Harga Minyak Balik Arah, Setelah Anjlok Dalam

Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 December 2018 12:38
Kenaikan harga minyak hari ini disebabkan koreksi harga pada penutupan perdagangan kemarin, dimana WTI tergerus 3,48% sedangkan Brent amblas 4,24%.
Foto: Infografis/Blok Corridor/Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia mulai berbalik arah pada perdagangan, Jumat siang ini (27/12/2018) hingga pukul 11:00 WIB, h

Harga minyak jenis lightsweet (WTI) menanjak 2,22% ke level US$ 45,60/barel sedangkan jenis Brent naik 1,84% ke posisi US$ 53,12/barel sejak penutupan perdagangan hari Kamis (16/12/2018) kemarin.

Kenaikan harga minyak hari ini disebabkan koreksi harga pada penutupan perdagangan kemarin, dimana WTI tergerus 3,48% sedangkan Brent amblas 4,24%.

Foto: Taufan/CNBC Indonesia
Penguatan pada pasar keuangan kemarin diprediksi memberikan sedikit positif terhadap si emas hitam. Pada penutupan perdagangan sesi kemarin, Wall Street mampu bangkit di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 4,98%, S&P 500 melambung 4,95%, dan Nasdaq Composite terdongkrak 5,84%.

Nasib serupa juga dialami pasar keuangan di benua kuning. Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia dibuka di zona hijau pada hari ini: indeks Shanghai naik 0,02%, indeks Hang Seng naik 0,09%, indeks Strait Times naik 0,16%, dan indeks Kospi naik 0,41%. Hal ini menyusul rencana tim perdaganagn Amerika Serikat (AS) yang akan bertolak ke Beijing untuk melakukan negosiasi dengan Tiongkok.

Menguatnya pasar keuangan dunia dapat berpengaruh terhadap harga minyak. Pasalnya kekhawatiran investor akan melambatnya ekonomi dunia bisa seikit diredam.

Selain itu, pada awal bulan ini, Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama Rusia telah mencapai kesepakatan untuk memotong jumlah produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bpd) menyusul kekhawatiran akan menumpuknya cadangan minyak dunia. Pengetatan keran produksi ini akan dimulai pada Januari 2019, yang mana hanya tinggal beberapa hari lagi.

Sementara itu Menteri Energi Rusia, Alexander Novak, pada Kamis (27/12/2018) kemarin berkata bahwa negara beruang merah itu akan memotong produksi minyaknya pada kisaran 3-5 juta ton selama smester I 2019 menyusul kesepakatan bersama negara OPEC, seperti yang dilansir Reuters.

Namun demikian kekhawatiran akan melonjaknya cadangan minyak dan pelemahan ekonomi dunia masih menjadi tekanan terhadap harga komoditas ini.

Kemarin, American Petroleum Institut mengatakan bahwa cadangan minyak AS selama 1 minggu hingga 21 Desember 2018 meningkat sebesar 6,9 juta barel ke angka 448,2 juta barel seperti dilansir oleh Reuters. Dikabarkan bahwa Energi Information Agency (EIA) AS akan merilis data resmi cadangan minyak negeri Adidaya tersebut pada hari ini.

Meningkatnya cadangan minyak AS memberikan sentimen negatif terhadap harga minyak, karena membuktikan bahwa saat ini AS masih kebanjiran pasokan minyak.

Sebagai informasi, saat ini AS telah menjadi negara dengan produksi minyak mentah terbesar di dunia, mencapai 11,6 juta barel/hari mengalahkan Arab Saudi dan Rusia.

Perlambatan ekonomi AS juga diprediksi masih akan terjadi pada tahun depan. Setelah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga ke kisaran 2,25% - 2,5% pada Kamis lalu (20/12/2018), investor masih melihat bank sentral AS ini masih akan tetap hawkish pada tahun 2019. Bahkan, The Fed memprediksi ekonomi AS hanya akan tumbuh 2,3% pada 2019, melambat cukup jauh dari pertumbuhan tahun ini yang berada di kisaran 3%.

Selain itu Ogranisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat di tahun depan, yaitu sebesar 3,5% dari 3,7% pada tahun ini.

Sebab, permintaan minyak yang merupakan salah satu sumber energi utama juga akan menurun yang mengakibatkan banjirnya pasokan minyak dan menekan harga komoditas ini.
(hps) Next Article Tahan Lama! Harga Minyak Naik Lagi Meski Sudah Nanjak 2 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular