
Shutdown AS Lapangkan Jalan Rupiah ke Puncak Klasemen
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 January 2019 08:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali perkasa di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS sudah semakin jauh dari level Rp 14.200.
Pada Kamis (24/1/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, keperkasaan rupiah semakin tidak terbendung. Pada pukul 08:07 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.120 di mana penguatan rupiah menebal menjadi 0,39%.
Kemarin, rupiah juga menguat di hadapan dolar AS. Saat penutupan pasar spot, rupiah terapresiasi 0,25%.
Laju positif tersebut berlanjut hingga pagi ini. Bahkan rupiah mampu menjadi yang terbaik di antara mata uang utama Asia.
Ya, dengan apresiasi 0,39% maka rupiah berhak atas puncak klasemen mata uang Benua Kuning. Dalam hal menguat terhadap dolar AS, tidak ada mata uang lain yang mampu menandingi rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:09 WIB:
Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,06%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah terkoreksi 0,5%.
Pemberat langkah mata uang Negeri Paman Sam adalah penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS yang belum kunjung berakhir. Pada pukul 08:13 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 32 hari, 20 jam, dan 13 menit.
Dalam wawancara bersama CNN, Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengungkapkan bahwa shutdown bisa membuat ekonomi AS mandek. Apabila shutdown berlangsung selama 1 kuartal penuh, maka ekonomi Negeri Adidaya akan tumbuh 0% alias stagnan pada kuartal I-2019.
"Ya, kita bisa mengalami itu (pertumbuhan 0%)," ungkap Hassett menjawab pertanyaan apakah AS bisa mengalami stagnasi ekonomi.
Artinya, probabilitas The Federal Reserves/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi semakin tipis. Berdasarkan dot plot The Fed, setidaknya butuh dua kali kenaikan suku bunga acuan untuk mencapai target median 2,8% pada akhir 2019. Namun dengan adanya shutdown (dan perlambatan ekonomi di AS secara umum), maka peluangnya menjadi mengecil.
Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan Jerome 'Jay' Powell menahan Federal Funds Rate di median 2,375% hingga akhir 2019 cukup besar. Bahkan pada awal 2020 pun kemungkinan suku bunga dipertahankan masih cukup besar yaitu 63,9%.
Merespons perkembangan ini, dolar AS mundur teratur. Tanpa 'beking' kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Greenback pun semakin kekurangan peminat sehingga nilainya melemah.
Situasi ini mampu dimanfaatkan dengan baik oleh rupiah dkk di Asia. Bahkan rupiah mampu standout dengan penguatan terbaik di Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (24/1/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Seiring perjalanan pasar, keperkasaan rupiah semakin tidak terbendung. Pada pukul 08:07 WIB, US$ 1 sudah berada di Rp 14.120 di mana penguatan rupiah menebal menjadi 0,39%.
Kemarin, rupiah juga menguat di hadapan dolar AS. Saat penutupan pasar spot, rupiah terapresiasi 0,25%.
Laju positif tersebut berlanjut hingga pagi ini. Bahkan rupiah mampu menjadi yang terbaik di antara mata uang utama Asia.
Ya, dengan apresiasi 0,39% maka rupiah berhak atas puncak klasemen mata uang Benua Kuning. Dalam hal menguat terhadap dolar AS, tidak ada mata uang lain yang mampu menandingi rupiah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:09 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pagi ini, terlihat bahwa dolar AS teraniaya di Asia. Tidak hanya di Asia dolar AS pun sulit berbicara di tingkat global. Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,06%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah terkoreksi 0,5%.
Pemberat langkah mata uang Negeri Paman Sam adalah penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS yang belum kunjung berakhir. Pada pukul 08:13 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 32 hari, 20 jam, dan 13 menit.
Dalam wawancara bersama CNN, Kepala Penasihat Ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengungkapkan bahwa shutdown bisa membuat ekonomi AS mandek. Apabila shutdown berlangsung selama 1 kuartal penuh, maka ekonomi Negeri Adidaya akan tumbuh 0% alias stagnan pada kuartal I-2019.
"Ya, kita bisa mengalami itu (pertumbuhan 0%)," ungkap Hassett menjawab pertanyaan apakah AS bisa mengalami stagnasi ekonomi.
Artinya, probabilitas The Federal Reserves/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi semakin tipis. Berdasarkan dot plot The Fed, setidaknya butuh dua kali kenaikan suku bunga acuan untuk mencapai target median 2,8% pada akhir 2019. Namun dengan adanya shutdown (dan perlambatan ekonomi di AS secara umum), maka peluangnya menjadi mengecil.
Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan Jerome 'Jay' Powell menahan Federal Funds Rate di median 2,375% hingga akhir 2019 cukup besar. Bahkan pada awal 2020 pun kemungkinan suku bunga dipertahankan masih cukup besar yaitu 63,9%.
Merespons perkembangan ini, dolar AS mundur teratur. Tanpa 'beking' kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik. Greenback pun semakin kekurangan peminat sehingga nilainya melemah.
Situasi ini mampu dimanfaatkan dengan baik oleh rupiah dkk di Asia. Bahkan rupiah mampu standout dengan penguatan terbaik di Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular