
Rupiah Memang Menguat, Tapi Jauh dari Zona Liga Champions
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 January 2019 16:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat di perdagangan pasar spot akhir pekan ini. Dibandingkan mata uang Asia lainnya yang mayoritas juga terapresiasi di hadapan greenback, penguatan rupiah agak minimalis.
Pada Jumat (11/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.040 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Perjalanan rupiah hari ini agak berliku. Rupiah start dari zona merah, dan pelemahan rupiah bahkan sempat semakin dalam.
Namun jelang tengah hari, rupiah mulai bangkit dan akhirnya berhasil menyentuh zona hijau. Rupiah bertahan di sana sampai penutupan pasar.
Jelang penutupan pasar, apresiasi rupiah menipis dan sepertinya bisa sewaktu-waktu kembali melemah. Akan tetapi rupiah mampu bertahan dan finis dengan apresiasi, meski sangat terbatas.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang perdagangan hari ini:
Seperti rupiah, mayoritas mata uang Asia juga mampu menguat terhadap dolar AS. Namun yang membedakan adalah penguatan rupiah sangat minimalis dibandingkan mata uang Benua Kuning lainnya.
Yuan China menjadi mata uang dengan penguatan terbaik, disusul peso Filipina, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan. Rupiah tidak masuk jajaran elit klasemen mata uang Asia. Ibarat sepak bola, rupiah masih jauh dari zona Liga Champions.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:14 WIB:
Harga si emas hitam terdongrak karena harapan damai dagang AS-China yang semakin nyata. Setelah dialog tingkat menteri di Beijing pekan ini, Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan bertandang ke Washington untuk bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
"Rencananya Wakil Perdana Menteri Liu He kemungkinan besar akan datang pada akhir bulan ini. Kami akan melanjutkan pembicaraan yang telah dimulai," ungkap Mnuchin, dikutip dari Reuters.
"Kita melihat kedua pihak bersedia untuk kembali ke meja perundingan. Ini sangat menggembirakan," ujar Myron Brilliant, Kepala Grup Perdagangan Internasional US Chamber of Commerce, mengutip Reuters.
Pelaku pasar dan dunia usaha pun semringah. Prospek damai dagang AS-China semakin terbuka dan membawa kemakmuran bagi dunia.
Arus perdagangan akan lancar sehingga pertumbuhan ekonomi global bisa terjaga positif. Hasilnya adalah ada kemungkinan permintaan energi tetap tinggi karena menggeliatnya perekonomian global. Sentimen ini membuat harga minyak terangkat.
Bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukanlah sebuah berkah. Saat harga minyak naik, maka biaya impor komoditas tersebut akan ikut membengkak.
Transaksi berjalan (current account) terancam mengalami defisit yang semakin parah. Saat defisit transaksi berjalan semakin dalam, artinya rupiah akan kian kekurangan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa. Fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh sehingga rentan 'digoyang'.
Namun sentimen damai dagang AS-China itu juga membawa kabar baik. Berkat poros Beijing-Washington yang semakin erat, investor menjadi lebih berani berharap keduanya akan segera menyudahi perang dagang.
Optimisme terhadap perekonomian dunia yang lebih baik membuat pelaku pasar berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 812,66 miliar yang membuat IHSG menguat 0,52% saat penutupan pasar. Arus modal itu sedikit banyak mampu mengangkat rupiah.
Jadi, sentimen damai dagang AS-China bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi sentimen tersebut mengatrol harga minyak sehingga membawa kabar buruk bagi rupiah.
Namun di sisi lain, sentimen ini juga membuat investor masih berani masuk ke pasar keuangan Indonesia. Secara neto, dampaknya masih positif buat rupiah meski sangat terbatas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Jumat (11/1/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.040 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Perjalanan rupiah hari ini agak berliku. Rupiah start dari zona merah, dan pelemahan rupiah bahkan sempat semakin dalam.
Namun jelang tengah hari, rupiah mulai bangkit dan akhirnya berhasil menyentuh zona hijau. Rupiah bertahan di sana sampai penutupan pasar.
Jelang penutupan pasar, apresiasi rupiah menipis dan sepertinya bisa sewaktu-waktu kembali melemah. Akan tetapi rupiah mampu bertahan dan finis dengan apresiasi, meski sangat terbatas.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang perdagangan hari ini:
Seperti rupiah, mayoritas mata uang Asia juga mampu menguat terhadap dolar AS. Namun yang membedakan adalah penguatan rupiah sangat minimalis dibandingkan mata uang Benua Kuning lainnya.
Yuan China menjadi mata uang dengan penguatan terbaik, disusul peso Filipina, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan. Rupiah tidak masuk jajaran elit klasemen mata uang Asia. Ibarat sepak bola, rupiah masih jauh dari zona Liga Champions.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:14 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Penguatan rupiah yang tergerus disebabkan oleh kebangkitan harga minyak, yang nyaris sepanjang hari ini tertekan. Pada pukul 16:19 WIB, harga minyak jenis brent naik 1,01% dan light sweet melesat 1,18%. Harga si emas hitam terdongrak karena harapan damai dagang AS-China yang semakin nyata. Setelah dialog tingkat menteri di Beijing pekan ini, Wakil Perdana Menteri China Liu He dijadwalkan bertandang ke Washington untuk bertemu dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
"Rencananya Wakil Perdana Menteri Liu He kemungkinan besar akan datang pada akhir bulan ini. Kami akan melanjutkan pembicaraan yang telah dimulai," ungkap Mnuchin, dikutip dari Reuters.
"Kita melihat kedua pihak bersedia untuk kembali ke meja perundingan. Ini sangat menggembirakan," ujar Myron Brilliant, Kepala Grup Perdagangan Internasional US Chamber of Commerce, mengutip Reuters.
Pelaku pasar dan dunia usaha pun semringah. Prospek damai dagang AS-China semakin terbuka dan membawa kemakmuran bagi dunia.
Arus perdagangan akan lancar sehingga pertumbuhan ekonomi global bisa terjaga positif. Hasilnya adalah ada kemungkinan permintaan energi tetap tinggi karena menggeliatnya perekonomian global. Sentimen ini membuat harga minyak terangkat.
Bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukanlah sebuah berkah. Saat harga minyak naik, maka biaya impor komoditas tersebut akan ikut membengkak.
Transaksi berjalan (current account) terancam mengalami defisit yang semakin parah. Saat defisit transaksi berjalan semakin dalam, artinya rupiah akan kian kekurangan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa. Fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh sehingga rentan 'digoyang'.
Namun sentimen damai dagang AS-China itu juga membawa kabar baik. Berkat poros Beijing-Washington yang semakin erat, investor menjadi lebih berani berharap keduanya akan segera menyudahi perang dagang.
Optimisme terhadap perekonomian dunia yang lebih baik membuat pelaku pasar berani masuk ke instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 812,66 miliar yang membuat IHSG menguat 0,52% saat penutupan pasar. Arus modal itu sedikit banyak mampu mengangkat rupiah.
Jadi, sentimen damai dagang AS-China bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi sentimen tersebut mengatrol harga minyak sehingga membawa kabar buruk bagi rupiah.
Namun di sisi lain, sentimen ini juga membuat investor masih berani masuk ke pasar keuangan Indonesia. Secara neto, dampaknya masih positif buat rupiah meski sangat terbatas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular