Rupiah Menguat Nyaris Sendirian, Terima Kasih Investor Asing!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 February 2019 13:44
Rupiah Menguat Nyaris Sendirian, Terima Kasih Investor Asing!
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat kehilangan seluruh penguatan yang diraih bahkan kemudian melemah 0,07% ke level Rp 13.980/dolar AS, rupiah kini kembali berbalik unggul melawan dolar AS. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah menguat 0,14% di pasar spot ke level Rp 13.950/dolar AS.

Di kawasan Asia, rupiah menguat nyaris sendirian. Satu-satunya mata uang kawasan Asia yang bisa mengalahkan dolar AS selain rupiah hanya dolar Hong Kong. Namun, penguatannya hanya 0,02%, kalah jauh dibandingkan rupiah.



Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat dolar AS selaku safe haven laris manis. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Walaupun disebut berlangsung baik oleh Presiden AS Donald Trump, ternyata belakangan terungkap bahwa hasil negosiasi dagang yang digelar di Washington tersebut tak bagus-bagus amat.

Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS yakni mengakhiri transfer teknologi secara paksa, subsidi pemerintah untuk sektor industri yang besar, serta undang-undang yang mendiskriminasi perusahaan asal AS terkait digital trade.

Padahal, China diketahui China tengah bergerak cepat guna meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang transfer teknologi secara paksa dan intervensi pemerintah secara ilegal terhadap perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Negeri Panda.

Xinhua News melaporkan bahwa pemungutan suara terhadap RUU tersebut akan dilakukan pada bulan Maret, seperti dikutip dari Reuters. RUU tersebut pada awalnya diperkenalkan pada 23 Desember 2018 dan biasanya memakan waktu satu tahun atau lebih untuk bisa diloloskan.

Pemungutan suara atas RUU tersebut dipercepat pasca National People’s Congress (NPC) Standing Committee menggelar rapat khusus selama 2 hari pada pekan ini untuk melakukan tinjauan yang kedua terhadap RUU tersebut.

Nampaknya, langkah yang diambil pemerintah China dianggap belum cukup oleh AS.

Lantas, perang dagang menjadi mungkin untuk tereskalasi. Presiden AS Donald Trump sebelumnya sudah mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% dari yang sebelumnya 10%, jika kedua negara gagal mencapai kesepakatan dagang hingga periode gencatan senjata berakhir (1 Maret).

Eskalasi perang dagang bisa benar-benar terjadi jika pertemuan antara Trump dengan Presiden China Xi Jinping tak membuahkan hasil yang manis. Kabarnya, pertemuan antar kedua pimpinan negara akan digelar pada akhir Februari pasca Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Kunci sukses rupiah pada hari ini adalah investor asing. Hingga akhir perdagangan sesi 1, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 205,9 miliar di pasar saham tanah air. Di pasar obligasi, investor juga nampak melakukan aksi beli, walaupun tak bisa 100% dikonfirmasi lantaran datanya baru dirilis oleh Kementerian Keuangan dalam beberapa hari mendatang.

Masuknya investor asing ke pasar obligasi tanah air diindikasikan oleh turunnya imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia seri acuan.

Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 (FR0077), 10 (FR0078), 15 (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Pada hari ini, yield obligasi tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun turun masing-masing sebesar 5,9 bps (7,812%), 12 bps (7,931%), 15,4 bps (8,295%), dan 19,3 bps (8,338%).

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Rilis data inflasi membawa berkah bagi pasar modal tanah air. Pada pagi hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Januari 2019 di level 0,32% MoM, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,82%. Capaian ini berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia di level 0,5% MoM (3,01% YoY).

Dengan inflasi yang rendah, maka tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi mereda. Apalagi, selepas menggelar rapat selama 2 hari yang berakhir pada 30 Januari waktu setempat, The Federal Reserve selaku Bank Sentral AS lagi-lagi mengeluarkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan. 

"Dalam situasi ekonomi global dan pasar keuangan saat ini, serta tekanan inflasi yang minim, Komite akan bersabar dalam menentukan kenaikan suku bunga acuan berikutnya," tulis pernyataan The Fed.

Jika suku bunga acuan tak dinaikkan, maka tekanan terhadap profitabilitas perbankan akan menjadi mereda. Saham-saham bank BUKU 4 pun diincar investor asing: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dibeli bersih investor asing senilai Rp 122,9 miliar hingga akhir sesi 1, sementara PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dibeli bersih masing-masing senilai Rp 42,6 miliar, Rp 35,2 miliar, dan Rp 22,6 miliar.

Untuk pasar obligasi, inflasi merupakan variabel yang sangat penting bagi investor dalam menentukan keputusan investasi. Jika inflasi rendah seperti yang terjadi saat ini, maka obligasi akan menjadi menarik lantaran menawarkan real interest rate yang lebih tinggi.

Derasnya aliran modal investor asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi Indonesia membuat rupiah mampu menguat ditengah kekhawatiran terkait eskalasi perang dagang AS-China.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular