Rupiah Kompak dengan Mata Uang Asia, Kompak Melemah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 April 2019 08:31
Rupiah Kompak dengan Mata Uang Asia, Kompak Melemah!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen eksternal dan domestik memang sedang kurang suportif bagi mata uang Tanah Air. 

Pada Jumat (12/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.140 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah berhasil menguat 0,11% kala mata uang Asia lainnya mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Oleh karena itu, kemungkinan dolar AS akan penasaran untuk mencoba membalas dendam. 


Pagi ini, mata uang utama Benua Kuning juga cenderung melemah di hadapan greenback. Selain rupiah, mata uang yang juga terdepresiasi adalah yuan China, dolar Hong Kong, yen Jepang, ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Singapura, dan dolar Taiwan. Wajar saja rupiah melemah, kompak dengan para tetangganya... 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:12 WIB: 

 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS mendapat suntikan energi dari rilis data terbaru di Negeri Paman Sam. Pada pekan yang berakhir 6 April, klaim tunjangan pengangguran turun 8.000 menjadi 196.000. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak Oktober 1969. 

Kemudian inflasi di tingkat produksi pada Maret adalah 0,6% secara month-to-month (MoM). Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,1% dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2018. 

Data-data ini menunjukkan ekonomi Negeri Adidaya masih menggeliat. Memang ada gejala-gejala perlambatan, tetapi sepertinya tidak akan terjadi hard landing. Semua masih terkendali. 

"Berbagai data yang masuk memang menunjukkan sinyal-sinyal bahwa ekonomi AS melambat dibandingkan 2018. Namun tetap akan ada ekspansi, ekonomi masih tumbuh, dan menjadi rekor laju ekspansi ekonomi terpanjang," tegas Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, mengutip Reuters. 

Meski demikian, Presiden The Fed St Louis James Bullard menegaskan bahwa ekonomi yang sudah sehat belum otomatis membuat bank sentral mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan. Perlu situasi yang agak 'istimewa' untuk menggerakkan hati The Fed. 

"Kita perlu deviasi ke bawah dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, atau keduanya untuk menjustifikasi penurunan suku bunga acuan," kata Bullard, seperti dikutip dari Reuters. 

Federal Funds Rate yang sepertinya belum akan turun dalam waktu dekat bisa menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Bertahan saja sudah bagus, karena harapan untuk naik praktis sudah sirna. Oleh karena itu, ada baiknya rupiah dan mata uang Asia lainnya waspada. 

Sementara dari dalam negeri, sepertinya investor mulai mengantisipasi rilis data perdagangan internasional Indonesia pada awal pekan depan. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan pada Maret bakal defisit US$ 263 juta. Pada Februari, neraca perdagangan masih surplus US$ 330 juta.

Defisit neraca perdagangan menyebabkan persepsi pasokan devisa akan seret. Artinya rupiah hanya akan mengandalkan arus modal portofolio di pasar keuangan alias hot money yang sangat fluktuatif.

Artinya, rupiah bak seseorang berdiri di atas kapal yang tengah mengarungi ombak. Mudah terombang-ambing dan kemudian jatuh.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular