Simak 6 Sentimen yang akan Memengaruhi Pasar Pekan Depan

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 February 2019 20:00
Simak 6 Sentimen yang akan Memengaruhi Pasar Pekan Depan
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepekan kemarin merupakan masa yang indah untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bagaimana tidak, IHSG menguat 0,86% ke level 6.538 selama sepekan kemarin. Baik faktor eksternal dan internal turut mendukung penguatan IHSG pekan lalu.

Namun, masuk ke pekan yang baru, pelaku pasar patut mencermati sejumlah sentimen baik domestik maupun eksternal yang berpotensi menjadi dalang dari pergerakan saham di Indonesia.

Tim Riset CNBC Indonesia merangkum beberapa sentimen yang perlu Anda ketahui untuk perdagangan pekan depan.

Pekan depan, akan banyak data ekonomi makro Indonesia yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar.

Pertama, Rabu, 6 Februari 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kuartal IV-2018.

Konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi pertumbuhan PDB 2018 secara tahunan (yoy) masih akan terus tumbuh dengan median 5,15%, yang artinya meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,07%.

Namun, PDB pada kuartal IV-2018 diprediksi akan turun sebesar 1,75% dibanding kuartal sebelumnya. Memang pada kuartal IV, PDB Indonesia cenderung turun dibandingkan kuartal-III. Namun kali ini prediksi kontraksinya lebih dalam, di mana pada kuartal IV-2017 hanya terkontraksi sebesar 1,70%.

Data pertumbuhan PDB Indonesia dapat menjadi gambaran daya tahan perekonomian terhadap gejolak perlambatan ekonomi dunia yang terjadi sepanjang tahun 2018. Bila pertumbuhan PDB bisa terus meningkat di tengah gonjang-ganjing ekonomi dunia, maka menandakan bahwa ketahanan perekonomian Indonesia terhadap faktor eksternal masih kuat.

Kedua
, pada Kamis, 7 Fabruari 2019, Bank Indonesia (BI) akan kembali merilis data cadangan devisa (cadev) RI periode Januari 2019. Posisi terakhir cadangan devisa adalah sebesar US$ 120,7 miliar pada Desember 2018. Dalam 3 bulan terakhir (Oktober-Desember) cadev RI memang selalu naik.

Sebagai informasi, pada periode Januari, nilai rupiah terapresiasi sebesar 3,06%. Bila rupiah dalam keadaan yang baik, seharusnya BI tidak perlu menghambur-hambur cadev untuk membantu stabilitas rupiah.

Bila cadev terus meningkat, yang mengindikasikan perekonomian terus membaik, maka rupiah punya banyak sokongan untuk menahan serangan dari luar.

Ketiga dan tak kalah penting, pada hari Jumat, 8 Februari 2019, BI juga akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal IV-2018 yang berisi data transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial. Pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan cukup tekor dengan nilai defisit (CAD) sebesar US$ 8,8 miliar atau setara dengan 3,37% dari PDB.

Menurut BI, melonjaknya nilai CAD pada kuartal III-2018 utamanya disebabkan oleh membengkaknya defisit perdagangan di sektor migas. Memang pada periode tersebut harga minyak sedang tinggi-tingginya. Meningkatnya harga minyak memang menjadi momok yang bisa menyebabkan transaksi berjalan jebol. Pasalnya, Indonesia merupakan negara net importir minyak.

Pada kuartal IV-2018, harga minyak terjun bebas hingga menyentuh titik terendahnya pada akhir tahun 2018. Tercatat pada periode Oktober-Desember 2018 harga minyak amblas sebesar  38%. Dengan kondisi yang sedemikian rupa, seharusnya harga minyak tidak bisa kembali dijadikan alasan bila CAD kembali menggelembung di atas 3% dari GDP Perkembangan dari proses damai dagang Amerika Serikat-China bisa menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar. Pasca perundingan dagang antar kedua negara yang berlangsung pada Rabu dan Kamis kemarin di Washington, perwakilan dagang AS, Robert Lighthizer mengatakan bahwa kedua belah pihak mencapai perkembangan yang besar dalam isu-isu mendasar.

Salah satu yang paling menjadi perhatian adalah masalah perlindungan kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa, mengutip Reuters.
Namun, Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS.

Selain itu, Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan bawah kesepakatan tidak akan dibuat hingga dirinya sendiri yang bertemu langsung dengan Presiden China, Xi Jinping. Kabarnya pertemuan ini akan digerlar pada akhir Februari.

Selain itu, China juga dikabarkan sudah mengundang menteri keuangan AS, Steven Mnuchin dan Lightizer untuk membawa serta delegasi AS ke Beijing untuk kembali berdialog pada pertengahan Februari.

Namun, demikian dalam waktu yang semakin tipis ini, kemungkinan bertambahnya ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut masih terus membayangi.

Kemarin saja sebelum pertemuan di Washington digelar, berita tentang tuntutan pidana yang dijatuhkan oleh pemerintah AS kepada Huawei sempat membuat pasar kembali berdebar-debar.

Mudah-mudahan saja tidak ada isu serupa yang bisa membuat perang dagang kembali memanas. Paling tidak hingga pertemuan antara Trump dan Xi benar-benar terealisasi.

Pasalnya, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan sudah bermaklumat akan meningkatkan bea masuk bagi produk asal China senilai US$ 200 miliar jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga 2 Maret.

Selain itu, perkembangan dari Inggris juga tak kalah penting.
Pada tanggal 30 Januari, Parlemen Inggris menolak amandemen Cooper yang diajukan oposisi Yvette Cooper dengan komposisi suara 321:298. 


Amandemen Cooper bertujuan mencegah Brexit tanpa kesepakatan atau no deal dengan memberi pemerintah lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan dengan UE. Sehingga, tanggal Brexit akan mundur dari 29 Maret menjadi 31 Desember.

Di lain pihak, parlemen memilih meloloskan amandemen Brady yang diajukan anggota parlemen dari Partai Konservatif, Graham Brady, dengan perolehan suara 317:301. 

Amandemen ini meminta pemerintah untuk mengganti klausul backstop bagi Irlandia Utara dalam perjanjian Brexit dengan UE, dilansir dari CNBC International. Artinya, Perdana Menteri Inggris, Theresa May harus kembali melobi Brussel untuk menegosiasi ulang klausul yang masih bermasalah tersebut.

Namun sepertinya Brussel terkesan enggan untuk kembali membuka ruang negosiai bagi Inggris. Hal itu tercermin dari pesan keras yang ditulis oleh Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, di akun twitter pribadinya.

"Perjanjian Penarikan Diri tidak dapat dinegosiasikan ulang," kicau Tusk dalam pesan yang ia sebut ditujukan untuk May. "Kemarin, kami tahu apa yang tidak diinginkan Inggris. Namun kami belum tahu apa yang Inggris inginkan."

Menteri Perdagangan Inggris, Liam Fox bereaksi dengan mengatakan bahwa penolakan Uni Eropa untuk membuka kembali ruang dialog dengan Inggris sangat tidak bertanggungjawab, mengutip Reuters pada hari Minggu (3/2/2019).

Dengan begini, nasib perceraian Inggris dengan Uni Eropa menjadi sangat tidak jelas. Langkah selanjutnya bagi Inggris masih akan didiskusikan kembali.

Kemungkinan pahit yang ada, dari referendum kedua, hingga No Deal Brexit masih terbuka lebar. Langkah-langkah yang diambil oleh Inggris ke depannya akan sangat menentukan nasib perekonomian Negeri Ratu Elizabeth.

Bila sampai No Deal Brexit benar kejadian, maka dampaknya akan mendunia, mirip dengan perang dagang AS-China, mengingat Inggris merupakan salah satu negara dengan ekonomi raksasa.
Rilis data ekonomi global yang dijadwalkan pada minggu depan juga dapat memberi pengaruh pada pergerakan pasar.

Selasa 5 Februari, angka Purchasing Manager’s Indeks (PMI) non-manufaktur Amerika Serikat (AS) dijadwalkan akan rilis.  Nilai PMI non-manufaktur mencerminkan aktivitas sektor usaha sektor non-manufaktur. Konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi nilainya akan berada di level 57, yang mana turun dari periode Desember 2018 yang sebesar 58.

Kamis 7 Februari  akan rilis data Klaim Pengangguran AS untuk minggu yang berakhir pada 2 Februari. Konsensus Reuters berada di angkat 220.000 klaim, yang mana turun dari minggu sebelumnya.

Turunnya jumlah klaim pengangguran mengindikasikan geliat perekonomian AS yang kembali tumbuh pasca disahkannya kembali anggaran yang sempat tertahan. Walaupun hanya untuk 3 minggu.

Selain itu beberapa data penting lain yang juga akan rilis di minggu depan diantaranya:
-Rilis data Pesanan Pabrik AS periode  November 2018 (4 Februari)
-Rilis data Perdagangan Internasional (Barang dan Jasa) AS  periode November 2018 (6 Februari)
-Rilis data Indeks Harga Produsen Zona Euro periode Desember 2018 (4 Februari)
-Rilis data Penjualan Ritel Zona Euro periode Desember 2018 (5 Februari)

TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/taa) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular