
Dolar AS Masih Lemas, Rupiah Lanjutkan Penetrasi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 March 2019 08:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Apakah rupiah tengah bersiap menuju penguatan selama 3 hari beruntun?
Pada Rabu (13/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.240 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah terus menipis. Pada pukul 08:09 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.250 di mana rupiah masih menguat tetapi tinggal 0,07%.
Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,18% terhadap dolar AS. Sehari sebelumnya rupiah juga mampu menguat 0,14%.
Jadi kalau hari ini rupiah kembali finis di jalur hijau, maka akan menjadi penguatan selama 3 hari beruntun. Sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 22-26 Februari.
Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang utama juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Peso Filpina menjadi mata uang dengan penguatan paling tajam, disusul oleh yuan China dan yen Jepang.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:14 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS juga tertekan secara global. Laju dolar AS tertahan seiring rilis data inflasi di Negeri Paman Sam.
Pada Februari, inflasi AS tercatat 1,5% year-on-year (YoY). Ini merupakan laju paling lemah sejak September 2016.
Sementara inflasi inti pada Februari adalah 2,1% YoY. Dalam 3 bulan terakhir, inflasi inti berada di angka 2,2% sehingga terlihat ada perlambatan pada Februari.
Data inflasi yang diumumkan ini adalah Consumer Price Index (CPI) atau yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia. Sementara indikator inflasi yang digunakan The Federal Reserves/The Fed adalah Personal Consumption Expenditure inti atau core PCE.
Namun data inflasi CPI ini juga menggambarkan bahwa ternyata ada indikasi konsumen di AS menahan diri. Daya beli belum kuat-kuat amat sehingga tidak mampu mendorong laju inflasi lebih cepat lagi.
Artinya, kemungkinan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan sepanjang 2019 dan bahkan ada peluang untuk menurunkannya. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan Federal Funds Rate dipertahankan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 adalah 87,8% dan probabilitas untuk turun menjadi 2-2,25% adalah 18,2%. Peluang untuk naik ke 2,5-2,75% adalah 0%.
Tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (utamanya di aset berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik. Akibatnya, dolar AS masih mengalami tekanan jual seperti kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Tertekan, Dolar AS Nanjak Terus!
Pada Rabu (13/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.240 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah terus menipis. Pada pukul 08:09 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.250 di mana rupiah masih menguat tetapi tinggal 0,07%.
Jadi kalau hari ini rupiah kembali finis di jalur hijau, maka akan menjadi penguatan selama 3 hari beruntun. Sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 22-26 Februari.
Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang utama juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Peso Filpina menjadi mata uang dengan penguatan paling tajam, disusul oleh yuan China dan yen Jepang.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:14 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Tidak cuma di Asia, dolar AS juga tertekan secara global. Laju dolar AS tertahan seiring rilis data inflasi di Negeri Paman Sam.
Pada Februari, inflasi AS tercatat 1,5% year-on-year (YoY). Ini merupakan laju paling lemah sejak September 2016.
Sementara inflasi inti pada Februari adalah 2,1% YoY. Dalam 3 bulan terakhir, inflasi inti berada di angka 2,2% sehingga terlihat ada perlambatan pada Februari.
Data inflasi yang diumumkan ini adalah Consumer Price Index (CPI) atau yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Indonesia. Sementara indikator inflasi yang digunakan The Federal Reserves/The Fed adalah Personal Consumption Expenditure inti atau core PCE.
Namun data inflasi CPI ini juga menggambarkan bahwa ternyata ada indikasi konsumen di AS menahan diri. Daya beli belum kuat-kuat amat sehingga tidak mampu mendorong laju inflasi lebih cepat lagi.
Artinya, kemungkinan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan sepanjang 2019 dan bahkan ada peluang untuk menurunkannya. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan Federal Funds Rate dipertahankan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 adalah 87,8% dan probabilitas untuk turun menjadi 2-2,25% adalah 18,2%. Peluang untuk naik ke 2,5-2,75% adalah 0%.
Tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (utamanya di aset berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik. Akibatnya, dolar AS masih mengalami tekanan jual seperti kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Rupiah Tertekan, Dolar AS Nanjak Terus!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular