
Brexit Menyakiti, China Mengobati
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 January 2019 10:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan. Nasib rupiah pun serupa di perdagangan pasar spot.
Pada Rabu (16/1/2019), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.154. Rupiah melemah 0,5% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Pelemahan rupiah di kurs acuan terjadi dalam 2 hari beruntun. Kemarin, rupiah juga melemah 0,23%.
Namun sejak akhir 2018, rupiah masih perkasa di hadapan dolar AS di kurs acuan. Bahkan penguatan rupiah cukup signifikan, mencapai 2,31%.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah terhadap greenback. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.125 di mana rupiah terdepresiasi 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Meski masih di zona merah, pelemahan rupiah semakin menipis. Beberapa saat lalu, depresiasi mata uang Tanah Air mencapai sekitar 0,4%.
Pelemahan yang berkurang membuat rupiah tidak lagi menempati posisi buncit di klasemen mata uang Asia. Kini peso Filipina menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning, sementara rupiah naik satu peringkat menjadi kedua terbawah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:11 WIB:
Tidak hanya membuat masa depan Brexit menjadi suram, situasi juga semakin keruh kala PM May harus menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen. "Gedung ini tidak lagi percaya kepada pemerintahan Yang Mulia Ratu," sebut keterangan dari Partai Buruh, pemimpin kubu oposisi.
Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh, akan berbicara di depan parlemen pada pukul 13:00 GMT. Kemudian May akan menanggapi, dan debat rencananya selesai pada pukul 19:00 GMT.
Seusai debat, parlemen akan menggelar pemungutan suara untuk menentukan nasib pemerintahan May. Hasil voting diperkirakan keluar pada pukul 19:15 GMT.
Sembari menunggu perkembangan dari Inggris, pelaku pasar pun enggan mengambil risiko. Aset aman seperti yen Jepang kebanjiran permintaan, menandakan investor sedang dalam mode risk aversion.
Namun, pelemahan rupiah berkurang karena terbantu serangkaian data ekonomi yang positif di Asia. Harga properti residensial China pada Desember 2018 naik 9,7% year-on-year (YoY), lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 9,3% YoY.
Masih dari China, perbankan Negeri Tirai Bambu tetap getol menyalurkan kredit. Penyaluran kredit baru pada Desember 2018 tercatat CNY 1,08 triliun, lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu CNY 800 miliar.
Sepanjang 2018, penyaluran kredit baru di China mencapai CNY 16,17 triliun. Naik hampir 20% dibandingkan 2017.
Data ini memberi harapan bahwa ekonomi China tidak akan terlalu melambat. Laju pertumbuhan ekonomi 6-6,5% yang menjadi target pemerintah untuk 2019 masih bisa tercapai, perlambatan yang tidak terlalu tajam dibandingkan 2018 yang diperkirakan 6,6%.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jika ekonomi China tetap kokoh, maka negara-negara lain juga akan tangguh termasuk Indonesia.
Sebab, China adalah negara yang sangat penting bagi Indonesia. China merupakan negara tujuan ekspor utama, di mana sepanjang 2018 ekspor non-migas ke Negeri Panda tercatat US$ 24,39 miliar atau 15% dari total ekspor non-migas.
Kalau ekonomi China masih kuat, maka permintaan produk-produk made in Indonesia akan tetap tinggi. Artinya, ekspor Indonesia akan meningkat dan menopang pertumbuhan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Rabu (16/1/2019), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.154. Rupiah melemah 0,5% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Pelemahan rupiah di kurs acuan terjadi dalam 2 hari beruntun. Kemarin, rupiah juga melemah 0,23%.
Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah terhadap greenback. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.125 di mana rupiah terdepresiasi 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Meski masih di zona merah, pelemahan rupiah semakin menipis. Beberapa saat lalu, depresiasi mata uang Tanah Air mencapai sekitar 0,4%.
Pelemahan yang berkurang membuat rupiah tidak lagi menempati posisi buncit di klasemen mata uang Asia. Kini peso Filipina menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning, sementara rupiah naik satu peringkat menjadi kedua terbawah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:11 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pelemahan yang dialami rupiah cs di Asia disebabkan oleh sikap investor yang bermain aman setelah kejadian di Inggris. Pemerintahan Perdana Menteri Theresa May kalah dalam voting proposal Brexit yang digelar di parlemen dengan skor 432-202. Baca: No Deal Brexit? |
Tidak hanya membuat masa depan Brexit menjadi suram, situasi juga semakin keruh kala PM May harus menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen. "Gedung ini tidak lagi percaya kepada pemerintahan Yang Mulia Ratu," sebut keterangan dari Partai Buruh, pemimpin kubu oposisi.
Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh, akan berbicara di depan parlemen pada pukul 13:00 GMT. Kemudian May akan menanggapi, dan debat rencananya selesai pada pukul 19:00 GMT.
Seusai debat, parlemen akan menggelar pemungutan suara untuk menentukan nasib pemerintahan May. Hasil voting diperkirakan keluar pada pukul 19:15 GMT.
Sembari menunggu perkembangan dari Inggris, pelaku pasar pun enggan mengambil risiko. Aset aman seperti yen Jepang kebanjiran permintaan, menandakan investor sedang dalam mode risk aversion.
Namun, pelemahan rupiah berkurang karena terbantu serangkaian data ekonomi yang positif di Asia. Harga properti residensial China pada Desember 2018 naik 9,7% year-on-year (YoY), lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan 9,3% YoY.
Masih dari China, perbankan Negeri Tirai Bambu tetap getol menyalurkan kredit. Penyaluran kredit baru pada Desember 2018 tercatat CNY 1,08 triliun, lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu CNY 800 miliar.
Sepanjang 2018, penyaluran kredit baru di China mencapai CNY 16,17 triliun. Naik hampir 20% dibandingkan 2017.
Data ini memberi harapan bahwa ekonomi China tidak akan terlalu melambat. Laju pertumbuhan ekonomi 6-6,5% yang menjadi target pemerintah untuk 2019 masih bisa tercapai, perlambatan yang tidak terlalu tajam dibandingkan 2018 yang diperkirakan 6,6%.
China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jika ekonomi China tetap kokoh, maka negara-negara lain juga akan tangguh termasuk Indonesia.
Sebab, China adalah negara yang sangat penting bagi Indonesia. China merupakan negara tujuan ekspor utama, di mana sepanjang 2018 ekspor non-migas ke Negeri Panda tercatat US$ 24,39 miliar atau 15% dari total ekspor non-migas.
Kalau ekonomi China masih kuat, maka permintaan produk-produk made in Indonesia akan tetap tinggi. Artinya, ekspor Indonesia akan meningkat dan menopang pertumbuhan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular