
Bursa Asia Kompak Memerah Dibayangi Sentimen Negatif
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 January 2019 18:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia menutup hari di zona merah: indeks Shanghai turun 0,71%, indeks Hang Seng turun 1,38%, indeks Straits Times turun 0,79%, dan indeks Kospi turun 0,53%.
Berbagai sentimen negatif menghantui jalannya perdagangan. Sentimen negatif pertama datang dari rilis data perdagangan internasional China. Pada pagi hari ini, ekspor diumumkan tumbuh sebesar 9,9% pada tahun 2018, sementara impor melesat 15,8%. Pertumbuhan ekspor yang sebesar 9,9% menjadi yang tertinggi sejak 2011, seperti dilansir dari CNBC International.
Namun, kuatnya ekspor lebih disebabkan oleh aksi front loading untuk mengantisipasi bea masuk lebih tinggi yang diberlakukan oleh AS. Oleh karenanya, pelaku pasar tak merespons hal tersebut dengan positif.
Hal ini dibuktikan oleh surplus dagang dengan AS yang mencapai US$ 323,32 miliar, tertinggi sejak 2006. Ekspor ke AS melesat 11,3%, sementara impor dari Negeri Paman Sam hanya naik tipis 0,7%.
Sentimen negatif yang kedua datang dari gaduh politik di AS. Hingga kini, terhitung sudah 23 hari sebagian pemerintahan AS berhenti beroperasi (partial government shutdown), menjadikannya yang terpanjang di era modern.
Shutdown kali ini terjadi lantaran partai Republik dan Demokrat tak mampu menyepakati anggaran belanja negara, seiring dengan adanya ketidaksepahaman mengenai anggaran untuk pembangunan infrastruktur perbatasan AS-Meksiko.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda bahwa partai Republik dan Demokrat akan berkompromi untuk kembali membuka pemerintahan.
Terakhir, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari kondisi politik di Inggris yang sedang memanas. Pada tanggal 15 Januari, pemungutan suara di parlemen terkait dengan proposal Brexit yang sudah disepakati pemerintahan Perdana Menteri Theresa May dengan Uni Eropa akan digelar. Kemungkinan besar, proposal ini akan ditolak oleh parlemen.
May mengingatkan bahwa apabila proposal Brexit tidak disetujui maka akan menjadi sebuah bencana besar. Inggris terancam keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No Deal Brexit.
Sebelumnya, Bank of England selaku bank sentral Inggris memperkirakan No Deal Brexit bisa menyebabkan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terkontraksi hingga 8% pada tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Hari Buruh, Beberapa Bursa Asia-Pasifik Dibuka Menguat
Berbagai sentimen negatif menghantui jalannya perdagangan. Sentimen negatif pertama datang dari rilis data perdagangan internasional China. Pada pagi hari ini, ekspor diumumkan tumbuh sebesar 9,9% pada tahun 2018, sementara impor melesat 15,8%. Pertumbuhan ekspor yang sebesar 9,9% menjadi yang tertinggi sejak 2011, seperti dilansir dari CNBC International.
Namun, kuatnya ekspor lebih disebabkan oleh aksi front loading untuk mengantisipasi bea masuk lebih tinggi yang diberlakukan oleh AS. Oleh karenanya, pelaku pasar tak merespons hal tersebut dengan positif.
Sentimen negatif yang kedua datang dari gaduh politik di AS. Hingga kini, terhitung sudah 23 hari sebagian pemerintahan AS berhenti beroperasi (partial government shutdown), menjadikannya yang terpanjang di era modern.
Shutdown kali ini terjadi lantaran partai Republik dan Demokrat tak mampu menyepakati anggaran belanja negara, seiring dengan adanya ketidaksepahaman mengenai anggaran untuk pembangunan infrastruktur perbatasan AS-Meksiko.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda bahwa partai Republik dan Demokrat akan berkompromi untuk kembali membuka pemerintahan.
Terakhir, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari kondisi politik di Inggris yang sedang memanas. Pada tanggal 15 Januari, pemungutan suara di parlemen terkait dengan proposal Brexit yang sudah disepakati pemerintahan Perdana Menteri Theresa May dengan Uni Eropa akan digelar. Kemungkinan besar, proposal ini akan ditolak oleh parlemen.
May mengingatkan bahwa apabila proposal Brexit tidak disetujui maka akan menjadi sebuah bencana besar. Inggris terancam keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No Deal Brexit.
Sebelumnya, Bank of England selaku bank sentral Inggris memperkirakan No Deal Brexit bisa menyebabkan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terkontraksi hingga 8% pada tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas) Next Article Hari Buruh, Beberapa Bursa Asia-Pasifik Dibuka Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular