
Jelang Akhir Pekan IHSG Lolos dari Lubang Jarum, Naik 0,36%
Houtmand P Saragih & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
22 March 2019 17:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini (22/3/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup akhir pekan dengan penguatan yang cukup besar yaitu 0,36% ke level 6.525,27.
Kinerja IHSG kompak dengan bursa saham utama Benua Kuning yang juga bergerak ke arah utara (menguat): indeks Hang Seng naik 0,14%, indeks Shanghai naik 0,09%, indeks Nikkei naik 0,09%, indeks Kospi naik 0,09% dan Straits Times terkoreksi 0,05%.
Penguatan IHSG disokong oleh penguatan di indeks sektor keuangan yang tumbuh 0,78%. Emiten-emiten yang berkontribusi adalah PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA menguat 16,88%, PT Bank QNB Indonesia Tbk/BKSW naik 10,29%, PT Bank Sinarmas Tbk/BSIM naik 4,42%, PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN menguat 4,37%, PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk/AMAG melesat 4,14%.
Meski awalnya pelaku pasar bersikap moderat, pada penutupan perdagangan hari ini, investor nampaknya sudah berhasil mencerna dan memberikan respon positif atas kebijakan yang diputuskan Bank Indonesia (BI) kemarin (21/03/2019).
Setelah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 6%, Gubernur BI Perry Warjiyo juga akan memastikan kecukupan likuiditas bank tanah air melalui operasi pasar terbuka (open market operation/OMO).
Dengan BI menahan suku bunga acuan, perbankan tanah air sudah pasti diuntungkan karena marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM) bisa dijaga dan tidak tertekan seperti yang terjadi pada tahun 2018.
Sepanjang 2018, NIM dari bank-bank BUKU 4 kompak tertekan lantaran kenaikan suku bunga acuan sebesar 175 bps yang dieksekusi oleh Bank Indonesia (BI), merespons normalisasi The Fed sebesar 100 bps di tahun yang sama. Jika NIM bisa dijaga supaya tidak tertekan, tentu pendapatan dan laba bersih akan bisa dijaga.
Lebih lanjut, BI juga akan melaksanakan OMO dengan memperbanyak jadwal lelang term repo dan swap valas. Selain itu, bank juga bisa menggadaikan surat berharga negara (SBN) yang dimilikinya untuk memperoleh likuiditas dari BI.
Dukungan pelonggaran likuiditas tersebut dimaksud untuk memperkuat sisi makroprudesial. Pasalnya, per 1 Juli 2019, BI akan menaikkan Rasio Intermediasi Makroprudensial yang awalnya 82-92% menjadi 84-94%.
Dengan demikian, bank-bank diharapkan mampu meningkatkan penyaluran kredit yang lebih efektif terutama untuk kepentingan sektor usaha.
Alhasil, sektor perbankan pasti bergembira dengan sikap BI yang benar-benar menjamin stabilitas sektor keuangan. Bukan tanpa alasan jika investor asing pun tertarik untuk melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 195,64 miliar di penutupan perdagangan pekan ini. Di akhir perdagangan pekan ini, investor kompak memilih menikmati keputusan Bank Sentral di dunia yang kompak menahan suku bunga acuannya.
Sejatinya, tidak hanya Bank Sentral AS/The Fed yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di kisaran 2,25-2,5%. Bank Sentral Inggris (BOE), Bank Sentral Jepang (BOJ), Bank Sentral Filipina (BSP) juga memutuskan untuk melakukan aksi serupa.
Dengan demikian, investor yakin bahwa penjuru dunia sedang giat-giatnya berupaya untuk menahan perlambatan ekonomi global. Alhasil, ini adalah momen terbaik untuk berinvestasi sebelum badai selanjutnya menerpa.
Badai yang dimaksud tentunya adalah perkembangan perceraian Inggris-Uni Eropa (Brexit) dan negosiasi dagang AS-China.
Uni Eropa (UE) akhirnya bersedia menunda keluarnya Inggris dari bloknya atau Brexit yang sejatinya harus terjadi pada 29 Maret mendatang.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan UE akan memberi perpanjangan hingga 22 Mei bila May mampu mendapatkan persetujuan dari parlemen pekan depan. Bila ia gagal, Inggris hanya akan mendapat perpanjangan waktu hingga 12 April. Saat itu, Inggris akan mengalami Brexit tanpa kesepakatan.
Perdana Menteri Inggris Theresa May, minggu depan, akan kembali mengajukan proposalnya ke parlemen.
"Ya, kami akan meninggalkan Uni Eropa, dan saya percaya ini adalah tugas kami sebagai pemerintah, sebagai sebuah parlemen, untuk menghormati pemungutan suara (referendum Inggris)," ujar May dilansir CNBC International.
Di lain pihak, investor akhirnya juga memilih untuk melihat apa yang akan terjadi pada tanggal 28-29 Maret, kelanjutan negosiasi dagang AS-China.
Baik perwakilan dagang AS maupun China, pada dasarnya menunjukkan kemauan untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung kurang lebih 8 bulan ini.
China menginginkan Negeri Paman Sam untuk menghapus beban tarif US$ 250 miliar, sedangkan Washington ingin Tiongkok memastikan perlindungan hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi. Jadi kedua negara sudah sangat paham apa yang diinginkan masing-masing.
Alhasil, daripada ketir-ketir tidak jelas, lebih baik merespon yang pasti-pasti saja, sikap itulah yang dipilih pelaku pasar. Jadi mari tunggu saja, gejolak apa yang akan terjadi minggu depan, dan akhir pekan ini lebih baik bergembira.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Kinerja IHSG kompak dengan bursa saham utama Benua Kuning yang juga bergerak ke arah utara (menguat): indeks Hang Seng naik 0,14%, indeks Shanghai naik 0,09%, indeks Nikkei naik 0,09%, indeks Kospi naik 0,09% dan Straits Times terkoreksi 0,05%.
Penguatan IHSG disokong oleh penguatan di indeks sektor keuangan yang tumbuh 0,78%. Emiten-emiten yang berkontribusi adalah PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA menguat 16,88%, PT Bank QNB Indonesia Tbk/BKSW naik 10,29%, PT Bank Sinarmas Tbk/BSIM naik 4,42%, PT Bank Danamon Indonesia Tbk/BDMN menguat 4,37%, PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk/AMAG melesat 4,14%.
Setelah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 6%, Gubernur BI Perry Warjiyo juga akan memastikan kecukupan likuiditas bank tanah air melalui operasi pasar terbuka (open market operation/OMO).
Dengan BI menahan suku bunga acuan, perbankan tanah air sudah pasti diuntungkan karena marjin bunga bersih/Net Interest Margin (NIM) bisa dijaga dan tidak tertekan seperti yang terjadi pada tahun 2018.
Sepanjang 2018, NIM dari bank-bank BUKU 4 kompak tertekan lantaran kenaikan suku bunga acuan sebesar 175 bps yang dieksekusi oleh Bank Indonesia (BI), merespons normalisasi The Fed sebesar 100 bps di tahun yang sama. Jika NIM bisa dijaga supaya tidak tertekan, tentu pendapatan dan laba bersih akan bisa dijaga.
Lebih lanjut, BI juga akan melaksanakan OMO dengan memperbanyak jadwal lelang term repo dan swap valas. Selain itu, bank juga bisa menggadaikan surat berharga negara (SBN) yang dimilikinya untuk memperoleh likuiditas dari BI.
Dukungan pelonggaran likuiditas tersebut dimaksud untuk memperkuat sisi makroprudesial. Pasalnya, per 1 Juli 2019, BI akan menaikkan Rasio Intermediasi Makroprudensial yang awalnya 82-92% menjadi 84-94%.
Dengan demikian, bank-bank diharapkan mampu meningkatkan penyaluran kredit yang lebih efektif terutama untuk kepentingan sektor usaha.
Alhasil, sektor perbankan pasti bergembira dengan sikap BI yang benar-benar menjamin stabilitas sektor keuangan. Bukan tanpa alasan jika investor asing pun tertarik untuk melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 195,64 miliar di penutupan perdagangan pekan ini. Di akhir perdagangan pekan ini, investor kompak memilih menikmati keputusan Bank Sentral di dunia yang kompak menahan suku bunga acuannya.
Sejatinya, tidak hanya Bank Sentral AS/The Fed yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di kisaran 2,25-2,5%. Bank Sentral Inggris (BOE), Bank Sentral Jepang (BOJ), Bank Sentral Filipina (BSP) juga memutuskan untuk melakukan aksi serupa.
Dengan demikian, investor yakin bahwa penjuru dunia sedang giat-giatnya berupaya untuk menahan perlambatan ekonomi global. Alhasil, ini adalah momen terbaik untuk berinvestasi sebelum badai selanjutnya menerpa.
Badai yang dimaksud tentunya adalah perkembangan perceraian Inggris-Uni Eropa (Brexit) dan negosiasi dagang AS-China.
Uni Eropa (UE) akhirnya bersedia menunda keluarnya Inggris dari bloknya atau Brexit yang sejatinya harus terjadi pada 29 Maret mendatang.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan UE akan memberi perpanjangan hingga 22 Mei bila May mampu mendapatkan persetujuan dari parlemen pekan depan. Bila ia gagal, Inggris hanya akan mendapat perpanjangan waktu hingga 12 April. Saat itu, Inggris akan mengalami Brexit tanpa kesepakatan.
Perdana Menteri Inggris Theresa May, minggu depan, akan kembali mengajukan proposalnya ke parlemen.
"Ya, kami akan meninggalkan Uni Eropa, dan saya percaya ini adalah tugas kami sebagai pemerintah, sebagai sebuah parlemen, untuk menghormati pemungutan suara (referendum Inggris)," ujar May dilansir CNBC International.
Di lain pihak, investor akhirnya juga memilih untuk melihat apa yang akan terjadi pada tanggal 28-29 Maret, kelanjutan negosiasi dagang AS-China.
Baik perwakilan dagang AS maupun China, pada dasarnya menunjukkan kemauan untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung kurang lebih 8 bulan ini.
China menginginkan Negeri Paman Sam untuk menghapus beban tarif US$ 250 miliar, sedangkan Washington ingin Tiongkok memastikan perlindungan hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi. Jadi kedua negara sudah sangat paham apa yang diinginkan masing-masing.
Alhasil, daripada ketir-ketir tidak jelas, lebih baik merespon yang pasti-pasti saja, sikap itulah yang dipilih pelaku pasar. Jadi mari tunggu saja, gejolak apa yang akan terjadi minggu depan, dan akhir pekan ini lebih baik bergembira.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular