Salah Proyeksi Jumlah Stok, Harga Minyak Dunia Merosot

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 March 2019 13:15
Meski harga minyak pada perdagangan hari ini masih terus berada di zona merah, namun sejatinya masih berpotensi untuk menguat.
Foto: Jargas sudah Menjangkau 300 Ribu Lebih Rumah Tangga (CNBC Indonesia TV)
Jakarta, CNBC Indonesia - Meski harga minyak pada perdagangan hari ini masih terus berada di zona merah, namun sejatinya masih berpotensi untuk menguat.

Pasalnya pelemahan harga hari ini sangat erat kaitannya dengan rilis data terbaru dari lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA).

Dini hari tadi, EIA mengatakan bahwa stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 22 Maret meningkat 2,8 juta barel.

Padahal konsensus analis yang dihimpun oleh Reuters memprediksi adanya penurunan stok sebanyak 1,2 juta barel.

Alhasil  peningkatan stok minyak di AS tersebut menjadi pemicu pelaku pasar untuk melepas kontrak pembelian minyak, harganya pun harus rela terpangkas.

Hingga pukul 12:15 WIB, harga minyak Brent kontrak Mei terkoreksi 0,15% ke posisi US$ 67,73/barel, setelah ditutup melemah 0,21% kemarin.

Adapun jenis light sweet (WTI) kontrak Mei turun 0,37%% ke level US$ 59,19/barel, setelah anjlok 0,88% pada perdagangan kemarin.



Memang, peningkatan stok bisa berarti dua hal, yaitu konsumsi yang cenderung lemah dan pasokan yang meningkat.

Akan tetapi minggu lalu perusahaan minyak Baker Huges mengatakan bahwa untuk minggu yang berakhir pada 15 Maret, jumlah rig minyak yang aktif di Amerika Serikat (AS) kembali berkurang satu unit. Ini merupakan penurunan jumlah rig mingguan yang ke-4 secara beruntun, sekaligus membuat jumlahnya menjadi paling sedikit sejak April 2018.

Artinya, dari sisi pasokan tampaknya dalam waktu dekat belum akan terjadi lonjakan dalam waktu dekat.

Aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk mengurangi pasokan minyak dunia juga masih berpotensi mendorong harga makin ke atas.

Pada awal Desember 2018 silam, OPEC+ (OPEC dan sekutunya) telah sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari yang dimulai pada awal Januari 2019.

Sejauh ini, OPEC terlihat patuh terdahap kesepakatan tersebut. Pada Januari, produksi minyak OPEC dilaporkan berkurang hingga hampir 800.000 barel/hari.

Reuters juga melaporkan bahwa produksi minyak Rusia yang juga terbagung dalam OPEC+ sudah turun menjadi 11,3 juta barel/hari pada bulan Maret dari yang sebelumnya 11,34 juta barel di bulan Februari.

Bahkan pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi disebut-sebut berencana membuah harga minyak naik hingga berada pada kisaran US$ 70/barel.

Teranyar aliran listrik di Venezuela yang kembali padam selama 3 hari membuat ekspor minyak negara tersebut terhenti. Pasalnya pelabuhan utama tidak dapat beroperasi tanpa adanya listrik.

Sebagai informasi, ekspor minyak Venezuela mencapai lebih dari 500.000 barel/hari pada keadaan normal.

Dari sisi permintaan, pelaku pasar juga masih meyakini belum ada ancaman yang benar-benar kuat menggiring harga minyak lebih rendah lagi.

Alhasil, pertarungan sentimen akan kuat di seputar pasokan. Apabila OPEC kembali merilis data baru yang memperlihatkan pengurangan pasokan, harga minyak bisa makin melambung tinggi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular