AS Kemungkinan Resesi, Wall Street Diproyeksi Melemah

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
21 March 2019 21:06
Wall Street akan cenderung dibuka melemah hari ini (21/3/2010).
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)
Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan cenderung dibuka melemah hari ini (21/3/2010). Hingga berita ini dimuat kontrak future Dow Jones dan Nasdaq Composite mengimplikasikan penurunan masing-masing sebesar 146,67 poin dan 35,50 poin, sementara indeks S&P 500 diimplikasikan juga turun sebesar 14,23. poin

Keputusan Bank Sentral AS/The Fed untuk menahan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) nampaknya masih memberi sentimen negatif pada Wall Street.

Belum lagi, Gubernur The Fed Jerome Powell juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi US menjadi sekitar 2,1%, turun dari estimasi sebelumnya yaitu 2,3%, dan jauh lebih rendah dibandingkan capaian sekitar 2,9% di 2018, dilansir dari CNBC Internasional.

The Fed juga mengindikasikan akan mengakhiri normalisasi neracanya pada September mendatang. Artinya The Fed akan berhenti menyedot likuiditas dari pasar. Sikap The Fed yang tidak menekan dan tidak juga menstimulus pasar Amerika membuat investor memilih untuk mundur dari Wall Street. 

Analis bahkan mengatakan AS mungkin akan segera menghadapi resesi lagi pada pertengahan tahun depan.

"Kami berpandangan bahwa AS akan menghadapi resesi, atau mendekati kondisi resesi pada pertengahan tahun 2020", ujar Paul Kitney, Analis Daiwa Capital Markets seperti dilansir dalam CNBC Internasional.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Proyeksi resesi AS besar kemungkinan dapat terjadi jika tidak ada stimulus besar untuk ekonomi AS, belum lagi ada potensi perang dagang AS-China terekskalasi.

Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa tarif impor senilai US$ 250 miliar yang rencananya akan dibebankan ke China pada 1 Maret, belum tentu akan dihapus.

"Kami tidak berbicara untuk menghapusnya (tarif impor ke China). Kami bicara tentang mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama karena kami harus memastikan bahwa China mengikuti kesepakatan, dan menerapkannya", ujar Trump seperti dilansir Reuters.

Perwakilan dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan terbang ke Beijing pada 28-29 Maret, pekan depan dan bertemu Wakil Perdana Menteri China Liu He. Liu He dijadwalkan akan mengunjungi Washington sepekan kemudian.

Masih belum ada konfirmasi terkait negosiasi apa yang akan diangkat pada pertemuan minggu depan di Beijing. Namun, pembicaraan sepertinya seputar kekhawatiran kedua belah pihak akan jaminan tarif impor dan mekanisme pasar.

Pada hari ini, investor akan mencermati rilis data ekonomi jumlah persediaan gas alam AS yang akan diumumkan pukul 22:30 WIB.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular