Donald Trump + Pertumbuhan Ekonomi = Rupiah Terbaik Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 February 2019 12:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat meyakinkan di perdagangan pasar spot hari ini. Bahkan dolar AS mampu didorong ke bawah Rp 13.900.
Pada Rabu (6/2/2019) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.885. Rupiah menguat 0,47% dibandingkan posisi penutupan pasar sebelum libur Tahun Baru Imlek.
Memulai hari, rupiah sebenarnya kurang meyakinkan. Dibuka menguat 0,04%, penguatan rupiah kemudian menebal ke 0,11%. Namun rupiah mengendur dan penguatannya tergerus.
Momen yang dinanti akhirnya tiba yaitu Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato di ajang tahunan State of the Union. Trump menegaskan bahwa AS siap berdiskusi dan mencapai kesepakatan dagang dengan China, mengakhiri perang dagang yang berkobar sejak awal tahun lalu.
Kemudian Trump juga mengungkapkan bahwa dirinya akan bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un di Vietnam pada 27-28 Februari. Ini akan menjadi pertemuan lanjutan setelah di Singapura tahun lalu.
Pidato Trump menyulut optimisme di Asia. Potensi damai dagang AS-China dan damai sungguhan di Semenanjung Korea membuat pelaku pasar berani mengambil risiko. Arus modal pun mengalir ke aset-aset di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.
Rupiah tambah perkasa setelah rilis data pertumbuhan ekonomi 2018, yang sebesar 5,17%. Sedikit di atas konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,15%.
Memang pencapaian itu di bawah asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu 5,4%. Apalagi dibandingkan dengan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye yaitu membuat pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7%.
Namun pertumbuhan ekonomi 2018 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,07%. Ini juga menjadi pertumbuhan ekonomi terbaik pada masa kepemimpinan Jokowi.
Berbekal data ini, investor semakin yakin untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 139,84 miliar yang mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,95% pada penutupan perdagangan Sesi I.
Sedangkan di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 0,38 basis poin pada pukul 12:12 WIB. Penurunan yield mencerminkan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Bahkan posisi rupiah di puncak klasemen cukup aman. Sebab, yen Jepang yang berada di posisi kedua 'cuma' menguat 0,19% sementara penguatan rupiah nyaris menyentuh 0,5%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:14 WIB:
Selain pidato Trump dan data pertumbuhan ekonomi domestik, faktor lain yang mendukung penguatan rupiah adalah harga minyak. Pada pukul 12:20 WIB, harga minyak jenis brent masih terkoreksi 0,02%.
Penurunan harga minyak adalah berkah buat rupiah. Sebab, Indonesia bisa menghemat devisa yang dipakai untuk mengimpor komoditas ini karena harganya kini lebih murah.
Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan terbantu. Fundamental penyokong rupiah menjadi lebih kuat sehingga ruang apresiasi menjadi terbuka.
Banjirnya sentimen positif membuat rupiah tidak punya pilihan selain menguat. Bahkan penguatan rupiah jauh lebih tajam dibandingkan para kompatriotnya di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (6/2/2019) pukul 12:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.885. Rupiah menguat 0,47% dibandingkan posisi penutupan pasar sebelum libur Tahun Baru Imlek.
Memulai hari, rupiah sebenarnya kurang meyakinkan. Dibuka menguat 0,04%, penguatan rupiah kemudian menebal ke 0,11%. Namun rupiah mengendur dan penguatannya tergerus.
Momen yang dinanti akhirnya tiba yaitu Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato di ajang tahunan State of the Union. Trump menegaskan bahwa AS siap berdiskusi dan mencapai kesepakatan dagang dengan China, mengakhiri perang dagang yang berkobar sejak awal tahun lalu.
Kemudian Trump juga mengungkapkan bahwa dirinya akan bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un di Vietnam pada 27-28 Februari. Ini akan menjadi pertemuan lanjutan setelah di Singapura tahun lalu.
Pidato Trump menyulut optimisme di Asia. Potensi damai dagang AS-China dan damai sungguhan di Semenanjung Korea membuat pelaku pasar berani mengambil risiko. Arus modal pun mengalir ke aset-aset di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.
Rupiah tambah perkasa setelah rilis data pertumbuhan ekonomi 2018, yang sebesar 5,17%. Sedikit di atas konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,15%.
Memang pencapaian itu di bawah asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu 5,4%. Apalagi dibandingkan dengan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye yaitu membuat pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7%.
Namun pertumbuhan ekonomi 2018 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,07%. Ini juga menjadi pertumbuhan ekonomi terbaik pada masa kepemimpinan Jokowi.
Berbekal data ini, investor semakin yakin untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 139,84 miliar yang mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,95% pada penutupan perdagangan Sesi I.
Sedangkan di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 0,38 basis poin pada pukul 12:12 WIB. Penurunan yield mencerminkan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sementara di level Asia, penguatan rupiah menjadi yang terbaik. Tidak ada mata uang utama Benua Kuning yang menguat lebih tajam ketimbang rupiah. Bahkan posisi rupiah di puncak klasemen cukup aman. Sebab, yen Jepang yang berada di posisi kedua 'cuma' menguat 0,19% sementara penguatan rupiah nyaris menyentuh 0,5%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:14 WIB:
Selain pidato Trump dan data pertumbuhan ekonomi domestik, faktor lain yang mendukung penguatan rupiah adalah harga minyak. Pada pukul 12:20 WIB, harga minyak jenis brent masih terkoreksi 0,02%.
Penurunan harga minyak adalah berkah buat rupiah. Sebab, Indonesia bisa menghemat devisa yang dipakai untuk mengimpor komoditas ini karena harganya kini lebih murah.
Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan terbantu. Fundamental penyokong rupiah menjadi lebih kuat sehingga ruang apresiasi menjadi terbuka.
Banjirnya sentimen positif membuat rupiah tidak punya pilihan selain menguat. Bahkan penguatan rupiah jauh lebih tajam dibandingkan para kompatriotnya di Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular