Rupiah Perkasa Karena 'Obat Impor'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 January 2019 09:36
Rupiah Perkasa Karena 'Obat Impor'
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin menguat. Keperkasaan rupiah sepertinya lebih disebabkan oleh 'obat impor' alias faktor eksternal.

Pada Selasa (15/1/2019) pukul 09:02 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.075 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,32% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kala pembukaan pasar spot, rupiah menguat 0,28%. Penguatan itu sempat tergerus, tetapi tidak lama. Selepas itu, rupiah malah bertambah kuat.


Rupiah bukan sekadar menguat, tetapi menjadi yang terkuat di Asia. Tidak ada mata uang utama Benua Kuning yang lebih perkasa di hadapan dolar AS ketimbang rupiah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:04 WIB:



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah (dan mayoritas mata uang utama Asia) diuntungkan karena sentimen negatif yang memayungi dolar AS. Pada pukul 09:06 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,12%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini amblas nyaris 2%. 

Hari ini, beban bagi dolar AS datang dari pernyataan pejabat The Federal Reserve/The Fed. Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, menyatakan bank sentral AS akan lebih sabar dalam menentukan arah kebijakan moneter. Sang The Fed-2 menyatakan perekonomian Negeri Paman Sam masih tumbuh baik, tetapi ada risiko di luar yang tidak bisa dikesampingkan. 

"Kami bisa sabar pada 2019, ada momentum untuk itu. Bank sentral akan menentukan suku bunga acuan di setiap rapat dengan mengacu kepada data. Kami akan melihat perkembangan ekonomi global, dan beberapa data menunjukkan ada perlambatan," papar Clarida dalam wawancara di Fox Business, mengutip Reuters. 

Pernyataan Clarida semakin menegaskan bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya sampai semester-I tidak akan ada kenaikan Federal Funds Rate. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate untuk ditahan di 2,25-2,5% pada rapat 30 Januari mencapai 99,5%. Kemudian pada rapat 20 Maret, kemungkinan suku bunga untuk kembali ditahan juga 99,5%. 

Bahkan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei, kemungkinan Federal Funds Rate tetap juga masih sangat tinggi yaitu 91,5%. Lalu pada rapat Juni, probabilitasnya mulai turun tetapi masih tinggi di 82,4%. 

Tanpa dorongan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Dolar AS pun perlahan tetapi pasti kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dunia, gelar yang diperoleh pada 2018. Tahun ini, sepertinya dolar AS akan berada dalam posisi defensif. 

Sentimen positif juga datang dari China. Bank Sentral China (PBoC) dalam pernyataan tertulis awal tahun menyatakan bakal mengawal ketat laju perekonomian di Negeri Tirai Bambu. 

"Bank sentral akan mengimplementasikan kebijakan moneter yang pruden dan terukur dengan memperkuat kebijakan counter-cyclical. Kebijakan moneter juga akan lebih berhorizon ke depan (forward looking), fleksibel, dan terfokus. Bank sentral juga akan menjaga likuiditas tetap aman dengan target pertumbuhan kredit yang rasional," sebut pernyataan PBoC. 

Investor sepertinya menanggapi positif arah kebijakan moneter PBoC ini. Pelaku pasar kini bisa tenang, karena PBoC tentu akan menjaga agar perekonomian China tidak mengalami hard landing

Hasil dari pernyataan The Fed dan PBoC tersebut adalah arus modal mengalir deras ke Asia, termasuk Indonesia. Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 35,75 miliar pada pukul 09:22 yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,03%. 

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 2 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar. 

Arus modal itu menjadi modal bagi keperkasaan rupiah. Jadi, rupiah patut berterima kasih kepada 'obat impor' dari AS dan China... 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular