kinerja keuangan dari bank-bank BUKU 4 yang mengecewakan.

Sejauh ini, ada 2 bank BUKU 4 yang sudah melaporkan kinerja keuangan untuk periode kuartal-I 2019, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, laba bersih BBNI tercatat senilai Rp 4,08 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun Reuters senilai Rp 4,06 triliun. Namun, pendapatan bunga bersih perusahaan hanya senilai Rp 8,86 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 9,63 triliun.

Kemudian, pendapatan bunga bersih BBRI pada kuartal-I 2019 diumumkan senilai Rp 19,41 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 20,42 triliun. Laba bersih perusahaan adalah senilai Rp 8,2 triliun, juga di bawah konsensus yang senilai Rp 8,61 triliun.

Per akhir sesi 1, harga saham BBNI jatuh sebesar 1,79%, sementara harga saham BBRI terkoreksi 1,14%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular