Happy Weekend! Data Ekonomi Mendukung, IHSG Menguat 0,88%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 March 2019 17:05
Happy Weekend! Data Ekonomi Mendukung, IHSG Menguat 0,88%
Foto: Oppo Stock In Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan terakhir di pekan ini dengan penguatan sebesar 0,88% ke level 6.499,88. IHSG menempel ketat level psikologis 6.500 yang kemarin ditinggalkan untuk kali pertama dalam 7 hari perdagangan.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 1,02%, indeks Shanghai naik 1,8%, indeks Hang Seng naik 0,63%, dan indeks Straits Times naik 0,36%.

Rilis data ekonomi sukses mendorong kinerja bursa saham regional. Dari negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia yakni AS, kemarin (28/2/2018) pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-IV 2018 diumumkan di level 2,6% (QoQ annualized).

Memang ada perlambatan dibandingkan capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,4%, namun capaian pada kuartal-IV 2018 berhasil mengalahkan konsensus yang sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Rilis data tersebut memberikan kelegaan bagi investor. Pasalnya, data tersebut menunjukkan bahwa dampak dari perang dagang dengan China terhadap perekonomian AS tak separah seperti yang diproyeksikan para ekonom.

Dari kawasan regional sendiri, rilis data ekonomi yang ada juga mendukung. Pada pagi hari ini, Manufacturing PMI China periode Februari 2019 versi Caixin diumumkan di level 49,9.

Sejati-nya, angka di bawah 50 menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur mengawali kontraksi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, kontraksi yang terjadi tak sedalam ekspektasi. Melansir Trading Economics, konsensus untuk data tersebut berada di level 48,5.

Beralih ke Jepang, pembacaan akhir untuk data Manufacturing PMI periode Februari 2019 versi Nikkei diumumkan di level 48,9, lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sebesar 48,5, seperti dilansir dari Trading Economics.

Deretan data ekonomi yang oke tersebut berhasil membuat investor mengabaikan perkembangan hubungan dagang AS-China yang kurang oke. Kemarin, World Trade Organization (WTO) memenangkan AS dalam gugatan-nya terhadap China terkait dengan pemberian subsidi agrikultur.

WTO menyatakan bahwa China memberikan subsidi yang berlebihan kepada petani beras dan gandum disana, melebihi nilai komitmen subsidi yang sudah disetujui sebelumnya. Lantas, WTO merekomendasikan China untuk mengubah kebijakan-nya di sektor agrikultur sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sebelumnya, AS menuduh bahwa langkah curang dari pihak China telah merugikan petani-petani di AS karena produknya menjadi kurang kompetitif di Negeri Panda.

China memprotes keras keputusan tersebut. Dalam pernyataan tertulis, Kementerian Perdagangan China berdalih bahwa program subsidi agrikultur dilakukan dalam koridor yang diperkenankan oleh WTO. Subsidi di sektor agrikultur, menurut China, juga sebuah praktik yang lumrah di berbagai negara. Oleh karena itu, China menyesalkan keputusan WTO yang memenangkan gugatan AS.

Ribut-ribut ini berpotensi membuat negosiasi dagang AS-China kian rumit. Apalagi, Presiden AS Donald Trump sudah menegaskan bahwa dirinya siap untuk keluar dari negosiasi dagang dengan China jika hasilnya tidak memuaskan.

"Saya selalu siap untuk keluar. Saya tidak pernah takut untuk keluar dari kesepakatan, termasuk dengan China," tegasnya kala memberikan konferensi pers terkait pertemuan tingkat tinggi dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/2019).
Indeks sektor barang konsumsi yang melejit 2,36% menjadi motor utama penguatan IHSG. Saham-saham barang konsumsi gencar diburu investor menyusul rilis data Indeks Harga Konsumsi (IHK) periode Februari 2019.

Pada pagi hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Februari terjadi deflasi sebesar 0,08% MoM, lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni deflasi sebesar 0,05% MoM. Sementara itu, tingkat inflasi secara tahunan diumumkan di level 2,57%.

Sejatinya, deflasi bisa diinterpretasikan sebagai bukti dari lemah-nya daya beli masyarakat Indonesia. Namun, deflasi pada bulan Februari praktis hanya disumbang oleh kelompok bahan makanan yang turun hingga 1,11% MoM. Sementara itu, enam komponen pembentuk IHK lainnya membukukan kenaikan harga.



Lantas, secara keseluruhan investor melihat bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih kuat. Penurunan tingkat harga pada kelompok bahan makanan lebih disebabkan oleh berlimpahnya pasokan atau distirbusi yang baik.

Lantaran daya beli masyarakat Indonesia dianggap masih kuat, aksi beli atas saham-saham barang konsumsi dilakukan.

Memasuki bulan Maret, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengungkapkan bahwa diharapkan harga beras bisa lebih rendah, seiring dengan Indonesia yang memasuki puncak panen.

Jika harga bahan makanan bisa terus dijaga di level yang rendah, tentu daya beli masyarakat akan semakin kuat.

Saham-saham barang konsumsi yang banyak diburu investor diantaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+7,41%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+3,18%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+3,16%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (+3,01%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+0,77%). Penguatan IHSG pada hari ini didorong oleh investor domestik. Pasalnya, investor asing justru membukukan jual bersih senilai Rp 510 miliar. Pelemahan rupiah mendorong investor asing untuk melakukan aksi jual. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,36% di pasar spot ke level Rp 14.110/dolar AS.

Lantas, investor asing tercatat sudah dua hari berturut-turut keluar dari pasar saham Indonesia. Kemarin, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 1,29 triliun.

Memudarnya optimisme terkait damai dagang AS-China menyusul keputusan WTO yang mengabulkan gugatan AS membuat dolar AS selaku safe haven menjadi pilihan pelaku pasar.

5 besar saham yang dilepas investor asing pada hari ini adalah: PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 84,9 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 80,2 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 65,5 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 63,1 miliar), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 53,5 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular