
Investor Tak Lagi Main Aman, Rupiah Perkasa Lawan Dolar AS
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 December 2018 08:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah pada hari ini berbanding terbalik dengan yang terjadi kemarin (26/12/2018). Jika kemarin rupiah sudah melemah sejak pembukaan perdagangan di pasar spot, pada hari ini rupiah dibuka menguat 0,14% ke level Rp 14.550/dolar AS.
Pada pukul 8:15 WIB, rupiah masih membukukan penguatan dengan besaran yang sama seperti pada saat pembukaan.
Pergerakan rupiah senada dengan mayoritas mata uang negara-negara tetangga yang juga membukukan apresiasi melawan dolar AS. Penguatan rupiah menjadi yang terbaik kedua setelah yen.
Minat investor yang begitu tinggi untuk masuk ke pasar saham Benua Kuning membuat dolar AS menjadi dilego. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei meroket hingga 3,01%, sementara indeks Strait Times melesat 1,55%.
Minat investor untuk masuk ke bursa saham kawasan Asia begitu tinggi, seiring dengan kinerja Wall Street yang menggembirakan. Pada dini hari tadi, indeks Dow Jones ditutup melesat 4,98%, indeks S&P 500 melambung 4,95%, dan indeks Nasdaq terdongkrak 5,84%.
Wall Street berhasil bangkit pasca terkoreksi selama 4 hari beruntun.
Selain itu, rilis data ekonomi yang mengecewakan juga membebani dolar AS. Kemarin, Richmond Manufacturing Index periode Desember diumumkan sebesar -8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 16, seperti dilansir dari Forex Factory.
Data ini menunjukkan tingkat aktivitas manufaktur di wilayah Richmond. Angka di bawah 0 menunjukkan bahwa kondisinya memburuk dibandingkan periode sebelumnya.
Rilis data tersebut lantas kian mengonfirmasi bahwa perekonomian AS masih berada dakam tren perlambatan. Akibatnya, terdapat keraguan bahwa The Federal Reserve masih akan mengeksekusi rencanannya untuk mengerek suku bunga acuan sebanyak 2 kali pada tahun depan. Di sisi lain, ada sentimen negatif yang bisa menekan kinerja rupiah yakni harga minyak mentah dunia yang perkasa. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2019 meroket 7,12% ke level US$ 45,56/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 melejit 6,99% ke level US$ 54/barel.
Melesatnya harga minyak mentah tentu menjadi kabar buruk bagi rupiah, lantaran bisa memperparah defisit perdagangan minyak dan gas (migas) yang pada akhirnya akan membuat defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) kian lebar.
Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.
Pada perdagangan hari ini, harga minyak WTI terkoreksi 0,82%, sementara brent melemah 0,81%.
Jika pada hari ini harga minyak mentah kembali perkasa seperti kemarin, bukan tak mungkin rupiah akan dipukul mundur dan berakhir di zona depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pada pukul 8:15 WIB, rupiah masih membukukan penguatan dengan besaran yang sama seperti pada saat pembukaan.
Pergerakan rupiah senada dengan mayoritas mata uang negara-negara tetangga yang juga membukukan apresiasi melawan dolar AS. Penguatan rupiah menjadi yang terbaik kedua setelah yen.
Minat investor untuk masuk ke bursa saham kawasan Asia begitu tinggi, seiring dengan kinerja Wall Street yang menggembirakan. Pada dini hari tadi, indeks Dow Jones ditutup melesat 4,98%, indeks S&P 500 melambung 4,95%, dan indeks Nasdaq terdongkrak 5,84%.
Wall Street berhasil bangkit pasca terkoreksi selama 4 hari beruntun.
Selain itu, rilis data ekonomi yang mengecewakan juga membebani dolar AS. Kemarin, Richmond Manufacturing Index periode Desember diumumkan sebesar -8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 16, seperti dilansir dari Forex Factory.
Data ini menunjukkan tingkat aktivitas manufaktur di wilayah Richmond. Angka di bawah 0 menunjukkan bahwa kondisinya memburuk dibandingkan periode sebelumnya.
Rilis data tersebut lantas kian mengonfirmasi bahwa perekonomian AS masih berada dakam tren perlambatan. Akibatnya, terdapat keraguan bahwa The Federal Reserve masih akan mengeksekusi rencanannya untuk mengerek suku bunga acuan sebanyak 2 kali pada tahun depan. Di sisi lain, ada sentimen negatif yang bisa menekan kinerja rupiah yakni harga minyak mentah dunia yang perkasa. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak WTI kontrak pengiriman Februari 2019 meroket 7,12% ke level US$ 45,56/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 melejit 6,99% ke level US$ 54/barel.
Melesatnya harga minyak mentah tentu menjadi kabar buruk bagi rupiah, lantaran bisa memperparah defisit perdagangan minyak dan gas (migas) yang pada akhirnya akan membuat defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) kian lebar.
Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.
Pada perdagangan hari ini, harga minyak WTI terkoreksi 0,82%, sementara brent melemah 0,81%.
Jika pada hari ini harga minyak mentah kembali perkasa seperti kemarin, bukan tak mungkin rupiah akan dipukul mundur dan berakhir di zona depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular