Mata Uang Asia Menguat, Rupiah Malah Bikin Cenat-cenut

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 March 2019 15:25
Mata Uang Asia Menguat, Rupiah Malah Bikin Cenat-cenut
Foto: Petugas memeriksa uang di cash Center Plaza Mandiri (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perdagangan hari ini terbukti menjadi hari yang kelam bagi rupiah. Dibuka melemah 0,18% pada perdagangan di pasar spot ke level Rp 14.215/dolar AS, rupiah sempat melemah hingga 0,46% ke level Rp 14.255/dolar AS.

Hingga tengah hari (12:00 WIB), pelemahan rupiah sudah menipis menjadi 0,25% ke level Rp 14.225/dolar AS. Pada pukul 15:06 WIB, pelemahan rupiah kembali melebar menjadi 0,34% ke level Rp 14.238/dolar AS.

Pelemahan rupiah pada pagi hari tadi sejatinya bisa dimaklumi. Pasalnya, mayoritas mata uang negara-negara kawasan Asia lainnya juga ditransaksikan melemah di hadapan dolar AS pada saat itu.

Namun, kini justru mayoritas mata uang negara-negara kawasan Asia lainnya membukukan penguatan melawan greenback. Selain rupiah, mata uang kawasan Asia yang melemah hanya ringgit dan dolar Hong Kong. Namun begitu, pelemahannya tak sedalam rupiah sehingga rupiah tetap menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan regional.

Damai dagang AS-China yang kian dekat membuat pelaku pasar berhenti bermain aman dan melepas dolar AS selaku safe haven. Seperti yang diketahui, pada hari ini hingga besok (28-29 Maret) AS dan China menggelar negosiasi dagang di Beijing, mempertemukan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He. Negosiasi dagang kedua negara kemudian akan dilanjutkan pada awal bulan April di Washington.

Dalam negosiasi dagang teranyar dengan AS tersebut, pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa China menawarkan proposal yang lebih berani dibandingkan yang mereka tawarkan sebelumnya, termasuk proposal guna mengatasi masalah pemaksaan transfer teknologi, seperti dikutip dari Reuters.

“Mereka (China) berbicara mengenai pemaksaan transfer teknologi dalam koridor yang sebelumnya tak pernah ingin mereka bicarakan – baik dalam cakupan maupun detilnya,” papar pejabat tersebut kepada Reuters.

Pejabat tersebut juga mengungkapkan bahwa para negosiator telah membuat kemajuan terkait dengan penulisan kesepakatan dagang kedua negara.

“Jika Anda melihat (draf) kesepakatan tertulis sebulan yang lalu dibandingkan dengan saat ini, kami telah menciptakan kemajuan di semua bidang.” Sayang, rupiah harus pasrah ditransaksikan di zona merah seiring dengan bayang-bayang reseis di AS. Kini, pelaku pasar justru kian yakin bahwa AS akan masuk ke dalam jurang resesi.

Ekspektasi yang kian besar bahwa Negeri Paman Sam akan mengalami resesi dapat dilihat dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan yang semakin meninggalkan tenor 10 tahun. Pada perdagangan hari ini, yield tenor 3 bulan berada di level 2,4403%, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,3629%; ada selisih sebesar 7,7 bps.

Fenomena yang disebut sebagai inversi ini merupakan konfirmasi dari potensi datangnya resesi di AS. Pasalnya dalam 3 resesi terkahir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun yang sebelumnya didahului inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada 3 Desember 2018 silam.

Untuk inversi tenor 3 bulan dan 10 tahun, hal ini pertama kali terjadi pada 22 Maret dengan nilai sebesar 0,7 bps.

Resesi di AS tentu tak bisa dianggap sepele. Pasalnya, Indonesia banyak bergantung kepada AS sebagai pangsa pasar tujuan ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor non-migas Indonesia ke AS sepanjang 2018 mencapai US$ 17,67 miliar. AS menduduki peringkat kedua sebagai pangsa pasar ekspor non-migas terbesar setelah China.

Saat AS mengalami resesi, maka permintaan atas produk-produk buatan Indonesia akan berkurang karena memang aktivitas ekonomi di sana lesu. Penurunan ekspor ke AS akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan yang pada akhirnya menekan laju pertumbuhan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular