
Perkasa Sejak 15 Maret, Sudah Saatnya Rupiah Rehat Dulu
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 March 2019 12:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Minimnya sentimen positif eksternal dan domestik membuat rupiah sulit lepas dari jerat zona merah.
Pada Jumat (22/3/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.157. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sempat menguat 0,04%. Namun itu tidak bertahan lama karena tidak lama kemudian rupiah tergelincir ke jalur merah.
Sepertinya rupiah akan sulit meneruskan tren penguatan yang terjadi selama 5 hari ke belakang. Apresiasi rupiah di hadapan dolar AS yang dimulai tanpa henti sejak 15 Maret sepertinya harus berakhir hari ini.
Saat penguatan rupiah sudah cukup lama, maka mata uang Tanah Air menjadi rentan terpapar koreksi. Sebenarnya tidak ada masalah, justru koreksi membuat rupiah lebih sehat dan tidak mengalami penggelembungan (bubble). Jadi memang hari ini mungkin sudah saatnya koreksi itu datang.
Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Asia yang juga tidak berdaya terhadap greenback. Rupiah, yuan China, won Korea Selatan, peso Filipina, dolar Singapura, sampai dolar Taiwan tidak mampu membendung keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam.
Won masih menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning, dan rupiah tepat di atasnya. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:11 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Selain kebangkitan dolar AS usai jatuh gara-gara hasil rapat The Federal Reserve/The Fed kemarin, depresiasi mata uang Asia juga disebabkan oleh rilis data yang kurang oke. Laju inflasi inti di Jepang pada Februari tercatat 0,4% year-on-year (YoY), sama seperti bulan sebelumnya.
Data ini menunjukkan belum ada geliat signifikan di perekonomian Negeri Matahari Terbit. Sepertinya Jepang masih belum bisa lepas dari jerat stagnasi.
Jepang adalah perekonomian terbesar kedua di Asia, sehingga kelesuan di sana akan mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia. Bagi Indonesia, Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor utama dengan nilai US$ 2,23 miliar pada 2 bulan awal 2019. Jepang menduduki peringkat ketiga dengan pangsa 9,24%.
Ketika permintaan di Jepang masih lesu, maka permintaan produk-produk made in Indonesia bisa berkurang. Ini tentu akan mempengaruhi ekspor Indonesia secara keseluruhan mengingat posisi Jepang yang cukup strategis.
Sementara dari dalam negeri, rupiah kemungkinan terbeban akibat tingginya kebutuhan valas korporasi jelang akhir kuartal-I 2019. Biasanya setiap akhir kuartal korporasi asing akan menyetor dividen ke kantor pusatnya di luar negeri. Permintaan valas yang tinggi membuat rupiah melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Jumat (22/3/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.157. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah sempat menguat 0,04%. Namun itu tidak bertahan lama karena tidak lama kemudian rupiah tergelincir ke jalur merah.
Saat penguatan rupiah sudah cukup lama, maka mata uang Tanah Air menjadi rentan terpapar koreksi. Sebenarnya tidak ada masalah, justru koreksi membuat rupiah lebih sehat dan tidak mengalami penggelembungan (bubble). Jadi memang hari ini mungkin sudah saatnya koreksi itu datang.
Baca:Santai Dulu, Rupiah! |
Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Asia yang juga tidak berdaya terhadap greenback. Rupiah, yuan China, won Korea Selatan, peso Filipina, dolar Singapura, sampai dolar Taiwan tidak mampu membendung keperkasaan mata uang Negeri Paman Sam.
Won masih menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning, dan rupiah tepat di atasnya. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:11 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Selain kebangkitan dolar AS usai jatuh gara-gara hasil rapat The Federal Reserve/The Fed kemarin, depresiasi mata uang Asia juga disebabkan oleh rilis data yang kurang oke. Laju inflasi inti di Jepang pada Februari tercatat 0,4% year-on-year (YoY), sama seperti bulan sebelumnya.
Data ini menunjukkan belum ada geliat signifikan di perekonomian Negeri Matahari Terbit. Sepertinya Jepang masih belum bisa lepas dari jerat stagnasi.
Jepang adalah perekonomian terbesar kedua di Asia, sehingga kelesuan di sana akan mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia. Bagi Indonesia, Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor utama dengan nilai US$ 2,23 miliar pada 2 bulan awal 2019. Jepang menduduki peringkat ketiga dengan pangsa 9,24%.
Ketika permintaan di Jepang masih lesu, maka permintaan produk-produk made in Indonesia bisa berkurang. Ini tentu akan mempengaruhi ekspor Indonesia secara keseluruhan mengingat posisi Jepang yang cukup strategis.
Sementara dari dalam negeri, rupiah kemungkinan terbeban akibat tingginya kebutuhan valas korporasi jelang akhir kuartal-I 2019. Biasanya setiap akhir kuartal korporasi asing akan menyetor dividen ke kantor pusatnya di luar negeri. Permintaan valas yang tinggi membuat rupiah melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular