Mohon Maaf, Rupiah Memang Sudah Kehabisan 'Bensin'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2019 09:25
Mohon Maaf, Rupiah Memang Sudah Kehabisan 'Bensin'
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah berbalik melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Mohon maaf, memang sudah tidak ada lagi alasan bagi rupiah untuk bisa menguat. 

Pada Rabu (27/2/2018) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.003. Rupiah melemah tipis 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.  

Seiring jalan, depresiasi rupiah semakin dalam menjadi 0,16%. Pada pukul 09:04 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.010. 

Padahal kala pembukaan pasar spot, rupiah masih mampu menguat 0,06%. Penguatan ini sempat menebal menjadi 0,09%. 


Namun itu hanya fatamorgana, karena kemudian rupiah langsung melemah. Bahkan dolar AS kembali menembus level Rp 14.000. 

Faktor domestik dan eksternal memang sudah tidak mendukung penguatan rupiah. Mata uang Tanah Air sudah kehabisan bensin untuk melanjutkan perjalanan ke arah utara. 

Dari dalam negeri, rupiah rentan terkena koreksi teknikal karena sudah menguat 3 hari beruntun. Dalam periode ini, rupiah menguat 0,5%. 


Investor yang tergoda merealisasikan keuntungan kemudian melepas aset-aset berbasis rupiah. Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,11% pada pukul 09:08 WIB. 

Sementara dari sisi eksternal, dolar AS memang sedang menguat. Bahkan di Asia, tinggal yen Jepang, yuan China, dan ringgit Malaysia yang bisa menguat di hadapan greenback. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 09:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak cuma di Asia, dolar AS juga menguat secara global. Pada pukul 09:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,08%. 

Kepercayaan investor terhadap dolar AS tetap tinggi. Sikap ini terlihat dari kepemilikan di dolar AS secara jangka panjang yang pada pekan yang berakhir 12 Februari mencapai US$ 22,15 miliar, mengutip kalkulasi Reuters. Naik dibandingkan pekan sebelumnya yaitu US$ 21,76 miliar. 

Artinya, dalam jangka panjang investor masih cenderung memilih dolar AS. Kepercayaan pasar terhadap mata uang ini ternyata tidak luntur. Apalagi di tengah kecenderungan perlambatan ekonomi di Eropa dan Asia, dolar AS tetap menjadi 'bunker' yang paling bisa dipercaya. 


Faktor lain yang membebani langkah rupiah adalah kenaikan harga minyak. Pada pukul 09:13 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,63% dan 0,94%. Koreksi yang kemarin sempat mencapai 3% membuat ruang kenaikan harga minyak menjadi terbuka. 

Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan sebuah kabar gembira. Sebab biaya impor minyak akan membengkak kala harganya naik.

Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus ada impor untuk memenuhi kebutuhan karena produksi dalam negeri yang tidak memadai. Ini akan membuat pasokan devisa terkuras dan rupiah tidak punya modal untuk menguat. Fondasi rupiah menjadi rapuh sehingga rentan terdepresiasi. 

Terakhir, penyebab koreksi rupiah (dan mata uang Asia lainnya) adalah sentimen damai dagang AS-China yang sudah memudar. Belum adanya kabar terbaru dari hubungan AS-China (kecuali rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Florida bulan depan) membuat investor kurang beringas dan memilih mengambil nafas. 


Jadi, memang wajar rupiah melemah hari ini. Sebab memang sudah tidak faktor yang bisa menyokong keperkasaan mata uang Tanah Air.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular