
Di Kurs Tengah BI, Rupiah Anjlok Nyaris 2% dalam 10 Hari
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 March 2019 10:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Hal serupa terjadi di pasar spot.
Pada Rabu (13/3/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor menujukkan angka Rp 14.269. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Pelemahan hari ini mempertegas tren pelemahan rupiah di kurs tengah BI. Dalam 10 hari perdagangan terakhir, rupiah melemah 7 kali. Selama periode tersebut, pelemahan rupiah nyaris mencapai 2%.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah terhadap dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.270 di mana rupiah terdepresiasi 0,07%.
Padahal rupiah mampu menguat 0,14% kala pembukaan pasar. Namun memang kemudian apresiasi rupiah terus tergerus, habis, dan akhirnya melemah.
Nasib serupa juga dialami mata uang utama Asia, yang sempat perkasa di hadapan greenback kemudian berbalik melemah. Kini tinggal tersisa rupee India, yen Jepang, dan peso Filipina yang masih bisa menguat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:10 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS juga sedang perkasa di tingkat global. Pada pukul 10:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%. Indeks ini masih melemah hingga dini hari tadi.
Investor mulai berpihak kepada dolar AS setelah rilis data ekonomi terbaru di Jepang. Pada Januari, pemesanan mesin inti (di luar kapal dan alat-alat listrik) turun 5,4% secara month-on-month (MoM) juga turun 2,9% secara year-on-year (YoY). Penurunan secara MoM pada Januari merupakan yang terdalam sejak September 2018.
Data ini menunjukkan bahwa perekonomian Negeri Matahari Terbit masih terengah-engah. Belum ada geliat yang berarti, dunia usaha masih enggan melakukan ekspansi.
Artinya, jalan Bank Sentral Jepang (BoJ) menuju pengetatan moneter masih amat sangat panjang sekali. Sepertinya Jepang terpaksa masih berkutat dengan kebijakan moneter longgar untuk menstimulasi perekonomian. Bagi Haruhiko Kuroda dan kolega, bermimpi menaikkan suku bunga acuan pun mungkin belum berani.
Sementara Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) masih lebih mungkin untuk menaikkan suku bunga acuan, meski tidak dalam waktu dekat. Dotplot The Fed masih belum diubah, target suku bunga acuan pada akhir 2019 masih di median 2,8%. Dengan Federal Funds Rate yang sekarang di median 2,375%, butuh setidaknya dua kali kenaikan lagi untuk mencapai target tersebut.
Ini membuat dolar AS menjadi lebih menarik, setidaknya di hadapan yen. Arus modal pun kembali menyemut di sekitar mata uang Negeri Paman Sam sehingga nilainya menguat.
Selain itu, pelaku pasar juga sepertinya mulai grogi melihat perkembangan di Inggris. Lagi-lagi proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May kandas di voting parlemen dengan skor 391 menolak, 242 setuju. Proposal pertama sudah ditolak dalam voting 15 Januari dengan skor 432 berbanding 202.
Hasil voting ini menyisakan pilihan sulit buat Negeri Ratu Elizabeth. Keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa (No Deal Brexit), menunda pelaksanaan Brexit yang sedianya dieksekusi pada 29 Maret, pemilu yang dipercepat dengan posisi May sebagai taruhannya, atau menggelar jajak pendapat ulang kepada warga Inggris apakah masih mau bercerai dengan Uni Eropa atau tidak.
Pada Rabu ini pukul 19:00 GMT, parlemen Inggris akan kembali menggelar voting untuk memutuskan apakah No Deal Brexit adalah jalan terbaik. Jika parlemen memutuskan memilih No Deal Brexit, maka dampaknya akan sangat luar biasa.
No Deal Brexit akan membuat Inggris kesulitan untuk berdagang dengan tetangganya di Eropa Daratan. Sebab, Inggris akan dikecualikan dari perjanjian perdagangan bebas sehingga produk-produk made in the UK akan kena bea masuk. Demikian juga produk-produk negara Uni Eropa, akan kena bea masuk saat berada di tanah Inggris.
Nasib Brexit yang masih samar-samar bisa membuat pelaku pasar bermain aman hari ini. Ada potensi menghindari aset-aset berisiko, sehingga menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan Asia. Tidak terkecuali Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Pada Rabu (13/3/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor menujukkan angka Rp 14.269. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Pelemahan hari ini mempertegas tren pelemahan rupiah di kurs tengah BI. Dalam 10 hari perdagangan terakhir, rupiah melemah 7 kali. Selama periode tersebut, pelemahan rupiah nyaris mencapai 2%.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah terhadap dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.270 di mana rupiah terdepresiasi 0,07%.
Padahal rupiah mampu menguat 0,14% kala pembukaan pasar. Namun memang kemudian apresiasi rupiah terus tergerus, habis, dan akhirnya melemah.
Nasib serupa juga dialami mata uang utama Asia, yang sempat perkasa di hadapan greenback kemudian berbalik melemah. Kini tinggal tersisa rupee India, yen Jepang, dan peso Filipina yang masih bisa menguat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:10 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS juga sedang perkasa di tingkat global. Pada pukul 10:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%. Indeks ini masih melemah hingga dini hari tadi.
Investor mulai berpihak kepada dolar AS setelah rilis data ekonomi terbaru di Jepang. Pada Januari, pemesanan mesin inti (di luar kapal dan alat-alat listrik) turun 5,4% secara month-on-month (MoM) juga turun 2,9% secara year-on-year (YoY). Penurunan secara MoM pada Januari merupakan yang terdalam sejak September 2018.
Data ini menunjukkan bahwa perekonomian Negeri Matahari Terbit masih terengah-engah. Belum ada geliat yang berarti, dunia usaha masih enggan melakukan ekspansi.
Artinya, jalan Bank Sentral Jepang (BoJ) menuju pengetatan moneter masih amat sangat panjang sekali. Sepertinya Jepang terpaksa masih berkutat dengan kebijakan moneter longgar untuk menstimulasi perekonomian. Bagi Haruhiko Kuroda dan kolega, bermimpi menaikkan suku bunga acuan pun mungkin belum berani.
Sementara Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) masih lebih mungkin untuk menaikkan suku bunga acuan, meski tidak dalam waktu dekat. Dotplot The Fed masih belum diubah, target suku bunga acuan pada akhir 2019 masih di median 2,8%. Dengan Federal Funds Rate yang sekarang di median 2,375%, butuh setidaknya dua kali kenaikan lagi untuk mencapai target tersebut.
Ini membuat dolar AS menjadi lebih menarik, setidaknya di hadapan yen. Arus modal pun kembali menyemut di sekitar mata uang Negeri Paman Sam sehingga nilainya menguat.
Selain itu, pelaku pasar juga sepertinya mulai grogi melihat perkembangan di Inggris. Lagi-lagi proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May kandas di voting parlemen dengan skor 391 menolak, 242 setuju. Proposal pertama sudah ditolak dalam voting 15 Januari dengan skor 432 berbanding 202.
Hasil voting ini menyisakan pilihan sulit buat Negeri Ratu Elizabeth. Keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa (No Deal Brexit), menunda pelaksanaan Brexit yang sedianya dieksekusi pada 29 Maret, pemilu yang dipercepat dengan posisi May sebagai taruhannya, atau menggelar jajak pendapat ulang kepada warga Inggris apakah masih mau bercerai dengan Uni Eropa atau tidak.
Pada Rabu ini pukul 19:00 GMT, parlemen Inggris akan kembali menggelar voting untuk memutuskan apakah No Deal Brexit adalah jalan terbaik. Jika parlemen memutuskan memilih No Deal Brexit, maka dampaknya akan sangat luar biasa.
No Deal Brexit akan membuat Inggris kesulitan untuk berdagang dengan tetangganya di Eropa Daratan. Sebab, Inggris akan dikecualikan dari perjanjian perdagangan bebas sehingga produk-produk made in the UK akan kena bea masuk. Demikian juga produk-produk negara Uni Eropa, akan kena bea masuk saat berada di tanah Inggris.
Nasib Brexit yang masih samar-samar bisa membuat pelaku pasar bermain aman hari ini. Ada potensi menghindari aset-aset berisiko, sehingga menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan Asia. Tidak terkecuali Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Tembus Level Terkuatnya Sejak Juni 2018
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular