Rupiah vs Mata Uang Asia: Menang 6, Kalah 3, Seri 1

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 January 2019 14:41
Rupiah vs Mata Uang Asia: Menang 6, Kalah 3, Seri 1
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Sementara di hadapan mata uang Asia, rupiah mendapat hasil yang bervariasi tetapi cenderung positif. 

Pada Jumat (25/1/2018) pukul 14:13 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.120. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Meski penguatan rupiah terlihat sudah cukup mapan, tetapi masih minimalis dibandingkan mata uang Asia lainnya. Ya, walau penguatannya lumayan tetapi rupiah tidak masuk jajaran elit di klasemen mata uang Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 14:16 WIB: 

 

Rupiah memang perkasa di hadapan dolar AS. Namun bagaimana kalau satu lawan satu di hadapan mata uang utama Asia? 

Hasilnya agak mixbag, campur-aduk. Rupiah menang 6 kali, kalah 3 kali, seri 1 kali. Variatif, tapi secara umum lumayan oke. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap rupiah pada pukul 14:23 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Nanang Hendarsah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), mengatakan saat ini nilai tukar rupiah masih terlalu murah alias undervalued. Oleh karena itu, rupiah masih punya tenaga untuk menguat dan BI tidak akan mengeremnya. 

"Dengan konstelasi ekonomi dan pasar keuangan global, di mana kebijakan The Fed (The Federal Reserves, bank sentral AS) akan lebih lunak atau dovish, kami optimistis rupiah memiliki peluang untuk terus menguat. Mata uang rupiah masih undervalued, jadi kami akan membiarkan ruang bagi rupiah untuk terus menguat," tegas Nanang kepada CNBC Indonesia. 

Selain kebijakan The Fed, lanjut Nanang, ada pula faktor domestik yang mendukung penguatan rupiah yang meredanya tekanan impor. Beberapa waktu lalu, pemerintah menaikkan pajak impor untuk sekitar 1.147 produk dan langkah ini cukup efektif membendung derasnya produk-produk luar negeri, terutama yang berkategori barang konsumsi. 

"Bila kecenderungan ini terus berlangsung, maka kami optimistis defisit transaksi berjalan akan menuju sekitar 2,5% (dari Produk Domestik Bruto)," ujar Nanang.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular